Bupati Mabar ‘Ngotot’ Pungutan Pajak Hotel dan Restoran Kapal Wisata Berlaku Awal 2024

pungutan phr
Kapal wisata di Labuan Bajo bakal dikenai pajak PHR mulai awal tahun 2024. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar) akan menerapkan pajak hotel dan restoran bagi ratusan kapal wisata yang beroperasi di wilayah Kabupaten Manggarai Barat. Aturan ini akan mulai diberlakukan pada awal tahun 2024.

Adapun dasar hukum dari penerapan kebijakan ini diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Manggarai Barat No 6 tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengenaan pajak di atas kapal wisata ini nantinya merupakan bagian dari jenis Pajak Jasa Akomodasi Perhotelan dan Pajak Makan Minum. Selain itu terdapat pula aturan lain yang beririsan dengan kebijakan ini yakni Perda No 10 Tahun 2023 tentang penyelenggaraan angkutan.

Bacaan Lainnya

Sama seperti pajak hotel dan restoran yang ada di darat, penarikan pajak hotel dan restoran kapal wisata juga sebesar 10 persen. Mekanisme perhitungan 10 persen ini nanti dihitung dari biaya makan minum dan jasa penginapan paket wisata kapal tersebut.

Penerapan kebijakan ini mendapatkan penolakan dari para pelaku wisata yang ada di Labuan Bajo. Umumnya para pelaku wisata mengeluhkan tidak adanya sosialisasi terkait rencana penerapan kebijakan ini. Selain itu, mereka juga menilai penerapan kebijakan ini hanya akan mengganggu pertumbuhan pariwisata di Labuan Bajo yang baru saja berangsur pulih pasca pandemi Covid 19.

“Menjelang akhir tahun iklim pariwisata di Labuan Bajo sebagai destinasi wisata premium kembali mendapat kabar buruk, dimana kapal wisata akan dibebankan Pajak Hotel dan Restoran. Ini akan menganggu aktivitas pariwisata di Labuan Bajo,” ujar Ketua Asosiasi Kapal Wisata Kabupaten Manggarai Barat, Ahyar Abadi beberapa waktu lalu.

Pelaku wisata lainnya juga menilai pengenaan pajak hotel dan restoran bagi kapal wisata tidaklah tepat karena kapal wisata termasuk dalam jenis moda transportasi yang selalu bergerak berlayar dan tidak berdiam pada satu tempat layaknya sebuah hotel.

“Kapal pinisi itu moda transportasi, bukan hotel, tidak ada pajak hotel,” ujar ketua Dewan Pimpinan Cabang Gabungan Pengusaha Wisata Bahari dan Tirta Indonesia (Gahawisri) Labuan Bajo, Budi Widjaja.

Alih alih langsung diterapkan pada awal tahun 2024, pelaku wisata menyarankan agar Pemkab Mabar sebaiknya memanfaatkan waktu untuk menggelar sosialisasi terkait rencana kebijakan ini kepada para pelaku wisata, termasuk membicarakan sejumlah dampak buruk yang ditakutkan akan muncul sebagai akibat dari penerapan kebijakan yang dianggap terburu buru dan terkesan dipaksakan ini.

Namun sebaliknya, Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyebutkan kebijakan ini tetap akan langsung dilaksanakan pada awal tahun 2024. Bupati Edistasius menyebut tahapan sosialisasi justru sudah dilakukan jauh hari sebelumnya, di saat Pemkab Mabar mendorong lahirnya rancangan peraturan daerah (Ranperda) tentang penyelenggaraan Angkutan (Darat dan Laut).

Adapun sosialisasi di Minggu pertama dan kedua pada bulan Januari 2024 yang telah digagas Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Manggarai Barat hanya bersifat pemberitahuan terkait penerapan aturan ini.

“Siapa bilang tidak ada sosialisasi? Undangannya ada, foto pesertanya itu ada, sebelum dibahas di DPRD, pertemuannya (sosialisasi) di kantor camat,” ujar Edistasius belum lama ini.

