Kapal Wisata Banyak Tenggelam, Bupati Mabar: Pengawasan Lemah, Kesepakatan Diabaikan

bupati mabar
Bupati Manggarai Barat, Edistasius Endi. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyoroti lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Kesyahbandaran Labuan Bajo terhadap pergerakan kapal wisata yang ada di Labuan Bajo maupun wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat.

Akibatnya begitu banyak terjadinya musibah kapal tenggelam di wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat. Diantaranya merupakan kapal yang tidak memiliki izin pelayaran dan tidak melakukan pemeriksaan dokumen layak berlayar (Clearance) sebelum berlayar.

Bacaan Lainnya

Sesuai data dari Dinas Perhubungan Kabupaten Manggarai Barat,  jumlah kapal wisata yang beroperasi di wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat hingga bulan Juli 2023 mencapai kurang lebih 700 kapal wisata. Namun, hanya 200-an kapal yang memiliki izin usaha pelayaran.

“Hanya 200-an kapal yang mengantongi izin dari Pemda, sementara kondisi eksisting kapal yang melakukan clearance itu ada 700-an. Ini kan yang seharusnya dikoordinasikan, kalau Pemda punya data yang kurang, ya dilengkapi oleh teman teman KSOP. Itu point MoU itu,” ujar Bupati Edi, Jumat (28/7/2023).

Sorotan ini kata Bupati Edi berdasarkan pada banyaknya insiden kapal wisata tenggelam di wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat  selama bulan Juli 2023 sehingga berdampak buruk bagi pariwisata Labuan Bajo.

Hingga akhir Juli, sudah terdapat 3 kapal wisata tenggelam. Pada 11 Juli 2023, Kapal Wisata Dragonet yang memuat 12 wisatawan tenggelam di perairan Pulau Padar menuju Pulau Komodo setelah kapal mengalami patah kemudi.

Pada 17 Juli 2023, sebuah sekoci milik KM Kaia tenggelam di sekitar perairan Pulau Mauwang, Taman Nasional Komodo. Seorang wisatawan meninggal dunia akibat peristiwa ini.

Sementara itu, pada tanggal 22 Juli, Kapal Wisata KM Teman Baik yang tengah memuat 9 wisatawan Malaysia tenggelam di Perairan Pink Beach, TNK setelah dihantam gelombang tinggi.

Sejumlah faktor ditengarai menjadi alasan utama banyaknya kejadian kapal tenggelam ini. Diantaranya kurangnya pengawasan akan kelayakan kapal untuk siap berlayar, baik dari segi kesiapan fisik kapal hingga ketersediaan sarpras pendukung seperti life jaket dan tabung pemadam kebakaran.

Selain itu, larangan berlayar karena gelombang tinggi yang kadang tidak dipatuhi para nahkoda kapal, kapal yang tidak menjalani proses pemeriksaan (clearing) sebelum berlayar hingga masih banyak kapal wisata yang beroperasi secara liar.

Sorotan Bupati Edi sendiri juga menyinggung sejumlah langkah antisipasi yang sebelumnya telah disepakati secara bersama guna menghindari terjadinya peristiwa yang dapat membawa dampak buruk bagi pariwisata Labuan Bajo.

Baik dari Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat yang mewajibkan semua kapal wisata memiliki surat izin operasi berlayar yang dikeluarkan Dinas Perhubungan, maupun pengawasan yang dilakukan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Labuan Bajo.

Salah satunya melalui Penandatanganan Kerja Sama atau MoU antara Pemkab Manggarai Barat dan KSOP Labuan Bajo pada 19 Juli 2021.

MoU ini kata dia, memuat tentang kolaborasi bersama dalam hal Pengawasan Lalu Lintas dan Aktivitas di Perairan Laut Kabupaten Manggarai Barat. Dimana tujuannya yakni mewujudkan kerja sama yang sinergi dalam rangka terciptanya tertib lalu lintas angkutan laut dan lalu lintas orang serta terpantaunya aktivitas orang di wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat dan efektivitas pemungutan atas penerimaan daerah dan penerimaan negara bukan pajak dalam wilayah perairan Labuan Bajo.

Namun Bupati Edi menyayangkan, perjanjian kerja sama ini tidak pernah dijalankan sebagaimana seharusnya.

“Ini soal MoU di tahun 2021, poinnya para pihak, baik kementerian dalam hal ini KSOP maupun Pemda harus berkoordinasi dalam hal pelaku usaha yang menjalankan usahanya di sini, khususnya di perairan baru boleh jalan itu kalau mereka sudah mengurus yang namanya izin operasi berlayar. Kalau tidak bisa, di pihak KSOP yang punya otoritas di laut tidak bisa clearance untuk izinkan,” tutur Bupati Edi.

“Kedua kewajiban terhadap membayar retribusi sampah, kalau 1 dari 2 ini saja tidak dipenuhi maka otomatis tidak diizinkan berlayar. Rupanya semakin ke sini MoU ini tidak dipatuhi dengan argumentasi bahwa mereka punya aplikasi baru, masa orang dibiarkan operasi tanpa izin. Pantauan banyak kapal yang tenggelam karena tidak dicek kelayakan kapal berlayar,” tambahnya.

