Pemerintah Tetapkan Tarif TNK Rp 3,75 Juta, Ini 6 Pesan Gereja Keuskupan Ruteng

uskup ruteng
Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, Romo Alfons Segar Pr. (ist)

RUTENG | patrolipost.com – Pro-kontra kenaikan harga tiket masuk Taman Nasional Komodo (TNK) menjadi Rp 3,75 juta yang masih bergulir menggerakkan Gereja Keuskupan Ruteng buka suara. Gereja mendukung kemajuan pariwisata holistik, namun momentum kenaikan harga tiket masuk TNK kurang tepat, karena dunia baru bangkit dari keterpurukan akibat Covid-19.

“Momentum kenaikan tiket tersebut kuranglah tepat karena dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covi1-9,” demikian Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, Pastor Alfons Segar Pr dalam press rilis yang diterima wartawan, Rabu (27/7).

Bacaan Lainnya

Gereja Keuskupan Ruteng menyampaikan 6 poin penting terkait polemik kenaikan tarif masuk di Taman Nasional Komodo, antara lain:

Pertama, rencana kenaikan tersebut dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia bersama dengan Pemerintah Provinsi NTT dengan pertimbangan konservasi habitat komodo, yang pada gilirannya mendukung pariwisata yang berkelanjutan. Namun, protes dari para pelaku pariwisata dan masyarakat yang terdampak memperlihatkan pentingnya mengintegrasikan kondisi perekonomian masyarakat yang baru menggeliat akibat pandemi Covid-19 dalam kebijakan pariwisata.

Kedua, Gereja Keuskupan Ruteng tidak henti-hentinya memperjuangkan pariwisata holistik yang mencakup semua dimensi kehidupan manusia dan kesejahteraan umum. Secara khusus, kami mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022 ini dengan motto: Berpartisipasi, Berbudaya dan Berkelanjutan. Berpartisipasi berarti pariwisata yang melibatkan dan mensejahterakan masyarakat lokal. Berbudaya berarti pariwisata yang berakar dan bertumbuh dalam keunikan dan kekayaan kultur dan spiritualitas setempat. Berkelanjutan berarti pariwisata yang merawat dan melestarikan alam ciptaan.

Ketiga, melalui paroki, lembaga gerejawi, biara-biara maupun awam katolik, khususnya para pelaku wisata, Gereja Keuskupan Ruteng telah dan akan terus menerus terlibat untuk mengembangkan pariwisata holistik dari Wae Mokel sampai Selat Sape, Manggarai Raya. Selain mengelola situs dan program pariwisata rohani, Gereja Katolik berpartisipasi dalam menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya serta mendorong pariwisata alam. Lebih dari itu Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat serta menangkal dampak negatif yang timbul dari pariwisata.

Keempat, kami menilai bahwa momentum kenaikan tiket tersebut kurang tepat karena dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covi1-9. Selain itu, kenaikannya yang sangat drastis mengganggu animo wisatawan dan menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat. Kebijakan publik demikian, mesti melibatkan pelbagai pihak yang berkepentingan dalam sebuah dialog dan uji publik yang intensif. Selain kajian akademik, dituntut pula kajian sosial yang mempertimbangkan dampak ekonomis, politis, kultural dan ekologis dari  kebijakan tersebut. Selain itu dibutuhkan proses sosialisasi yang tepat dan terus menerus.

Kelima, kami mengimbau kepada semua pihak untuk membangun dialog dalam menangani isu-isu sosial bersama. Hal ini sangatlah selaras dengan budaya Manggarai, yakni Lonto Leok dalam rangka memperkuat kebersamaan dan kesatuan kita (nai ca anggit, tuka ca leleng). Cara atau metode yang digunakan untuk menyampaikan pendapat secara demokratis kiranya tidak berdampak merugikan pariwisata.

Keenam, kesejahteraan umum, penghargaan martabat manusia dan keutuhan ciptaan (ekologi) tetaplah menjadi kriteria utama dalam perjuangan moral dan sosial yang benar dan tepat.

Gereja Keuskupan Ruteng mengajak semua pihak untuk terus merajut tali persaudaraan untuk mewujudkan kemajuan pariwisata di Manggarai Raya.

“Marilah kita terus menerus merajut tali persaudaraan dalam dinamika pariwisata super premium dalam rangka mewujudkan peradaban kasih di tanah Nuca Lale Manggarai Raya,” pungkas Pastor Alfons. (pp04)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.