Mesin Penyulingan Air Laut Jadi Air Bersih di TPI Labuan Bajo Mubazir

penyulingan
Sentra Desalinasi Air di TPI Labuan Bajo tidak bisa difungsikan sehingga mubazir. (afri)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Keberadaan Sentra Desalinasi Air yang terletak di dalam areal Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Labuan Bajo, NTT kini mubazir. Program yang digadang gadang menjadi solusi akhir guna mengatasi krisis air bersih bagi nelayan serta pedagang di TPI Labuan Bajo, sudah tidak berfungsi hampir mendekati 2 tahun.

Sentra Desalinasi Air ini merupakan program bantuan kolaborasi Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan (TJSL)  milik PT Bank Mandiri (Persero) Tbk bersama PT Indra Karya (Persero) dalam menyediakan sarana dan prasarana air bersih di Kabupaten Manggarai Barat.

Bacaan Lainnya

Diresmikan pada bulan Oktober 2021 silam, program Sentra Desalinasi Air ini merupakan sebuah terobosan dalam mengolah air laut menjadi air tawar. Dengan menggunakan teknologi Smart Water System karya PT Indra Karya ini, air laut akan disedot dan kemudian diolah oleh mesin pintar yang kemudian akan menghasilkan air tawar.

Air ini kemudian akan dialirkan ke dalam sebuah tandon yang bisa langsung diakses oleh warga sekitar. Alat ini disebut bisa mengolah 14 ton air laut per hari. Pasca diresmikan, sarpras ini kemudian diserahterimakan kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat.

Selain berlokasi di TPI Labuan Bajo, program ini juga dihadirkan di Desa Warloka, Warloka Pesisir, dan Desa Macang Tanggar. Program bantuan 4 sentra Sentra Desalinasi Air Ini menghabiskan anggaran sebesar Rp 2,1 miliar.

Dalam kegiatan peresmian yang turut dihadiri oleh sejumlah petinggi Bank Mandiri, PT Indra Karya serta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat, Direktur PT Indra Karya menyebut program ini merupakan upaya mendukung terwujudnya pembangunan berkelanjutan bagi masyarakat melalui penyediaan sarpras air bersih. Namun kini tujuan itu ternyata masih jauh panggang dari api.

Salah seorang pedagang TPI Labuan Bajo menuturkan, baik para pedagang maupun nelayan yang sehari hari beraktivitas di TPI Labuan Bajo hanya 2 kali menikmati layanan air bersih yang dihasilkan oleh sentra desalinasi air pasca diresmikan. Setelahnya, mesin pengolahan air ini tidak berfungsi lagi hingga saat ini.

“Alat Itu sudah lama tidak berfungsi. Hanya bisa digunakan 2 kali setelah diresmikan, setelah itu tidak pernah keluar air lagi,” ungkap pedagang yang meminta namanya tidak dimediakan.

Pedagang ini juga menyebutkan bahwa salah satu mesin sentra penyulingan air ini rusak sehingga tidak lagi mampu menghasilkan air bersih. Padahal, air hasil penyulingan dari sentra desalinasi ini sangat membantu perekonomian pedagang sekitar karena dapat dibeli dengan harga yang terjangkau.

“Katanya mesin dinamonya itu sudah rusak. Sudah lama rusaknya, kita baru pakai 2 kali, padahal sebenarnya bagus karena harga airnya murah, hanya Rp 35 ribu untuk 2.000 liter,” ungkapnya.

Imbas mubazirnya alat ini, para pedagang terpaksa harus membeli air yang dijual oleh mobil tanki. Untuk air ukuran 2.000 liter, biaya yang harus dikeluarkan sebanyak Rp 70 – Rp 80 ribu. Harga yang sangatlah mahal jika dibanding dengan harga air hasil penyulingan dari sentra desalinasi.

“Karena sudah rusak (sarpras sentra desalinasi) kita sekarang beli air tangki. Harganya itu ada yang 70 ribu, ada yang 80 ribu. Beda jauh sekali dengan air dari alat penyulingan ini,” tuturnya.

Saat ini para pedagang sekitar TPI Labuan Bajo sangat berharap agar sarpras sentra Desalinasi ini dapat berfungsi kembali. Apa yang disampaikan pedagang ini sesuai dengan kondisi terkini dari keberadaan sarpras ini yang terkesan ditelantarkan. Sebuah mesin dinamo yang digunakan untuk menyedot air terlihat sudah berkarat. Sejumlah pipa penyambungan juga terlihat rusak dan amburadul. Sudah tidak seperti kondisi pada instalasi awal saat peresmian. Selain itu, pipa yang digunakan untuk menyedot air laut dinilai tidak cukup panjang, sehingga selain air laut, juga ikut tersedot lumpur serta limbah ikan.

Saat dikonfirmasi terkait hal ini, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Manggarai Barat, Fatincy Reynilda menyebutkan keberadaan sarpras ini memang sudah lama tidak dapat digunakan karena sejumlah komponen mesin didapati sudah tidak berfungsi.

“Ini kan CSR, yang ini memang rusak sampai sekarang, tidak berfungsi karena rusak,” ujar Fatincy.

Disebutkan Fatincy, saat pertamakali dilakukan pemantauan, DKPP mendapati komponen-komponen sarpras seperti mesin dinamo dan sistem perpipaan sudah dalam kondisi rusak. Selain itu pula tidak terdapat tenaga operator yang khusus menjaga peralatan ini.

“Karena sarpras ini ada didalam areal TPI dan pengelolaan TPI ada di kami (DKPP) sehingga wajib kami lakukan kontrol dan pengawasan yang kemudian nanti juga untuk penganggaran. Tetapi pada saat kita melihat ternyata barangnya rusak tidak bisa difungsikan. Tidak ada petugas operator, dari Bank Mandiri belum siapkan sampai ke tahap itu. Sehingga kita belum bisa masuk ke situ (pengelolaan) walaupun sudah diserahkan untuk kita kelola. Dari awalnya memang rusak, mesinnya rusak tidak bisa kita pakai,” ungkapnya.

