Soal ‘Sunat’ Masal Hukuman Koruptor, KPK Bakal Temui MA

Masyarakat sangat berharap hukum yang seberat-beratnya para koruptor, agar Indonesia bisa bebas dari korupsi. (ilustrasi/net)

JAKARTA | patrolipost.com – Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menemui Mahkamah Agung (MA), untuk membahas adanya fenomena atau tren pemotongan (sunat) hukuman terpidana korupsi pada putusan Peninjauan Kembali (PK). Sejak 2019 hingga kini, terdapat 23 koruptor yang hukumannya dikorting lembaga kekuasaan kehakiman itu.

“Rencana pimpinan akan menghadap pada Mahkamah Agung untuk membicarakan ini. Harapannya bisa menjunjung tinggi keadilan baik bagi tersangka maupun masyarakat luas,” kata Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, kemarin.

Ghufron mengaku, pihaknya tetap menghormati indenpendensi hakim dalam memutus perkara. Namun tak dapat mengabaikan adanya fenomena atau tren pengurangan hukuman melalui putusan PK.

Menurut Ghufron, upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK), merupakan hak yang diberikan kepada terpidana dan ahli warisnya, untuk mencari keadilan. Pertemuan dengan MA diharapkan menjaga marwah PK, agar tidak disalahgunakan oleh pihak tertentu.

“Sekali lagi supaya marwah lembaga PK atas putusan yang sudah inkrah yang harapannya untuk menjunjung tinggi keadilan, baik bagi tersangka maupun bagi masyarakat luas itu tidak disalahgunakan, untuk kepentingan mencari pemotongan putusan, apalagi kemudian trennya sudah semakin tampak,” tegas Ghufron.

Pimpinan KPK berlatar belakang akademisi ini menyebut, dari 23 putusan PK yang mengurangi hukuman terpidana korupsi, 12 di antaranya merupakan putusan yang sudah inkrah di pengadilan tingkat pertama. Menurutnya, sistem hukum di Indonesia menganut sistem kontinental, sehingga kasus per kasus yang diadili di persidangan memiliki karakteristik sendiri-sendiri dan tidak terkait dengan kasus lainnya.

Lantas, Ghufron menduga adanya modus para terpidana untuk mendapat pengurangan hukuman melalui PK. Sebagian koruptor itu mulanya menerima putusan pengadilan dengan tidak mengajukan banding atau kasasi hingga berkekuatan hukum tetap, kemudian setelah menjalani hukuman langsung mengajukan PK.

“Kami kemudian mencermati bahwa ini seakan-akan menjadi strategi baru bagi para koruptor untuk kemudian menerima dan kemudian tidak berproses upaya hukum biasa, yaitu banding dan kasasi tetapi menunggu sampai inkrah dilalui dulu beberapa bulan kemudian mengajukan PK,” cetus Ghufron. (305/jpc)

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.