Disinyalir Banyak Pelaku Valas Ilegal Beralih Operasi dari Kuta ke Ubud

Ketua BPD KUPVA Bali, Hj. Ayu Dhama (kanan) saat menghadiri penandatanganan kerjasama KPw BI Bali dengan Desa Adat Ubud tentang perdagangan valas.

 

Bacaan Lainnya

 

DENPASAR | patrolipost.com – Disinyalir banyak pelaku valas ilegal yang kerap menjalankan aksinya di daerah Kuta, Legian dan Seminyak, berpindah ke kawasan Ubud, begitu disampaikan Asosiasi Penukaran Valuta Asing (APVA) Bali, begitu diungkapkan Ketua BPD Kegiatan Usaha Perdagangan Valuta Asing (KUPVA) Bali, Hj. Ayu Dhama disela penandatanganan kerjasama dan sosialisasi KPw BI Bali dengan Majelis Desa Adat Ubud, Senin (10/2/2020).

“Kami melihat kecenderungan oknum penipu kegiatan valuta asing yang dari Kuta lari ke Ubud karena di kawasan Kuta dan Seminyak itu sudah mulai ketat pengawasannya,” ujar Ayu Dhama disela-sela kegiatan sosialisasi Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Bali terkait ketentuan KUPVA BB, di Ubud, Kabupaten Gianyar, Senin.

Menurut Ayu, modus penipuan yang umumnya dilakukan oknum pelaku KUPVA BB tak berizin adalah dengan melakukan kurang bayar terhadap transaksi penukaran mata uang asing dari wisatawan mancanegara.

“Karena kami mendapatkan informasi tamu (wisatawan) ditipu-tipu itu, maka kami melakukan pengamatan ke Ubud,” ucapnya.

Dari hasil pemantauannya hingga akhir 2019, ditemukan ada sekitar 12 “outlet” valuta asing ilegal di kawasan wisata Ubud itu.

Oleh karena itu, pihaknya mengapresiasi langkah dari pihak Camat Ubud dan Majelis Desa Adat Kecamatan Ubud, yang ingin diberikan pembekalan dan sosialisasi mengenai ketentuan kegiatan usaha penukaran valuta asing bukan bank (KUPVA BB).

“Sosialisasi dan pembekalan ini sengaja diberikan kepada para bendesa (pimpinan desa adat) karena memang mereka yang bersentuhan langsung dengan masyarakat dan kegiatan usaha valuta asing juga berada di wilayah desa adat,” ujarnya.

Jika para pimpinan desa adat sudah paham, lanjut Ayu, maka mereka bisa menginformasikan lebih lanjut mengenai ciri-ciri KUPVA BB tak berizin kepada masyarakatnya, dan kemudian melaporkan kepada pihak terkait jika di lingkungan sekitar ditemukan pelaku penukaran valas ilegal

“Harapan kami, dengan adanya sosialisasi dan penandatanganan pernyataan bersama dengan melibatkan Majelis Desa Adat di Kecamatan Ubud ini, maka akan berkurang ‘money changer’ tak berizin. Di samping kami memberikan pemahaman pada masyarakat bahwa usaha KUPVA masih menjanjikan bagi Ubud dengan geliat wisatanya yang bagus,” katanya.

Bahkan pihaknya menginginkan jika ke depannya antisipasi kehadiran “money changer” ilegal juga bisa tertuang dalam “perarem” atau kesepakatan adat tertulis. “Kami mengapresiasi betapa 32 bendesa adat (pimpinan desa adat) di Kecamatan Ubud sangat antusias menyelamatkan wilayahnya dari pelaku ‘money changer’ bodong,” ujar Ayu.

Sebelumnya pihak Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali mencatat hingga akhir Januari 2020, jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin di Provinsi Bali tercatat sejumlah 627 kantor, yang terdiri dari atas 127 Kantor Pusat dan 500 Kantor Cabang.

Kepala Divisi SP PUR Layanan dan Administrasi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Agus Sistyo Widjajati mengatakan jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB Berizin itu meningkat 3,35 persen (yoy), dibandingkan bulan yang sama tahun sebelumnya yang berjumlah 606 kantor, yang terdiri dari 123 kantor pusat dan 483 kantor cabang.

Sementara itu, dibandingkan nasional jumlah jaringan kantor Penyelenggara KUPVA BB di Provinsi Bali mencapai 29 persen.

Untuk jaringan kantor KUPVA BB yang berlokasi di Kabupaten Gianyar tercatat sejumlah 69 kantor yang terdiri dari 12 Kantor Pusat dan 57 Kantor Cabang, dengan total transaksi Rp3,97 triliun atau 11 persen dari total transaksi KUPVA di wilayah Provinsi Bali yang mencapai Rp37,8 triliun. (473)

 

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.