Dokter Forensik RSUP Sanglah: Jenazah Pasien Covid-19 Tidak Berbahaya

Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah dr Kunthi Yulianti SpF.

DENPASAR | patrolipost.com – Adanya penolakan warga terhadap jenazah korban virus Covid-19 di beberapa daerah menjadi polemik yang memusingkan pemerintah. Padahal, jenazah pasien Covid-19 tidak berbahaya sebab tidak menularkan virus karena sudah ditangani sesuai protap oleh pihak rumah sakit.

Penegasan itu disampaikan Kepala Instalasi Kedokteran Forensik RSUP Sanglah dr Kunthi Yulianti SpF menjawab pertanyaan seputar kekhawatiran masyarakat terhadap jenazah pasien Covid-19. Menurutnya, jenazah pasien Covid-19 tidak berbahaya bagi masyarakat dan lingkungan jika telah mengikuti protokol yang ditetapkan pemerintah melalui pihak rumah sakit.

Bacaan Lainnya

“Sebenarnya bila di rumah sakit penatalaksanaan berupa disinfeksi dan dekontaminasi tidak berbahaya. Maka tidak perlu menolak jenazah, mengucilkan keluarga pasien oleh masyarakat karena takut tertular Covid-19 ini,” kata dr Kunthi Yulianti, Senin (13/4/2020).

dr Kunthi Yulianti menerangkan, dengan disinfeksi dan dekontaminasi virus Covid-19 tentunya akan mati, karena disinfeksi adalah proses upaya untuk mengurangi atau menghilangkan kuman dari tubuh jenazah. Sedangkan dekontaminasi merupakan upaya guna mengurangi atau menghilangkan kuman pada lingkungan atau benda-benda di sekitaran jenazah.

“Kita melakukan disinfeksi terlebih dahulu dengan memasukkan kapas yang berisi cairan disinfektan ke dalam tubuh jenazah,” ungkapnya.

dr Kunthi menyebutkan, hal pertama yang dilakukan yakni memberikan disinfeksi di lubang hidung, supaya cairan dan zat napas saat dimiringkan tidak keluar. Kemudian langkah berikutnya tubuh jenazah disemprot dengan cairan disinfektan.

“Setelah itu jenazah kita tutup rapat menggunakan plastik kedap air agar kalau ada kebocoran cairan tersebut tidak mengotori lingkungan,” sebutnya.

Langkah selanjutnya jenazah akan melalui tahap dekontaminasi yaitu dengan menyemprotkan gas disinfektan ke seluruh permukaan plastik membungkus jenazah tersebut.

Menurut dr Kunthi, jenazah pasien Covid-19 akan dimakamkan maupun diaben seperti tata cara orang meninggal pada umumnya. Jenazah dapat dibungkus dengan kain kafan bagi yang beragama Islam atau kain kasa bagi yang beragama Hindu atau pakaian biasa untuk umat Nasrani di atas plastik tersebut.

“Kita akan mengulang menyemprotkan gas disinfektan, lalu kita akan masukan ke dalam peti. Petinya kita dekontaminasi dengan menyemprotkan disinfektan,” tambahnya.

Sedangkan seluruh permukaan peti didekontaminasi dengan menyemprotkan gas disinfektan dan ditutup menggunakan paku agar tidak dibuka kembali.

“Artinya pada jenazah dilakukan berulang-ulang dari mulai disinfeksi maupun dekontaminasi sehingga virus mati,” katanya.

Berdasarkan prinsip jenazah pasien dengan Covid-19, harus segera dimakamkan atau dikremasi maupun diaben.

dr Kunthi menuturkan bila diperlukan upacara kematian dapat dilakukan dengan sederhana. Misalnya, dengan disholatkan (untuk yang beragama Islam), namun tetap memperhatikan seruan dari pemerintah. Maka dari itu, upacara ngaben dalam agama Hindu di Bali dengan beberapa prosedur upacara yang  sedikit menunda waktu tersebut, masih dapat dilakukan secara sederhana.

Hal tersebut dapat dilakukan dengan menambah disinfeksi tambahan berupa formalin intra arterial sebanyak 10 % pada jenazah.

“Tadi petinya sudah siap itu diberikan obat cara sederhana, kemudian dibawa ke krematorium atau kuburan. Namun kita juga tidak bisa menghadapi kenyataan, kita di sini di Bali ada upacara ngaben mungkin ada sedikit menunda waktu, maka diperlukan tambahan berupa formalin intra arterial sebanyak 10 persen,” tuturnya.

Ia menambahkan, bahwa dalam pemberian tambahan tersebut tidak sembarang orang dan hanya boleh dilakukan di rumah sakit dengan pengawasan dokter forensik. (cr02)

 

Pos terkait