Terungkap! Pembakaran Rumah Warga di Batugambir Dipicu Sertifikat Ganda

1 budi hartawan
Budi Hartawan SH. (ist)

SINGARAJA | patrolipost.com – Pemicu amuk massa yang berujung perusakan dan pembakaran rumah tinggal Sitiyah (74) dan Sahrudin (26) di Banjar Dinas Batugambir, Desa Julah Kecamatan Tejakula, Buleleng, Kamis (9/6) lalu mulai terkuak. Ternyata di lokasi lahan sengketa yang melibatkan Desa Adat Julah dengan dua warga I Wayan Darsana dan I Made Sidia dipicu munculnya Sertifikat Hak Milik (SHM) ganda.

Informasi di lapangan, SHM yang dikeluarkan BPN Buleleng pada tahun 1986 itu mencatat 2 sertifikat atas nama I Wayan Darsana dan I Wayan Sisa dengan ahli waris I Made Sidia. Luasnya  masing-masing, 7,300 m2 dan 7,000 m2.

Bacaan Lainnya

Menariknya, pada tahun 2018, Desa Adat Julah mengajukan permohonan sertifikat atas tanah milik Darsana dan Sidia melalui Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Tanah tersebut dipecah menjadi 11 lembar SHM dimana tanah seluas 7,300 m2 dipecah menjadi 5 sertifikat dan tanah 7,000 m2 dipecah menjadi 7 sertifikat.

Atas keganjilan itu kuasa hukum Wayan Darsana dan I Made Sidia, yakni Budi Hartawan SH

mempertanyakan pensertifikatkan 2 tanah milik Darsana dan Sidia. Padahal ada 5 sertifikat dalam satu lokasi yang tidak diklaim Desa Adat Julah dengan Kelian Adatnya.

Budi Hartawan menyebut ada lima sertifikat di tempat itu, satu sertifikat telah dijual kemudian ada 4 sertifikat lagi, kok hanya dua ini yang diklaim. Anehnya melalui PTSL BPN justru menerbitkan lagi sertifikat di atas sertifikat.

“Ini BPN ada apa? Dari luas lahan 7,300 m2 dipecah menjadi 5 sertifikat dan tanah 7,000 m2 dipecah menjadi 7 sertifikat masih berstatus sertifikat ganda, dalam satu objek sengketa, ini kesalahan BPN, menerbitkan  sertifikat di atas tanah yang telah bersertifikat. Berarti dalam kasus ini tetindikasi ada permainan mafia tanah,” tegas Budi Hartawan, Minggu (12/6/2022).

Terlebih, kata Budi Hartawan, tanah sengketa di Banjar Dinas Batugambir Desa Julah tersebut belum mendapatkan keputusan hukum secara tetap meski proses hukumnya telah dilakukan secara berjenjang melalui PTUN di Denpasar, Surabaya dan Mahkamah Agung (MA).

Namun dalam proses pengajuan gugatan disebutkan adanya keterlambatan pendaftaran sehingga masih melakukan upaya hukum tingkat peninjauan kembali (PK) pada MA di Jakarta.

“Berdasarkan amar putusan MA, adanya permohonan sertifikat yang dilakukan oleh Kelian Desa Adat Julah, pada objek sengketa tersebut sertifikat yang terbit lebih awal masih berlaku demi hukum, ini amar putusan MA yang menyebutkan,” sambung Budi Hartawan.

Dari putusan MA dan upaya hukum yang dilakukan melalui PK, Desa Adat Julah belum berhak untuk melakukan pengosongan ataupun menguasai kedua lahan milik I Wayan Darsana dan I Made Sidia yang dimiliki secara turun temurun. Bahkan katanya, telah terjadi upaya intimidasi dan pengancaman melalui surat oleh Desa Adat Julah.

“Ingat, belum ada putusan inkrah, terhadap tanah tersebut masih dalam gugatan PK, MA, masih berstatus sertifikat ganda, dalam satu objek sengketa, ini kesalahan BPN,” sambungnya.

Desa Adat Julah melalui suratnya tertanggal 8 Februari 2022 dan 30 Mei 2022 telah memberikan surat ancaman untuk mengosongkan lahan sengketa itu.

“Ada penggiringan opini yang menyebutkan desa adat menang di MA sehingga ada upaya pengancaman untuk mengosongkan lahan tersebut,” ujar Budi Hartawan.

Menurutnya, jauh sebelum peristiwa amuk massa itu ia telah bersurat kepada Gubernur Bali, Kapolda Bali, Kapolres Buleleng, Bupati Buleleng termasuk BPN Provinsi dan Kabupaten untuk melakukan langkah-langkah antisipasi.

“Upaya kami tidak mendapat respon dari para pihak itu sehingga terjadilah peristiwa amuk massa di Umanis Galungan tersebut,” tandasnya. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.