Mahasiswa Lakukan Pelecehan Seksual Berkedok Penelitian, Ini Tanggapan Psikolog

Dugaan pelecehan seksual, korban dibungkus menyerupai pocong dengan menggunakan kain jarik. (Twitter: @m_fikris).

DENPASAR | patrolipost.com – Dunia maya sedang dihebohkan kasus dugaan pelecehan seksual berkedok penelitian ilmiah yang dilakukan oleh salah seorang mahasiswa bernama Gilang. Diketahui Gilang merupakan mahasiswa di salah satu PTN Surabaya.

Kasus ini pertama kali mencual setelah salah satu korban mengunggah cuitan di akun Twitternya @m_fikris. Berawal dari niat baik membantu penelitian, korban bersedia menjadi model penelitian.

Bacaan Lainnya

Dengan bantuan temannya korban dibungkus menyerupai pocong menggunakan kain jarik. Singkat cerita, Fikri menyadari bahwa penelitian tersebut melecehkan dirinya, dan menyadari tindakan tersebut termasuk kedalam kelainan perilaku seksual disebut fetish.

Menurut Psikolog dan Dosen Prodi Psikologi Universitas Udayana Wulan Budisetyani, perilaku fetish atau fetishistic termasuk dalam gangguan parafilia atau perilaku seksual menyimpang. Kelainan ini merupakan kesenangan seksual terhadap benda atau objek yang tidak mengandung unsur seksualnya, seperti sepatu high heels, tatto, stocking, baju berbahan sutra, kain atau jarik batik, dan lainnya.

Pada tingkatan tertentu, fetish bisa berubah menjadi fetish disorder atau gangguan, apabila sudah muncul obsesi berlebih dan mengganggu fungsi seksual yang normal atau ketika gairah seksual tidak muncul tanpa objek tersebut.

“Sehingga bagi orang yang memiliki fetish disorder, untuk mencapai gairah seksualnya dia minimal harus melihat, atau memegang, mengecap, mencium benda yang menjadi pemicu gairahnya tersebut. Menurut penelitian, gangguan ini memang lebih banyak terdapat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan.” imbuh Wulan, Jumat (31/7/2020).

Wulan juga menyebutkan penyebab seseorang bisa mengalami gangguan tersebut antara lain karena, pertama sejak remaja atau masa pubertas pernah menjadi korban atau pernah terpapar perilaku seksual fetish. Kedua, karena kemungkinan seseorang tidak lagi bergairah dengan objek seksual yang normal sehingga mencari kepuasan melalui cara atau objek lain.

“Terakhir adanya perasaan takut ditolak, tidak percaya diri, takut dihina, dan sejenisnya, apabila melakukan hubungan seksual dengan orang lain secara normal, sehingga berfantasi dengan benda-benda tersebut dia bisa melakukan kendali untuk melindungi dirinya atau mengatasi perasaan tidakmampuannya tersebut,” ungkapnya.

Orang dengan gangguan ini dapat disembuhkan walaupun tidak pulih seratus persen. Salah satu solusi menyembuhkan gangguan ini adalah dengan datang ke psikiater atau psikolog, gangguan ini bisa untuk dipulihkan.

Guna mencegah timbulnya perilaku fetish, orangtua dapat mendampingi anak atau remaja agar tidak terpapar perilaku fetish. Kemudian bisa juga dicegah dengan tidak mematikan rasa percaya diri anak, misalnya dengan memberikan julukan “gendut” atau “si hitaam keriting” dimana hal tersebut membuat anak atau remaja tidak memiliki rasa percaya diri yang kemudian bisa berlanjut ketika orang tersebut mengenal lawan jenis. (Cr01)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.