Bupati Edi menyebutkan pemberlakuan pungutan pajak ini tentu sudah melalui kajian hukum yang tentu tidak akan berbenturan dengan aturan hukum yang lebih tinggi.

“Terkait kewenangan, dipersetujuan substansi dari Kemendagri tidak ada yang bertentangan dengan UU No 1 Tahun 2022 (Hubungan Keuangan antara pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah) maupun PP 35 tahun 2023 (Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah), terhadap yang menyelenggarakan fungsi hotel dan restoran, artinya semua sesuai dengan ketentuan. Perda ini tidak akan bisa ditetapkan kalau bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi,” ujar Bupati Edi.

Bupati Edi juga menjelaskan Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat memiliki kewenangan untuk melakukan penarikan pajak pada kapal wisata yang dalam aktivitasnya beroperasi penuh dalam wilayah di ujung Barat Pulau Flores tersebut.

“Terkait dengan pelayaran, yang lalu lintasnya masih dalam 1 kabupaten itu domainnya Pemda. Kalau itu antar kabupaten dalam 1 provinsi itu domainnya provinsi. Kalau dia antar kabupaten dan provinsi itu domainnya Kementerian Perhubungan. Kondisi eksisting-nya, aktivitas kapal wisata itu ada dalam wilayah kabupaten Manggarai Barat, maka itu jelas domainnya Pemkab Mabar,” tegasnya.

Lebih jauh dijelaskan, dalam pelaksanaanya, tidak semua kapal wisata akan dikenakan pajak hotel dan restoran. Terhadap sejumlah kapal wisata yang tidak memiliki fungsi penginapan maupun penyediaan makan dan minum selama berlayar, tentu tidaklah sama dengan kapal wisata yang menghadirkan fungsi penginapan serta restaurant di atas kapal.

“Kalau kapal hanya berperan mengangkut tanpa penginapan pemberlakuannya beda dengan yang berlayar tapi sekaligus menjalankan fungsi hotel dan restoran. Nanti ada izin lingkungannya juga yang kurang lebih sama perlakuannya dengan yang mendirikan usaha di darat,” tuturnya.

Saat ini kata Bupati Edi, Pemkab Mabar juga tengah mendorong terciptanya sistem satu pintu atau One Gate System sebagai langkah solutif dalam hal pengawasan dan pendataan.

Lahirnya Perda No 10 Tahun 2023 tentang penyelenggaraan angkutan disebut merupakan salah satu bagian ekosistem pendukung dari pemberlakuan sistem satu pintu. Sistem ini juga dianggap mampu mengatasi sejumlah permasalahan yang kerap terjadi dalam industri pariwisata di Labuan Bajo. Diantaranya meminimalisir aktivitas kapal wisata liar, pendataan kapal-kapal wisata, kepatuhan terkait retribusi sampah hingga penertiban sejumlah kapal wisata yang melanggar aturan layak berlayar dan pendataan jumlah wisatawan yang berkunjung ke setiap spot destinasi dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK).

“Cita-cita kita dengan berjalannya one gate system maka akan ada pengenaan bagi orang yang ke Padar dan Komodo. Jadi pengawasannya cukup pada satu tempat yang menjadi pintu keberangkatan, tidak perlu ada petugas di Pulau Padar ataupun Pulau komodo. Jadi orang ke tempat objek wisata tidak disibukan lagi dengan urusan administrasi lagi, tinggal menikmati keindahan alamnya,” sebut bupati.

Untuk diketahui, saat ini Pemkab Mabar mencatat terdapat 400-an kapal wisata yang telah terdata secara resmi dalam sistem dari total 700 lebih kapal wisata yang dipantau beroperasi di Labuan Bajo. Keberadaan kapal wisata mulai dari yang berjenis open cabin hingga private cabin menjadi ekosistem penting dalam industri pariwisata Labuan Bajo. Kehadiran sejumlah kapal wisata yang telah dimodifikasi menjadi sebuah hotel terapung pun diharapkan memiliki andil dalam peningkatan ekonomi di Kabupaten Manggarai Barat. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.