KPK Dorong Kabupaten Bangli Tingkatkan Skor MCP

2021 10 06 19 01 102021 10 06 19 01 10 183
2021 10 06 19 01 102021 10 06 19 01 10 183

Rapat monitoring dan evaluasi (monev) KPK RI bersama Pemerimtah Kabupaten Bangli.

 

Bacaan Lainnya

 

BANGLI | patrolipost.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendorong peningkatan capaian Monitoring Center for Prevention (MCP) dan meminta Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli untuk senantiasa terbuka. Hal ini disampaikan dalam rapat monitoring dan evaluasi (monev) dengan seluruh jajaran Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangli pada Rabu (6/10/2021) di Kantor Bupati Bangli, Bali.

“Tujuan kedatangan kami ke Bangli salah satunya untuk evaluasi program pemberantasan korupsi yang kita sama-sama tuangkan dalam Monitoring Center for Prevention (MCP). Kegiatan KPK berkelanjutan. Kami harapkan keterbukaan pemda ketika berdiskusi karena kami hadir di sini dalam rangka pencegahan,” ujar Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Budi Waluya.

Dari tugas pokok KPK yang tersebut dalam Undang-undang No.19 tahun 2019, kata Budi, ada 2 tugas di Kedeputian Korsup. Salah satunya bersama-sama pemda mengupayakan perbaikan tata kelola pemerintahan dan mencari solusi atas hambatan di delapan area intervensi.

“Kedelapan area intervensi tersebut, yaitu Perencanaan dan Penganggaran APBD, Pengadaan Barang dan Jasa, Perizinan, Pengawasan APIP, Manajemen ASN, Optimalisasi Pajak Daerah, Manajemen Aset Daerah, dan Tata Kelola Keuangan Desa,” terang Budi.

Budi memaparkan skor MCP Pemkab Bangli per 6 Oktober, yaitu 61 persen. Dengan skor ini, Kab. Bangli menempati peringkat ke-9 se-Bali dan ke-46 se-Indonesia.  Untuk Skor per area intervensi secara rinci, yaitu Perencanaan dan Penganggaran APBD 65,3 persen, Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) 71,7 persen, Perizinan 69,8 persen, Pengawasan APIP 62,6 persen, Manajemen ASN 53,3 persen, Optimalisasi Pajak Daerah 51 persen, Manajemen Aset Daerah 44 persen, dan Tata Kelola Keuangan Desa 55,8 persen.

Terkait Manajemen Aset, dalam kesempatan tersebut Pemkab Bangli melaporkan bahwa total aset tanah yang dikelola berjumlah 879 bidang tanah. Sebanyak 449 bidang di antaranya sudah bersertifikat. Angka tersebut termasuk 128 bidang yang terbit pada tahun 2021. Sedangkan sisanya 430 bidang belum bersertifikat.

Pemkab Bangli juga melaporkan realisasi pendapatan pajak tahun 2021. Sampai dengan 30 September dari target Rp15,8 Miliar sudah diterima dari wajib pungut (wapu) pajak sebesar Rp15,3 Miliar.

Sedangkan, untuk capaian area PBJ yang masih rendah di antaranya terkait indikator SDM UKPBJ, yaitu 56,62 persen. Kepala UKPBJ Dewa Widnyana Maya menjelaskan alasan di balik capaian tersebut, bahwa dari kebutuhan fungsional UKPBJ sebanyak 23 personil, baru terpenuh 5 orang atau 22 persen. Dia juga menyampaikan bahwa pokja pemilihan sedang dalam proses menunggu uji kompetensi oleh LKPP sebanyak 8 orang.

“Semoga tidak lama lagi kita bisa mendapat tambahan personil. Saya berkomitmen untuk mengabdikan diri saya memberi pelatihan PBJ bukan saja untuk Kab. Bangli dan Provinsi Bali, tetapi juga untuk provinsi lain selama dibutuhkan,” ujar Widnyana.

Dalam kesempatan rakor tersebut, KPK juga menyoroti terkait pengadaan pembangunan 2 toilet sebagai fasilitas umum di dua titik lokasi periwisata, Black Lava dan Pura Segara Kintamani, yang menghabiskan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp430 Juta. Toilet yang dibangun di atas lahan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) ini masih dalam proses pengerjaan.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kab Bangli I Wayan Adnyana membenarkan dan menjelaskan bahwa Pemkab Bangli berusaha menciptakan pariwisata yang nyaman dengan melengkapi fasilitas penunjang di lokasi wisata tersebut. Karena menurutnya, sejak awal memang tidak memiliki fasilitas toilet yang memadai sedangkan obyek wisata tersebut kerap ramai dikunjungi wisatawan.

Merespon penjelasan tersebut, Ketua Satuan Tugas Korsup Wilayah V Abdul Haris mengingatkan untuk selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam setiap proses pengadaan mengingat modus korupsi yang terjadi sebagian besar terkait PBJ dan penyuapan.

Lebih lanjut Haris menyampaikan titik rawan pada tahap perencanaan PBJ. Beberapa di antaranya, kata Haris, yaitu pada tahap perencanaan PBJ disusun tidak sesuai dengan usulan dari pengguna, standar barang, kebutuhan, harga, hasil studi kelayakan, dan rencana desain untuk pekerjaan konstruksi serta sarana dan prasarana pendukungnya.

“Yang paling rawan dalam proses PBJ yaitu PPK karena sebagai pintu masuk pengadaan. Secara materil dan formil, perbuatannya paling lengkap. Sedangkan yang turut serta, turut membantu, nanti dilihat lagi apakah semua ikut serta dan terima kickback. Prinsipnya, untuk PBJ kita tidak boleh lari dari tupoksi kita misal bendahara fungsinya apa,” tegas Haris.

Haris juga mengingatkan perlunya pelatihan kemampuan kapabilitas APIP. Yang paling pokok, menurutnya adalah, APIP tahu bagaimana pengelolaan keuangan daerah, rencana strategis OPD dan kepala daerah, Perpres tentang PBJ, dan aturan tentang tipikor. (*/wie)

 

 

Pos terkait