BKKBN NTT: Pencegahan Stunting Dimulai dari Kondisi Sebelum Hamil

kepala bkkbn
Kepala BKKBN Provinsi NTT, Marianus Mau Kuru. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com –  Pemerintah Provinsi NTT memiliki komitmen yang kuat agar angka stunting mampu turun hingga 12 persen di tahun 2023.  Hal ini disampaikan Kepala BKKBN Provinsi NTT, Marianus Mau Kuru saat menghadiri kegiatan Roadshow Percepatan Penurunan Angka Stunting yang diadakan Ikatan Dharma Pertiwi di Labuan Bajo, Kamis (15/9/2022).

Marianus menyebutkan saat ini angka stunting NTT berada pada angka 22 persen, turun dari angka sebelumnya 37,8 persen. Untuk itu Gubernur NTT bersama para kepala daerah telah berkomitmen untuk menurunkan angka prevalensi stunting sebesar 10 persen setiap tahun.

Bacaan Lainnya

“Sebelumnya angka stunting di NTT 22 persen tetapi Bapak Gubernur bersama Bupati dan Walikota se- NTT membuat kesepakatan supaya kalau bisa setiap semester atau setiap satu tahun itu harus turun kalau bisa 10 persen. Jadi semua kita harus melakukan upaya-upaya luar biasa tidak bisa biasa biasa saja, jadi harus sedikit revolusioner. Supaya stunting kita itu bisa turun kalau bisa di bawah 10 persen. Target Bapak Gubernur bersama para bupati dan walikota kalau bisa di tahun 2023 stunting NTT harus turun menjadi 12 persen atau 10 persen,” jelasnya.

Marianus menyebutkan diperlukan kerja keras dan kerjasama dari semua pihak dalam menurunkan angka stunting di NTT mengingat terdapat 22 persen anak Stunting di NTT dengan angka absolut sebanyak 91.032 anak yang membutuhkan tindakan kuratif dalam penanganannya. Selain itu terdapat 603.893 keluarga yang berpotensi melahirkan anak stunting yang harus segera dilakukan tindakan pencegahan.

Adapun sasaran pencegahan dimulai dari keluarga yang memiliki remaja putri. Diperlukan pendampingan bagi remaja putri saat memasuki masa haid. Hal ini bertujuan untuk memastikan asupan gizi bagi remaja putri tetap terjaga ketika masa haid berlangsung.

“Karena remaja putri itu kan ada masa haid, setiap kali haid itu keluar darah 20 cc, setiap kali 20 cc keluar dan tidak diimbangi dengan pemberian makanan bergizi maka akan terjadi anemia. Ketika anemia maka seorang wanita tidak boleh hamil karena ketika dia hamil maka akan berpotensi melahirkan anak yang stunting,” ucapnya.

Selanjutnya jelas Marianus adalah keluarga dengan calon pengantin yang harus mendapatkan pendampingan yang maksimal.

“Calon istrinya itu harus sehat betul, status gizi normal dengan ukuran lingkar lengan harus sesuai ukuran normal, HB nya itu harus 12 ke atas, kalau di bawah 12 tidak boleh nikah dulu karena itu potensi menjadi anemia dan KEK (kekurangan energi kronis),” ucapnya.

Berikutnya adalah keluarga dengan ibu hamil dimana seorang wanita hamil harus didorong untuk memeriksa kehamilannya minimal 8 kali serta diberikan makanan bergizi dan diberikan tablet penambah darah agar terhindar dari KEK dan Anemia.

“Yang berikut keluarga dengan ibu menyusui. Kita Kampanyekan ASI harus diberikan sampai 2 tahun tidak boleh kurang dari 2 tahun. Lalu kita kampanyekan 3 K, memiliki Kebun sayur sendiri, memiliki kandang ayam dan memiliki Kolam Ikan,” lanjutnya.

Pencegahan berikutnya adalah upaya pencegahan pada keluarga dengan Ibu Pasca Salin. Dalam kondisi ini, seorang ibu harus diberikan edukasi terkait pentingnya mengatur rencana kehamilan yang baik agar tidak mengakibatkan masalah stunting pada anak.

“Ibu yang pasca salin itu harus diberikan edukasi untuk ikut KB. Jaraknya harus 3 tahun. Kita tidak melarang orang untuk hamil, tapi jaraknya harus direncanakan dari awal supaya ibu memulihkan kesehatan reproduksinya, kedua keluarga memiliki waktu yang cukup untuk memperhatikan tumbuh kembang anak terus istri harus bekerja untuk meningkatkan pendapatan keluarga,” tutur Marianus.

Marianus juga menambahkan BKKBN memiliki tugas untuk membangun keluarga yang sehat dan berkualitas melalui berbagai kampanye agar sebuah keluarga memiliki perencanaan yang matang termasuk kampanye menggunakan kontrasepsi bagi para pria.

“Untuk itu BKKBN menyiapkan kontrasepsi untuk melayani kebutuhan masyarakat NTT 1-2 tahun ke depan,” ucapnya.

Selain itu Marianus juga menyebutkan BKKBN juga memiliki intervensi untuk menghindari seorang ibu berada pada usia muda saat hamil dan melahirkan (di bawah 21 tahun) dan usia  terlalu tua (di atas 35 tahun) serta jarak kehamilan yang terlalu dekat  (jarak kehamilan dan melahirkan kurang dari 3 tahun). (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.