10 ABK Dipulangkan, Owner Shiping Tolak Bertanggungjawab

SINGARAJA | patrolipost.com – Pasca mengalami kecelakaan laut di perairan Utara Bali, 10 anak buah kapal (ABK) KM Bintang Jaya VI yang terbakar, kondisi kesehatannya stabil. Tak ditemukan gejala mengkhawatirkan selama masa recovery di tempat penampungan.

Ironisnya, perusahaan tempat mereka bekerja menolak bertanggungjawab memulangkan dari Celukan Bawang ke Probolinggo, Jawa Timur. Menyikapi kondisi itu, komunitas pelabuhan Celukan Bawang mengambil inisiatif untuk memulangkan mereka ke tempat asal.

General Manager (GM) Pelindo III Celukan Bawang, Rio Dwi Santoso bersama Kepala Kesyahbandaran Otoritas Pelabuhan (KSOP) Celukan Bawang I Made Oka, sudah menghubungi pihak perusahaan/ownrer shiping tempat mereka bekerja. Namun perusahaan CV Napoli yang mempekerjakan 10 ABK itu berlepas tangan.

“Kami sudah melakukan kontak dengan owner shiping 10 ABK di Probolinggo, namun pemilik perusahaan menolak bertanggung jawab untuk memulangkan mereka,” terang Rio Dwi Santos dan dibenarkan Made Oka, Rabu (6/11).
Untuk mempercepat kepulangan para ABK, Rio mengaku melakukan koordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Buleleng, tentang tata cara pemulangan korban kecelakaan laut. Hanya saja, kata Rio, karena birokrasi yang cukup berbelit akhirnya, komunitas Pelabuhan Celukan Bawang melakukan kontak dengan Kodim 1609/Buleleng.
“Dari Dinas Sosial menjelaskan prosedur pemulangan ABK dan terlihat sedikit ribet karena urusan antar provinsi. Dinas Sosial hanya bisa memberikan pengantar untuk para korban kecelakaan laut pulang kembali ke Probolinggo,” imbuhnya.
Selanjutnya, Rio mengatakan, pihak Kodim 1609 bersedia mengantar 10 ABK itu hingga ke Mayangan, Probolinggo tempat dimana CV Napoli berkantor.

“Sekitar pukul 15.00 Wita, 10 ABK kami antarkan kembali ke tempat asalnya dengan menggunkan kendaraan Kodim Buleleng,” ucapnya.

KSOP Celukan Bawang Made Oka menyayangkan pihak owner lepas tangan terhadap kondisi ABK yang mengalami kecelakaan laut di wilayah perairan Bali Utara. “Sangat kita sayangkan. Dan itu menjadi lumrah karena para pelaut tidak dilengkapi surat perjanjian kerja dengan perusahaan yang dapat melindungi hak-hak mereka saat terjadi musibah,” ungkapnya.
Menurut Oka, pihak KSOP tidak memiliki dana taktis untuk digunakan saat emergency, sehingga pihaknya hanya memberikan surat keterangan kronologis jika terjadi peristiwa musibah laut kepada para pihak yang membutuhkan. 
Ke-10 ABK yang dipulangkan yakni, Martin (Nahkoda), Handy Hede Data (40), Hamzah (47), Timbul Parasian Situmeang (55), Danang Budi Santoso (26), Sabarudin (40), Haris Sutejo (36), Hoksiu (66) dan  Ramlan (45).
Sementara itu, usai melakukan pemeriksaan identitas sebelum kembali ke Probolinggo, Handy Hede Data sempat bercerita saat-saat kritis KM Bintang Jaya VI terbakar. Sebelum terbakar, kata Hendy, laju kapal sempat tersendat dan bergetar cukup kuat. Atas kondisi itu, Kapten Kapal Martin memerintahkan untuk mematikan mesin kapal dan meminta Hendy terjun ke laut untuk memeriksa baling-baling kapal.
Benar saja, ditemukan tali sepanjang 5 meter membelit baling-baling kapal yang membuat jalannya kapal sangat berat. “Sekitar 10 menit membuka belitan tali dari baling-baling dan setelah itu kami saya kembali naik ke kapal,” tutur Hendy.
Berselang 5 menit berada di kamar mandi, Handy mendengar teriakan dan gedoran pintu kamar mandi. Setelah dibuka ternyata api sudah sangat besar memenuhi ruang mesin.                                                                                    
“Usai itu saya naik ke atas kapal. Sekitar 5 menit, ke kamar mandi. Baru 3 gayung air membasahi tubuh. Terdengar teriakan ABK kapal lainnya meminta pertolongan. Dari gladak mesin kapal keluar api. Nahas kapal dengan sekejap terbakar,” kata Handy.
Kapten Kapal Martin langsung memerintahkan ABK untuk terjun satu persatu ke laut. Dengan melepaskan dua buah dampra pelampung. Sehingga semua ABK kapal terselamatkan oleh dua pelampung dampra.
“Seluruh peralatan keselamatan ikut terbakar termasuk life jacket tak sempat diselamatkan karena sudah terbakar,” kata Martin yang mengaku peristiwa itu merupakan yang kedua setelah sebelumnya mengalamai kecelakaan laut di perairan Masalembo tahun 2013 silam.
Menurut Martin, saat kapalnya terbakar, ada dua kapal yang kebetulan melintas di dekat mereka. Satu kapal tangker dan kapal cargo Pioner Vessel berbendara Hongkong. “Beruntung Kapal Cargo Pioneer Vessel berbendera Hongkong yang melintas dan memberikan pertolongan kepada kepada kami,” ungkapnya.
Martin mengaku gaji sebagai pelaut sangat kecil. Dalam satu kali perjalanan diberikan gaji oleh perusahan ikan CV Napoli, Probolinggo sebesar Rp 2,5 juta untuk satu orang crew kapal. Kata Martin, itu gaji bersih diluar makan dan minum saat perjalanan. “Memang sebesar itu (Rp 2,5 juta, red) bayaran yang diterima pelaut untuk sekali tempuh Probolinggo-Papua,” tandasnya. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.