Sungai Wae Mese Tercemar, Warga Tiwu Nampar Komodo Sesalkan Aktivitas Galian C PT SMI

sungai wae mese
Kondisi aliran Sungai Wae Mese di Desa Tiwu Nampar, Kecamatan Komodo yang keruh diduga akibat aktivitas Galian C PT SMI. (afri)

LABUAN BAJO  | patrolipost.com – Sejumlah warga di Desa Tiwu Nampar, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT mengeluhkan aktivitas galian C yang menyebabkan Air Sungai Wae Mese keruh dan tercemar. Akibatnya warga menjadi sulit mendapatkan air bersih karena selama ini mengandalkan air Aungai Wae Mese.

Ahmad, warga Desa Tiwu Nampar menyebutkan hampir 1 tahun belakangan warga Kampung Mejer, Mbuhung dan Lambur Desa Tiwu Nampar dan warga Kampung Kenari dan Kampung Cumbi Desa Warloka tidak bisa memanfaatkan air sungai Wae Mese tersebut.

Bacaan Lainnya

“Air Kali Tiwu Nampar sudah lama tidak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk dikonsumsi maupun kebutuhan lainnya. Hampir satu tahun kami sudah tidak manfaatkan lagi air kali ini karena ada galian C di hulunya,” ungkapnya, Jumat (26/5/23) lalu.

Ahmad menyebut aktivitas galian C yang dimaksudnya merupakan milik PT Sentra Multikon Indo atau SMI. PT SMI disebut mulai beroperasi sejak tahun 2021 lalu. Selain menyebabkan aliran sungai menjadi keruh, aktivitas galian C juga menyebabkan aliran sungai tercemar limbah oli bekas.

Kondisi ini juga menyebabkan Yudi, warga Kenari, enggan memanfaatkan air tersebut untuk keperluan minum maupun mandi.

“Sebelumnya, kali tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Kenari dan sekitarnya. Karena adanya aktivitas Galian C yang dilakukan oleh PT SMI terpaksa kami tidak memanfaatkan air tersebut,” ungkapnya.

Warga sempat mengadukan masalah ini kepada aparat Kepolisian (Polsek Komodo) dan juga kepada salah seorang anggota DPRD Manggarai Barat yang kemudian ditindaklanjuti dengan mengecek langsung lokasi kegiatan tambang milik PT SMI di Desa Tiwu Nampar, Jumat (26/5/2023).

Ramli, petugas lapangan PT SMI saat ditemui mengakui bahwa keruhnya air dikarenakan adanya aktivitas galian C dari PT SMI.

“Di saat kita ada aktivitas memang airnya keruh,” ucapnya.

Terkait peninjauan lokasi galian yang dilakukan oleh Kapolsek Komodo dan salah seorang anggota DPRD, Ramli menyebutkan, sidak dilakukan menindaklanjuti keluhan warga terkait adanya aliran sungai yang tercemar limbah oli bekas dari sejumlah alat berat milik PT SMI.

“Mereka (Polisi) mengecek kadar minyak sebagaimana yang dilaporkan warga. Ketika dicek ternyata tidak ada,” ujarnya.

Ramli juga menyebutkan material dari galian C tersebut digunakan untuk pembangunan jalan salah satu lokasi di Kabupaten Manggarai Barat. Meski demikian, PT SMI sendiri diketahui belum memiliki izin untuk melakukan aktivitas galian C di Desa Tiwu Nampar.

PT SMI ditunjuk Pemkab Manggarai Barat sebagai salah satu PT yang mengerjakan ruas jalan di Kota Labuan Bajo, dimana sumber dana berasal dari dana pinjaman miliaran rupiah yang dilakukan oleh Pemkab Manggarai Barat guna membangun sejumlah ruas jalan.

Diduga, penunjukan PT SMI ini erat kaitannya dengan kedekatan komisaris PT SMI dengan salah satu pejabat tinggi di Pemkab Manggarai Barat, yakni Wakil Bupati Manggarai Barat Yulianus Weng. Mengingat PT SMI diketahui belum mengantongi izin produksi material galian C pada area aliran Sungai Wae Mese.

Hal ini pun diakui oleh Komisaris PT SMI, Willy Siboe. Saat diwawancarai, Willy mengakui PT SMI hanya mengantongi izin usaha pertambangan saja.

“Kalau izin produksi, dia itu 3 tahun baru urus izin produksi. Kita mau ambil dari mana materialnya? Itu tidak krusial menurut kita, karena kita di dalam Omnibus Law itu jelas, bahwa setelah 3 tahun baru kita berkewajiban dan berhak untuk mendapat IUP. Yang terjadi ini kan Bak Sampling, karena dia bukan tambang spesifik khusus, karena dia galian C,” katanya.