MoU ini sendiri dibuat pada tanggal 19 Juli 2021 silam. Jika mencermati kembali isi pernyataan Kepala KSOP Labuan Bajo Hasan Sadili pada saat penandatanganan MoU ini, KSOP sebutnya tidak akan mengesampingkan sisi keselamatan pelayaran terkait sertifikat keselamatan, PAS kecil, PAS besar harus terpenuhi.

Selain itu ia juga menyebutkan Pemkab Mabar memiliki kewenangan untuk memberikan Surat Izin Usaha Pelayaran (SIUP) bagi setiap kapal untuk bisa berlayar. SIUP merupakan kelengkapan wajib yang harus dimiliki oleh pemilik kapal dan itu merupakan kewenangan Pemda Mabar dalam hal ini Bupati seperti diamanatkan dalam PP No 20 Tahun 2010 dan PM Perhubungan No 93 tahun 2013 terkait aturan di perairan.

Untuk itu Ia menegaskan, untuk prosedur penerbitan clearance (surat izin berlayar) bagi semua kapal wisata harus diberikan hanya kepada kapal wisata yang telah mengantongi izin SIUP.

“Sehingga ada tanggung jawab bersama mengawasi pelabuhan, kita akan berusaha membantu daerah ini melalui pendapatan dari sisi pariwisatanya bisa terpenuhi,” kata Hasan Sadil saat itu.

Dalam kesempatan tersebut juga, Bupati Edi menyebutkan bahwa MoU ini sendiri menjadi salah satu upaya dalam memaksimalkan pendapatan daerah melalui penarikan retribusi sampah kepada setiap kapal – kapal wisata. Akibat kurangnya koordinasi dan lemahnya pengawasan, Kabupaten Manggarai Barat sebutnya harus kehilangan pendapatan yang sangat besar.

“Dari 700-an hanya ada 200-an yang mengantongi izin beroperasi di Wilayah Mabar. Dari 200-an itu, tidak semua juga yang bayar retribusi sampah. Kalau kesehariannya semua diberikan kemudahan hancur daerah ini,” tuturnya.

Bupati Edi juga menyoroti adanya salah satu kejadian unik saat sejumlah tim gabungan dari Dinas Perhubungan, SatPol PP, Badan Pendapatan Daerah, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan pada Jumat (28/07) hendak menyegel salah satu kapal wisata yang belum mengantongi izin pelayaran serta menunggak pembayaran retribusi sampah di area Pelabuhan Labuan Bajo.

“Ada hal yang aneh, saat kita mau police line sejumlah kapal yang tidak memiliki surat izin dan belum membayar sampah. Eeh tiba tiba dia kabur, itu kan ada hal yang tidak beres, padahal sebelumnya kita sudah pantau. Inilah yang sama sama kita benahi,” pungkasnya.

Untuk lebih mengoptimalkan fungsi pengawasan ini, Bupati Edi menyebutkan Pemkab Mabar bersama sejumlah pihak terkait lainnya dalam waktu dekat akan memberlakukan sistem satu pintu (One Gate One System). Hal ini pun sebutnya telah dibahas dalam rapat bersama sejumlah pihak beberapa waktu lalu.

“Beberapa hari yang lalu kami ada Rakor yang melibatkan Forkopimda, maupun stakeholder lainnya termasuk KSOP, BTNK, BOP. Poin-nya bersinergi, mewujudkan one gate one sistem, nanti berkantor bersama di sini termasuk KSOP dan Pemda maupun unit kerja lainnya termasuk Pol Air, TNI Al. Tujuannya memastikan kapal yang berlayar, tidak hanya layak secara administrasi tapi juga secara teknisnya,” ungkapnya.

Adapun mekanismenya nanti adalah titip point keberangkatan semua kapal wisata akan dipusatkan pada satu titik yakni di dermaga Marina Labuan Bajo. Hal ini untuk mempermudahkan pengawasan kapal kapal wisata yang selama ini melakukan aktivitas keluar masuk dari beberapa titik point seperti dari dermaga biru maupun dari dermaga hotel.

Untuk mewujudkan hal ini, Pemkab Mabar sebutnya akan segera melakukan sosialisasi kepada para pelaku usaha sebelum mulai diberlakukan pada Minggu ke-2 bulan Agustus 2023.

“Semua kapal bersandar di pelabuhan ini (Marina Labuan Bajo), berangkat semua dari sini yang tidak memenuhi kualifikasi, tidak boleh berlayar. Tidak boleh ada yang berlayar dari tempat lain, sudah disepakati dalam forum itu. Paling telat Minggu kedua bulan Agustus kita sudah terapkan karena kita akan awali dengan sosialisasi melibatkan stakeholder dan pelaku usaha wisata,” tutupnya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.