Tradisi Mejaga Jaga di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa Tetap Eksis

mejaga jaga 11111
Suasana tradisi mejaga jaga di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa, Selasa (15/8). (ist)

SEMARAPURA | patrolipost.com – Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa menggelar tradisi mejaga-jaga, Selasa (15/8/2023). Tradisi ini rutin digelar setiap tahun untuk menghidari Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa dari pengaruh-pengaruh negatif dan sebagai sarana memohon kesuburan.

Tradisi mejaga-jaga tahun ini sengaja digelar lebih awal, karena tilem sasih karo yang jatuh pada, Rabu (16/8/2023) bertepatan dengan hari parah.

“Biasanya tradisi mejaga-jaga ini digelar, Rabu (16/8/2023). Tapi karena bertepatan dengan pasah, jadi ritual ini kami majukan. Ini tidak mengurangi makna dari ritual ini,” ungkap Bendesa Besang Kawan Tohjiwa, Wayan Sulendra, Selasa (15/8/2023).

Prosesi mejaga-jaga mulai digelar sekitar pukul 07.00 Wita. Ritual diawali dengan upacara matur piuning di Catus Pata Besang Kawan. Dalam ritual matur piuning ini, sapi cula (jantan) yang dipakai caru diperciki tirta dari Pura Dalem Desa Pakraman Besang Kawan Tohjiwa dengan banten lengkap. Sebelum diperciki tirta, sapi tersebut dimandikan secara khusus.

Setelah upacara atur piuning di Catus Pata, warga kemudian beramai- ramai mengarak sapi menuju utara di jaba Pura Puseh, sepanjang 250 meter dengan diiringi tabuh baleganjur. Sapi yang digunakan dalam upacara ini tidaklah sembarangan, namun dengan memenuhi beberapa syarat. Misalnya sudah dikebiri. Tidak boleh ada suku bang (kuku kaki berwarna merah), lidah sapi tidak boleh berwarna poleng serta tidak boleh ada panjut (ekor sapi berwarna putih).

“Tahun ini kami mendapatkan sapi ini di wilayah Buleleng,” jelas Sulendra.

Dalam pelaksanaan ritual ini, sapi untuk persemnahan yadnya itu lalu ditebas dibagian tertentu, menggunakan blakas (parang) sudamala yang dikeramatkan oleh warga. Darah yang berasal dari sapi kurban, lalu diperebutkan oleh warga. ceceran darah itu diyakini sebagai kurban untuk menjaga desa setempat, baik secara skala maupun niskala.

“Tradisi ini sudah dilaksankan warga secara turun menurun. Melibatkan 3 banjar di Desa Adat Besang Kawan Tohjiwa. Kami meyakini ritual ini untuk menetralisir atau membersihkan berbagai hal negatif, baik dari sisi pawongan, parhyangan, dan palemahan. Juga memohon kesuburan atas lahan pertanian atau tegalan warga,” ungkap Sulendera. (855)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.