Nelayan di NTT Enggan Melaut, Harga Solar Subsidi Capai 15.000/Liter

nelayan ntt
Sejumlah kapal nelayan di Pulau Messah, Desa Pasir Putih, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT tidak bisa melaut karena harga BBM terlampau mahal. (afri)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Nelayan di wilayah kepulauan Nusa Tenggara Timur (NTT) mengeluh dan enggan melaut karena mahalnya harga solar bersubsidi. Kios-kios minyak yang ada di wilayah kepulauan menjual solar bersubsidi Rp 12.500 sampai Rp 15.000 per liter.

Pemerintah Indonesia resmi menaikan beberapa jenis harga BBM sejak Sabtu (3/9/2022) lalu. BBM jenis Pertalite yang semula dari Rp 7.650 menjadi Rp 10.000, harga BBM subsidi jenis solar dari Rp 5.150 jadi Rp 6.800. Pertamax nonsubsidi dari Rp 12.500 jadi Rp 14.500.

Bacaan Lainnya

Namun aturan ini ternyata tidak berlaku di Nusa Tenggara Timur (NTT). Nelayan di Kabupaten Manggarai Barat, tepatnya di Kampung Messah, Desa Pasir Putih, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat. Di sini, nelayan harus membeli BBM jenis Solar Subsidi dengan harga yang cukup tinggi, dua kali lipat dari harga yang ditetapkan dalam aturan baru.

Warga Pulau Messah yang berprofesi sebagai nelayan berinisial WT (45) mengeluhkan harga beli solar subsidi yang mencapai Rp 12.500 hingga Rp 15.000 per liter yang dibeli dari kios – kios yang ada di Pulau Messah.

“Kami nelayan di desa ini mengeluh Pak, sejak pemerintah menetapkan harga BBM ini dimana dalam akhir pekan ini harga solar subsidi di sini kami beli mencapai Rp 12.500 per liter di kios dan itu pun kami setengah mati untuk bisa beli karena terlalu mahal kami tidak mampu,” ungkapnya kepada media ini, Senin (12/9/2022).

Lanjut WT, para nelayan di Pulau Messah merasa heran dengan kondisi harga jual yang begitu tinggi mengingat harga tersebut hampir dua kali lipat dari standar nasional solar subsidi yang dijual Rp. 6.800 per liter dan Pertalite Rp 10.000 per liter di Stasiun Pengisian Bahan Bakar (SPBU). Selain harus dibeli dengan harga yang cukup mahal, nelayan di Kampung Messah juga mengeluhkan keterbatasan ketersediaan stok BBM.

“Kami merasa heran kenapa para penjual di kios kios di sini jual kepada nelayan mencapai sampai Rp. 12.500 per liter sementara pembelian mereka di pangkalan hanya Rp 6.800 per liter dan Pertalite Subsidi hanya Rp 10.000 per liter. Ini benar – benar sangat merugikan masyarakat sekalipun dengan harga tersebut kami ikuti. Bagaimana ceritanya mereka jual segitu tinggi,” keluh WT dengan nada kesal.

Kondisi ini pun menyebabkan sebagian nelayan di Pulau Messah memutuskan untuk tidak melaut karena tidak sanggup membeli solar dengan harga Rp 12.500 per liter.

“Ya sekarang karena dengan harga solar subsidi tersebut terlalu mahal maka akibatnya kami nelayan banyak yang tidak melaut hingga saat ini tidak ada yang sanggup beli dengan harga itu Pak. Ini harga membunuh masyarakat,” imbuhnya.

Nelayan di kepulauan, berharap kepada Pemerintah Pusat dan Daerah serta terutama kepada penegak hukum agar memperhatikan nasib dan keluhan yang dialami oleh nelayan saat ini.

“Kami berharap kepada pemerintah agar memperhatikan apa yang kami alami saat ini lebih lebih kepada penegak hukum untuk menelusuri mencari dan kalau bisa ditangkap para penjual yang mencari keuntungan besar dan yang merugikan masyarakat. Intinya kami mendukung Kepolisian bila terbukti dipenjarakan saja mereka,” harap WT yang mengaku mewakili nelayan – nelayan di kepulauan tersebut.

“Jika bisa kami mohon kepada Kepolisian agar turun langsung ke pulau pulau untuk mencari para penjual BBM dengan harga tinggi ini mereka keterlaluan tolong bantu kami,” tambahnya.

Keluhan WT turut diamini oleh Penjabat Sementara (Pjs) Kepala Des Pasir Putih, Ibrahim Hamso.

“Iya itu benar. Saat ini harga solar subsidi di kepulauan dan salah satunya di Pulau Messah sudah mencapai Rp 250.000 sampai Rp 300.000 per jerigen ukuran 20 liter, jadi itu sama dengan Rp 12.500 sampai Rp 15.000 per liter ini sangat luar biasa,” kata Hamso, Selasa (13/9/2022).

Hamso juga membenarkan jika banyak nelayan di kepulauan, khususnya Pulau Messah tidak melaut dikarenakan harga jual Solar Subsidi sangat mahal.

“Dampaknya sekarang sudah banyak nelayan yang tidak melaut. Kenapa? Ya karena tidak sanggup membeli harga segitu Pak kasihan sekarang nasib nelayan jika mereka tidak melaut apa untuk biya hidup mereka sementara harga barang kebutuhan sekarang sudah naik semua. Sungguh keterlaluan para penjual penjual solar di sini,” ujar Hamso dengan nada kecewa.

Hamso pun mengimbau kepada seluruh para penjual solar subsidi di setiap kios di kepulauan untuk tidak mengambil keuntungan yang sangat tinggi kepada para nelayan sehingga mengakibatkan nelayan enggan melaut.

“Kami imbau kepada seluruh penjual BBM khususnya di Pulau Messah agar jangan terlalu mahal lah dijual kasihan nelayan. Kan harga modal standarnya kita sudah tau hanya Rp 6.800 per liter, tapi kok bisa jadi Rp 12.500 sampai Rp 15.000 per liter. Ini sangat merugikan orang banyak nanti jika kena tangkap bagaimana karena kami sudah sering juga ingatkan,” tutur Ibrahim.

Pjs Hamso, berharap kepada Pemerintah Pusat dan Daerah serta kepada Kepolisian untuk sama sama melakukan pengawasan terkait dengan keluhan masyarakat terutama terkait kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Kepulauan.

Diketahui solar subsidi yang dijual oleh para penjual di Pulau Messah kepada nelayan di kepulauan berasal dari SPBU yang ada di Labuan  Bajo dengan harga beli Rp 6.800 per liter. Oleh pedagang kios, solar subsidi ini kemudian dijual dengan harga mulai Rp 12.500 sampai Rp 15.000 per liter kepada para nelayan yang ada di kepulauan.

Informasi yang dihimpun patrolipost.com, berikut merupakan uraian biaya pengambilan BBM dari Pangkalan di Labuan Bajo sampai ke Kios di Kepulauan:

Biaya buruh (jasa ojek) dari SPBU ke Dermaga tempat perahu Rp 5.000 per jerigen.

Biaya sewa perahu (kapal ojek) dari Labuan Bajo ke Pulau hanya Rp. 5.000 per jerigen.

Dan biaya buruh dari Dermaga di Pulau ke setiap rumah pemilik kios Rp 5.000 per jerigen. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.