Wayan Sugita Kupas Kriteria Drama Gong Klasik di PKB 2020

Seniman Drama Gong I Wayan Sugita (tengah)  di Kegiatan Kriyaloka (Workshop) Drama Gong Klasik di Gedung Ksinarwa Taman Budaya Bali, Art Center Denpasar, Kamis (5/3/2020).

DENPASAR | patrolipost.com – Kriteria Drama Gong Klasik di Pesta Kesenian Bali (PKB) 2020 harus memerhatikan anggah-ungguhin basa (tingkat bahasa Bali) dalam sajian gaya bahasa dan retorika. Hal ini dipaparkan dalam Kriyaloka (workshop) Drama Gong Klasik di Gedung Ksinarwa Taman Budaya Bali, Art Center Denpasar, Kamis (5/3/2020).

Kriyaloka (workshop) Drama Gong Klasik merupakan serangkaian Pesta Kesenian Bali  XLII Tahun 2020, yang menghadirkan narasumber seniman Drama Gong I Wayan Sugita.

Bacaan Lainnya

Kabid Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, Ni Wayan Sulastriani menerangkan, workshop Drama Gong Klasik digelar untuk memberikan pemahaman yang lebih dalam terkait drama gong yang akan dilaksanakan sesuai pakem drama gong sesungguhnya.

“Sehingga nantinya para duta parade drama gong dari kabupaten dan kota se Bali itu lebih bisa menuangkan garapan drama gongnya dan semaksimal mungkin akan tampil dalam Pesta Kesenian Bali 2020 mendatang,” terang Sulastriani.

Sulastriani menjelaskan, pada saat parade tentunya ada kriteria yang sudah ditetapkan dan harus dipatuhi sesuai pakem drama gong yang sudah ditentukan.

“Kita aktifkan, kita lakoni supaya generasi muda sebagai generasi penerus warisan budaya leluhur bisa lebih memahami drama gong dan tidak saja bergelut kepada kesenian-kesenian kreasi, tetapi bagaimana generasi muda kita memahami seni klasik maupun seni tradisi,” jelasnya.

Sementara itu, seniman Drama Gong I Wayan Sugita memaparkan drama gong merupakan sebuah sajian pertunjukan yang sangat konsen dengan penggunaan bahasa dan berbagai aparatusnya.

“Karena bahasa menjadi kunci pada setiap kalimat yang diucapkan oleh para pemain, baik dalam bentuk prolog, monolog, maupun dialog,” kata Wayan Sugita.

Sugita menekankan salah satu domain dari unsur klasik terletak pada bagian gaya bahasa dan retorika.

“Sutradara maupun pembina harus jeli menata gaya bahasa yang digunakan agar dapat terkesan ‘wayah’ (matang),” ungkapnya.

Hal ini juga merupakan integrasi langsung dengan usaha pemerintah Provinsi Bali dalam pemajuan kebudayaan dalam pelestarian Bahasa Bali. (cr02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.