Kadispar Bali: Wisata Melukat Cocok Ditawarkan ke Delegasi World Water Forum ke-10

kadispar bali1
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Tjok Bagus Pemayun. (maha)

DENPASAR | patrolipost.com – Bali sebagai destinasi wisata dunia yang mempunya keindahan panorama dan kebudayaan serta tradisi yang sarat dengan spiritual bakal menjadi tuan rumah gelaran internasional World Water Forum Ke-10 yang akan digelar pada 18-25 Mei 2024.

Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Bali Tjok Bagus Pemayun mengatakan, delegasi World Water Forum ke-10 bakal mengikuti beberapa kegiatan dan dijadwalkan akan melakukan field trips ke sejumlah destinasi wisata di Bali.

Bacaan Lainnya

Delegasi World Water Forum ke-10 dan Kepala Negara yang hadir juga dijadwalkam akan menyaksikan upacara Segara Kerthi di Pantai Kura-Kura yang terletak di Kawasan Ekonomi Kreatif (KEK)  Kura-Kura Serangan, Denpasar.  Selain itu Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai yang merupakan kawasan hutan mangrove terbesar di Bali juga bakal menjadi tujuan field trips para delegasi.

“Kami juga menyiapkan paket  field trip  Nusa Dua – Jatiluwih, dan Nusa Dua- Museum Subak , walaupun masih tentatif,” kata Tjok Bagus, di Denpasar, Selasa (7/5/2024).

Tjok Bagus menjelaskan, untuk rangkaian Field Trips Nusa Dua Jatiluih, terdapat tempat melukat di Pancoran Solas, Tirta Taman Mumbul di Abiansemal, dan di Pura Kedatuan Raksa Sidhi Desa Soka, yang dekat dengan Jatiluwih.

“Untuk field trip Nusa Dua – Museum Subak, ada melukat di Pura Pengembak, Sanur, dan kedua di Padang Galak Pura Windhu Segara. Itu baru opsional,” jelasnya.

Melukat kata Tjok Bagus, memiliki makna pembersihan secara sekala dan niskala (jasmani dan rohani) baik jiwa dan pikiran manusia sebagai alam terkecil dan alam semesta menggunakan sarana air.

Kegiatan melukat merupakan kearifan lokal masyarakat Bali yang sebagian besar menganut Agama Hindu. Tradisi melukat merupakan salah satu cara masyarakat Bali melaksanakan konsep Tri Hita Karana.

“Melestarikan sumber-sumber mata air dengan memanfaatkan mata air sebagai bagian dari ritual, merupakan bagian dari cara masyarakat Bali menjaga hubungan baik dengan alam semesta,” ujarnya.

“Berdoa di depan mata air sebagai cara menghubungkan diri dengan Tuhan sebagai penguasa alam semesta,” imbuhnya.

Pihaknya menegaskan, dalam prosesi melukat tidak ada komersialisasi, akan tetapi jika dalam proses menuju dan kembali dari prosesi melukat terjadi kegiatan ekonomi yang berdampak terhadap masyarakat.

“Itu yang diharapkan seperti penggunaan transportasi, akomodasi, konsumsi serta pengadaan sarana dan prasarana melukat,” jelasnya.

Dikatakan Tjok Bagus, jika prosesi melukat bisa menjadi paket wisata, maka akan memberi dampak yang sangat positif terhadap perekonomian masyarakat di sekitar tempat melukat, khususnya dan masyarakat Bali umumnya.

Menurutnya, melukat tidak jauh berbeda dengan yoga. Kedua kegiatan ini berasal dari keyakinan tertentu yaitu Hindu akan tetapi kedua kegiatan ini memiliki nilai yang sangat universal yang sangat bermanfaat bagi kehidupan umat manusia.

“Kalau ditarik ke dunia kesehatan, melukat juga bisa masuk ke aktivitas wellness yaitu kebugaran yang memanfaatkan sarana air,” kata Tjok Bagus.

Selain itu, kegiatan melukat sangat relevan dengan tema World Water Forum ke-10, yang akan membahas masalah air.

“Oleh karena itu, wisata melukat juga sangat cocok ditawarkan kepada delegasi World Water Forum agar mereka melihat secara nyata bagaimana masyarakat Bali menjaga dan melestarikan sumber-sumber mata air dengan kearifan lokal yang dimiliki,” pungkasnya. (pp03)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.