Loloh Cemcem dan Kawin Massal Diusulkan Jadi Warisan Budaya Tak Benda

Prosesi kawin massal di Desa Pengotan Bangli. (ist)

BANGLI | patrolipost.com – Minuman khas Desa Penglipuran, Kelurahan Kubu, Bangli yakni “loloh cemcem” dan “tradisi kawin massal” di Desa Pengotan, Kecamatan Bangli diusulkan menjadi waris budaya tak benda (WBTB) oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Bangli. Dalam proses pengusulan Disparbud menggandeng tim ahli dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali.

Kasi Sejarah dan Purbakala Disparbud Bangli, Sang Made Suda Adnyana mengatakan, sejatinya untuk pengusulan minuman loloh cemcem dan tradisi kawin massal menjadi warisan budaya tak benda sudah dirancang tahun 2019. Namun karena anggaran di tahun 2020 kena refocusing akibat Covid-19 maka  perencanaan tertunda.

Bacaan Lainnya

”Tahun 2021 diplot anggaran Rp 75 juta untuk usulan warisan budaya tak benda dan Rp 50 juta untuk usulan penetapan cagar budaya,” ujarnya, Senin (15/2/2021).

Menurut Sang Made Suda Adnyana, untuk loloh cemcem termasuk kuliner tradisional berupa keterampilan dan kemahiran tradisional. Sementara kawin massal  termasuk adat istiadat masyarakat dan ritual serta perayaan.

Lanjut Sang Made Suda Adnyana, adapun pertimbangan memilih minuman loloh cemcem dan tradisi kawin massal diusulkan jadi warisan budaya tak benda karena produk minuman loloh cemcem dan tradisi kawin massal hanya satu-satunya ada di Bali.

”Selain itu belum ada daerah yang mengusulkan kedua item tersebut sebagai warisan budaya tak benda,” ungkapnya.

Untuk proses pengusulan pihaknya menggandeng tim ahli dari Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Bali. Tim ini nanti akan mempersiapkan instrument pendukung untuk pengusulannya hingga ke Kementerian Pendidikan.

”Pengusulan dilakukan berjenjang setelah digodok di provinsi baru kemudian diusulkan ke Kementerian Pendidikan,” jelas Kasi asal Dusun Tambahan, Desa Jehem, Kecamatan Tembuku ini.

Disinggung keuntungan mengantongi label warisan budaya tak benda, kata Sang Made Suda Adnyana, selain untuk melakukan perlindungan sekaligus mencatat budaya tersebut, juga untuk menghindari klaim dari pihak lain.

”Selain untuk melestarikan apa yang ditinggalkan leluhur juga menghindari klaim kepemilikan dari pihak lain,” kata Sang Made Suda Adnyana. (750)

Pos terkait