Fatincy menyebutkan pada bulan Juni 2023 lalu pihaknya pernah melakukan rapat dengan pihak Bank Mandiri Cabang Labuan Bajo terkait keberadaan sarpras yang rusak ini. Dalam rapat itu, DKPP meminta agar pihak Bank Mandiri maupun PT Indra Karya Segera memperbaiki mesin dan komponen yang sudah rusak agar dapat dimanfaatkan lagi dan menambah panjang pipa penyedot.

“Dalam rapat itu kita sudah sampaikan kondisi sarprasnya, tapi dari PT Bank Mandiri tidak bersedia untuk mengganti komponen – komponen pada mesin desalinasi air laut tersebut karena tidak memiliki anggaran,” ujar Fatincy.

Dalam rapat itu juga, Fatincy menyebutkan bahwa DKPP juga meminta agar pihak Bank Mandiri maupun PT Indra Karya menyiapkan SDM yang bisa mengoperasikan mesin dan komponennya agar dapat dioperasikan lagi.

Namun, meskipun dalam dokumen hasil rapat tersebut disebutkan pihak Bank Mandiri siap melaksanakan Bimtek untuk tenaga teknis pengelolah teknologi Desalinasi Air Laut selama alat tersebut masih berada di areal TPI Labuan Bajo, nyatanya hingga kini kehadiran tenaga operator tersebut tidak terealisasi oleh pihak PT Bank Mandiri.

“Sudah (komunikasi dengan PT Bank Mandiri) kami ada berita acara kami pertemukan antara yang punya anggaran, yang kerja dengan kami. Kita kan pengelola kalau barangnya baik baru kita bisa masuk untuk laksanakan tapi kalau dalam keadaan begini kan masih tanggung jawabnya mereka, itu ada berita acaranya,” ungkapnya.

Dikonfirmasi terpisah, Manager PT Bank Mandiri Cabang Labuan Bajo, I Made Runarta menyebutkan pengelolaan tempat sentra desalinasi air ini telah diserahkan ke Pemda Kabupaten Manggarai Barat pada tahun 2022 silam. Sejak saat itu, kewenangan pengelolaanya bukan lagi menjadi tanggung jawab pihaknya ataupun PT Indra Karya.

“Memang secara aset itu dari Indra Karya sebagai kontraktor sudah menyerahkan ke Mandiri dan Mandiri sudah menyerahkan ke Pemkab Mabar. Itu Juli 2022, ditandai dengan tanda tangan berita acara serah terima dari saya mewakili Bank Mandiri. Saya serahkan ke Pemda Mabar dalam hal ini diterima sama Pak Sekda,” ujar Runarta.

Runarta juga menyebutkan, sebelum diserahterimakan kepada Pemkab Mabar, sarpras Desalinasi Air ini berfungsi dengan baik. Bahkan berulangkali difungsikan dalam beberapa kegiatan Kementerian BUMN.

“Pada saat selesai pemasangan dan peresmian pun mesin dihidupkan, kita ramai-ramai menghidupkan itu. Beberapa kali kunjungan dari pusat juga itu kita ajak ke sana dan mesin hidup serta berfungsi,” tegasnya.

Runarta menambahkan usai diserahterimakan pada tahun 2022, pihaknya baru mendapatkan informasi terkait adanya keluhan komponen mesin yang tidak berfungsi dari dinas terkait baru pada tahun 2023. Namun Ia mengkhawatirkan penyebab sejumlah komponen mesin tersebut rusak dikarenakan tidak dioperasikan dalam jangka waktu yang lama.

“Mesin itu kan dia berfungsi di air laut, air laut masuk ke pompa, masuk ke dalam dan dimurnikan airnya dan memang tipikal mesinnya kalau sudah pernah hidup sekali kemudian kalau tidak digunakan secara rutin pasti rusak karena ada kandungan air asinnya, jadi itu memang harus kontinyu. Jadi setelah kami pakai kemudian diserahkan saya nggk tau nih, peninjauan dari dinas itu jaraknya berapa lama dari setelah penyerahan. Karena sebelum penyerahan tim dari Indra karya pasti ngecek,” tuturnya.

Runarta menambahkan dalam rapat bersama Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan Mabar tersebut,  pihaknya telah menyampaikan agar kendala ketiadaan operator dapat disampaikan dinas kepada Bank Mandiri melalui sebuah surat permohonan. Namun, hingga kini, Runarta mengakui belum menerima surat tersebut dari DKPP.

Menurutnya untuk pendampingan itu kan bukan lokal, harus mendatangkan tenaga dari luar, dari Jakarta minimal. Itu ada costnya dan cost di BUMN itu menggunakan uang negara nggak sembarangan, harus ada dasarnya.

“Makanya saya minta surat. Surat itu nanti yang jadi dasar agar bisa mengirim tim dengan anggaran yang dikeluarkan oleh Indra karya atau dari Bank Mandiri,” tambahnya.

Meski demikian, Runarta berharap, keberadaan Sentra Desalinasi air ini dapat berfungsi kembali normal. Ia menyayangkan jika keberadaan komponen sarpras yang memiliki harga jual yang tidak murah tersebut mubazir.

“Kami mau itu terus digunakan, itu bermanfaat buat Masyarakat. Kita juga punya tanggungjawab, kalau memang perlu kita kolaborasi lagi. Jangan sampai CSR itu sekali pakai setelah itu dibiarkan sudah begitu saja,” tutupnya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.