Pengurus AEKI NTT Terbentuk, Wagub:  Petani Bisa Tanam Kopi di Hutan Negara

aeki ntt1
Susunan Pengurus Badan Pengurus Daerah (BPD) AEKI NTT berfoto bersama Pendiri HIPMI, Abdul Latif, Wagub NTT, Yoseph Nai Soi. (afri)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Petani kopi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ke depannya diperbolehkan menanam kopi di dalam kawasan hutan negara. Nantinya para petani kopi yang tidak memiliki lahan dapat mengelola kawasan hutan negara untuk ditanami bibit kopi melalui sistem pengelolaan yang disebut Perhutanan Sosial.

Hal ini disampaikan Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Yoseph Nai Soi seusai menghadiri pelantikan Badan Pengurus Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) NTT, Jumat (4/11/2022) di Labuan Bajo.

Bacaan Lainnya

Menurut Wagub Yoseph Nai Soi, meski terdapat aturan perundangan yang melarang masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan digunakan sebagai area perkebunan, namun asas kepentingan umum lebih diutamakan dalam upaya untuk mensejahterakan masyarakat.

“Kalau untuk kepentingan umum maka Undang undang bisa diubah. Maka itu ada celahnya namanya Hutan Sosial,” ungkap Wagup Nai Soi.

Lebih lanjut jelas Nai Soi, pengelolaan kawasan hutan yang dimaksud tentu harus tetap memperhatikan dan mematuhi kaidah konservasi hutan itu sendiri. Provinsi NTT  telah melakukan hal tersebut pada kawasan hutan Wolobobo di Kabupaten Ngada. Hal serupa juga akan dilakukan di kabupaten lainnya.

“Daerah lain di NTT harus bisa. Begitu predikatnya Hutan Sosial wajib hukumnya diberi kepada masyarakat untuk tanam produk untuk industry. Itu kami sudah sepakati dengan Bapak Gubernur,” ucapnya.

AEKI NTT saat ini dipimpin oleh Handrianus Yovin, seorang pengusaha kopi asli NTT. Seusai dilantik, Handrianus menyebutkan meskipun NTT merupakan satu dari 10 provinsi produsen kopi terbesar di Indonesia, masih terdapat sejumlah kendala yang dialami para petani kopi di NTT sehingga kesulitan untuk berkembang. Beberapa diantaranya kualitas produksi biji kopi yang belum diolah secara maksimal sehingga menyebabkan jumlah ekspor Kopi NTT ke luar negeri cenderung menurun.

Hal lainnya adalah proses pengolahan biji kopi yang belum dilakukan secara maksimal ini menyebabkan harga biji kopi NTT bernilai rendah di pasaran, padahal kopi asal NTT, seperti contoh kopi Flores merupakan salah satu kopi terbaik dengan ciri khas yang unik dan memiliki karakteristik yang berbeda dibanding kopi lainnya seperti Kopi Gayo (Aceh), Toraja (Sulawesi) Sidikalang (Sumatera Utara) dan Bali.

Hal lain yang menjadi fokus utama AEKI NTT ke depannya adalah memastikan para importir kopi, baik dalam negeri maupun luar negeri mengetahui bahwa Kopi Flores merupakan produk kopi asal NTT. Selama ini asal Kopi Flores lebih dikenal sebagai kopi dimana tempat kopi ini dikirimkan.

“Kebanyakan ekspor kita lepas dari Flores, portnya di Surabaya, kemungkinan besar orang mencatat itu asal Surabaya bukan Flores sehingga misi kami ingin memastikan kita sama-sama soal ini,” ujarnya.

Upaya kolaborasi demi kemajuan Kopi NTT juga mendapatkan dukungan dari Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi.

Menurut Bupati Edi, keberadaan pariwisata Labuan Bajo dapat pula mendukung tumbuh kembang industri ekspor produk para petani asal NTT dengan menjadikan Labuan Bajo sebagai hub pengiriman kopi di NTT.

“Ini yang akan kita dorong supaya sama – sama bekerja. Kita ajukan ke berbagai kementerian, Kementrian Pertanian menyiapkan bibit, Kementerian PU dapat membuka akses termasuk Kementerian Perhubungan menyiapkan pelabuhan, dan harapannya kalau ini bisa dilaksanakan dalam waktu cepat, Manggarai Barat kita jadikan hub untuk ekspor,” ujarnya.

Berdasarkan Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2019, NTT masuk dalam 10 besar provinsi penghasil kopi di Indonesia. Rata – rata produksi Kopi NTT mencapai 24 ribu ton per tahun. Namun, kondisi ini dirasakan belum memberikan dampak positif bagi petani kopi di NTT.

Data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian tahun 2014 juga mencatat luasan kebun kopi di Flores mencapai 72 ribu hektare lebih dan umumnya ditumbuhi jenis robusta dan arabika yang tersebar mulai Flores bagian Barat sampai ujung bagian Timur.

Kopi Flores memiliki kualitas yang tinggi dan cita rasa yang unik. Berdasarkan hasil uji cita rasa yang dilakukan oleh Puslitkoka di Jember, Kopi Robusta Flores Manggarai memiliki nilai rata-rata 82,17 sehingga termasuk dalam kategori fine robusta.

Sementara Kopi Arabika berada di atas angka  81 persen dan masuk kategori specialty coffee dengan karakter cita rasa caramelly dan beberapa kombinasi rasa lainnya. Sedangkan kopi arabika Flores Manggarai memiliki cita rasa herbal, floral, dan spicy.

Kopi Robusta Flores Manggarai pernah meraih Juara I dalam Kontes Kopi Specialty Indonesia Robusta tahun 2015. Di tahun 2018, jenis kopi ini mendapatkan Gold Gourment pada Penghargaan AVPA Gourmet Product di Pameran SIAL di Paris, Prancis.

Sedangkan kopi Arabika Flores Manggarai berhasil menjadi Juara I Kontes Kopi Specialty Indonesia Arabika tahun 2015, dan mendapatkan Bronze Gourment pada Penghargaan AVPA Gourmet Product di Pameran SIAL Paris Prancis 2018. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.