Wily tak menampik jika adanya aktifitas galian C menyebabkan air menjadi keruh namun ia membantah aktifitas galian mengakibatkan air tercemar oli bekas. Agar tidak memperparah kondisi aliran sungai, Willy menyebutkan pihaknya telah mengatur jadwal galian agar tidak dilakukan setiap saat.

“Di sana memang dulu pertama itu bersih, tapi semuanya itu kita bisa ngobrol, cek berapa orang masyarakat, karena ada yang suka dan tidak suka. Kalau soal oli itu tidak ada. Kalau keruh, iya. Makanya saya bilang ke pekerja kamu cari yang baik cara kerjanya, cari solusi misalnya kamu mau kerja pagi, subuh atau sore sampai malam,” jelasnya.

Meski belum mengantongi izin produksi, Willy menyebutkan jika ia tetap membayar pajak ke pemerintah. Bahkan dirinya tidak keberatan apabila galian C tersebut ditutup apabila ditemukan persoalan.

“Kita bayar pajak galian C miliaran rupiah itu. Atau kita pakai solar ilegal juga tidak. Besok atu lusa karena satu dan lain hal ini ditutup, tidak masalah, kecil itu. Saya tidak melihat itu sesuatu gitu loh,” kata dia.

Ia juga mempersoalkan masyarakat yang menyampaikan pengaduan ke media, sebab menurutnya media tidak bisa memberikan solusi atas persoalan yang ada. Untuk mendapatkan solusi, persoalan ini menurutnya harus langsung disampaikan kepada pemerintah, baik Pemda maupun pemerintah pusat.

“Saya tanya sama adik dulu, kira-kira solusinya bagaimana? Atau saya harus angkat kaki dari sana? Maunya begitu? Suruh mereka pergi ke Bupati, kemana pergi melapor toh atau kalau perlu lapor sampai ke Presiden. Ngapain kita diadu kaya begini? Tutup itupun tidak masalah, karena saya bukan hidup dari situ,” ujarnya.

“Kalau dia (warga) lapor di kamu (media) untuk selesaikan soal, itu tidak adil. Karena kamu bukan lembaga pemerintahan yang harus menyelesaikan soal. Kamu adalah teman-teman masyarakat yang membantu persoalan ini selesai. Kalau mau selesaikan soal, pemerintah dong turun tangan,” katanya.

“Kalau kita jadi halangan untuk orang maju di Manggarai Barat ini, saya angkat kaki,” tambahnya.

Willy juga mengaku memiliki kedekatan dengan sejumlah pejabat tinggi khususnya aparat penegak hukum di wilayah Kabupaten Manggarai Barat maupun NTT. Meskipun tidak diketahui dengan jelas maksud dari pengakuan ini.

“Kamu ketemu dengan Pa Kejari? Pa Bambang? Saya teman baik dengan Kejati dan hari Rabu saya main Golf dengan Dirjen intel, termasuk Pa Kuntaji. Kami semua teman baik,” ungkapnya.

Menurut Wily, persoalan tersebut merupakan konsekuensi dari pembangunan, ada dampak positif dan negatif. Penambangan bisa dilakukan kapan saja dan dimana saja sepanjang tidak mengubah aliran sungai.

“Semua yang terjadi inikan adalah konsekuensi dari pembangunan. Tidak ada larangan untuk tambang di kali galian C, yang dilarang itu, kita ubah aliran sungai, kita kasi belok kiri dan kanan,” kata Wily.

Di tempat terpisah, Kadis ESDM Propinsi NTT, Yusuf Adoe melalui sambungan telepon, Selasa (30/5/2023) mengatakan, ada tahapan-tahapan setelah proses mendapatkan IUP (Izin Usaha Pertambangan). Pertama mempunyai izin eksplorasi, dan tahap kedua memperoleh izin produksi.

Jika ada perusahaan yang sudah mempunyai IUP namun hanya baru mengantongi izin eksplorasi tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan pertambangan, karena melanggar Undang – undang No 3 Tahun 2020 pasal 169 yang berbunyi: “Setiap orang yang mempunyai IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi tetapi melakukan kegiatan Operasi Produksi dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paiing banyak Rp 1 00.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”

“IUP itu ada dua tahapan yaitu tahapan eksplorasi dan tahapan operasi produksi dan kalau dalam regulasi kalau baru punya IUP tahapan Eksplorasi tidak bisa lakukan kegiatan penambangan kalau sudah ada IUP Operasi Produksi baru boleh melakukan operasi penambangan,” jelas Yusuf. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.