Tampil di PKB XLV, Sanggar Lopo Gaharu Pentas Tiga Tarian Khas NTT

tari ntt
Foto bersama anggota Sanggar Lopo Gaharu di arena PKB. (ray)

DENPASAR | patrolipost.com – Sanggar Seni Budaya Lopo Gaharu Kupang mewakili Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tampil di panggung Kalangan Angsoka Pesta Kesenian Bali (PKB) XLV di Art Center Denpasar, Senin (3/7/2023).  Sanggar Lopo Gaharu menampilkan tiga tarian tradisi NTT Lautan Cinta Flobamorata.

Tarian pertama yang ditampilkan Sanggar Lopo Gaharu adalah tarian Sora yang menceriterakan tentang  penangkapan ikan Paus di Lamalera, Kabupaten Lembata. Sora Taram Bala, Tara Rewo Rai Tai. Sora dalam bahasa Lamalera adalah panggilan untuk kerbau bertanduk gading yang dipercaya menjelma menjadi Paus atau biasa disebut Knato atau Kotek Lema. Sora merupakan berkah yang dikirim oleh Latahala dan leluhur bagi anak cucu di Lamalera. Bagi orang Lamalera, laut adalah kebun mereka dan dalam rangkaian upacara Ia Gerek, Tobu Name Fatta, Misa Arwah atau Misa Lefa. Para Lefa Alap (pria) akan membawa keluar Pledang Praso (perahu besar) untuk mengambil berkah yang dikirimkan oleh para luhur, lalu kembali dan merayakan Sere Moti bersama semua masyarakat dan menjadi tanda dimulainya musim penangkapan.

Para Peneta Alap (perempuan) bertugas mengolah dan melanjutkan hasil dari laut serta melakukan proses Penetang (barter). Penetang adalah buah dari janji antara masyarakat Lamalera dan masyarakat gunung untuk saling bertukar hasil laut dengan hasil gunung yang hingga sekarang masih bertahan sebagai salah satu pasar barter yang tersisa di dunia.

Sejak abad ke 6 sampai hari ini, masyarakat Lamalera tidak pernah menyebut diri mereka pemburu Paus, namun sebagai para penangkap Paus. Masyarakat Lamalera secara turun temurun hanya mengambil berkah leluhur yaitu Knato. Knato bukan hanya milik mereka yang menangkapnya namun milik semuanya termasuk para janda dan anak yatim piatu hingga masyarakat yang berada di gunung.

Penampilan ke dua, Sanggar Lopo Gaharu mempersembahkan tarian Sesaji. Tarian sesaji merupakan adaptasi dari berbagai prosesi seremonial adat yang terjadi dalam suku Lio, Kabupaten Ende, Flores. Dalam kebudayaan Lio, prosesi adat merupakan jembatan untuk membangun hubungan yang harmonis antara mereka (para keturunan) dengan jiwa leluhur (Embu Mamo) yang telah mendahului mereka dan sosok yang menjaga wilayah tertentu sebagai perlambang dari Alam tempat mereka hidup.

Prosesi memberi makan jiwa leluhur atau dalam bahasa Ende disebut Pati Ka Ata Mata, menjadi kesempatan untuk mengingat kembali prosesi adat yang dilakukan para leluhur, juga menjadi kesempatan diwariskan bagi generasi selanjutnya.

Sosok Ratu Konde sendiri, menjadi simbol yang melindungi wilayah Kelimutu, tempat persemayaman jiwa – jiwa yang telah meninggal dunia serta mewakili perlambang hubungan antara manusia, alam dan jiwa para leluhur. Segala prosesi diiringi dengan tabuhan Gong dan Tambur serta syair yang dilagukan tentang keAgungan dari Tuhan dan segala alam ciptaannya.

Penampilan terakhir dari Sanggar Lopo Gaharu, yaitu Tarian Rakat. Tarian ini merupakan gabungan dari berbagai tarian khas etnis – etnis yang ada di Provinsi NTT. Rakat sendiri merupakan istilah yang dipakai dalam menggambarkan masyarakat NTT. Sehingga walau berbeda – beda suku dan budaya namun dalam satu nama yaitu Rakat.

Diiringi dengan gong, tambur, biola, okulele dan nyanyian yang merupakan alat musik dan lantunan penggiring dalam berbagai tarian di NTT. Ditarikan dengan gerakan yang energik dan ceria yang menggambarkan kehidupan masyarakat NTT yang majemuk dan dinamis.

Ketua Sanggar Lopo Gaharu, Siti Samikna M Usman mengatakan, pihaknya ambil bagian di PKB tahun 2023 ini agar anak – anak bisa melihat bahwa keragaman itu indah sekali dan banyak sekali karena ada keragaman dari daerah lain. Ada tarian yang harus dikembangkan dan dilestarikan. Sehingga ia berharap agar  NTT dapat membuat penampilan semacam PKB atau Kupang Festival.

“Dengan adanya tarian tradisional ini anak – anak remaja di NTT dapat menghargai tradisi – tradisi di NTT. Sanggar kami memperkuat tarian tradisional, kami tidak keluar dari arena atau yang ada NTT. Dan pesan untuk generasi muda NTT, Cintailah budaya kalian karena budaya itu mahal,” ujarnya.

Ketua Flobamora Bali Yosep Yulius Diaz bersama pendiri Satgas Flores Agustinus Bugis yang turut hadir menyaksikan pementasan tarian tradisional NTT itu mengaku senang dan bangga menyaksikan pagelaran  tarian kreasi Sanggar Lopo Gaharu NTT di PKB.

“Sangat energik dan penuh warna. Penampilan prima dan berkelas. Luar biasa!” kata Yusdi Diaz. (007)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.