Sosialisasi Redistribusi Tanah Kisruh, Warga Eks Timtim Desa Sumberklampok Pecah

warga timtim
Warga pengungsi eks Timtim menolak opsi sertifikat pekarangan dan terjadi keributan saat BPN Buleleng menggelar penyuluhan di desa itu, Rabu (22/5/2024). (ist)

SINGARAJA | patrolipost.com – Warga eks Timor-Timur (Timtim) yang mendiami lahan Lokasi Prioritas Reforma Agraria (LPRA) di Desa Sumberklampok, Gerokgak, Buleleng yang sedang memperjuangkan nasibnya untuk mendapatkan hak atas tanah tarancam terganjal. Pasalnya, antar warga eks pengungsi Timtim selaku pemohon terlibat konflik internal.

Akibatnya warga terbelah menjadi dua kubu yang saling bersitegang. Bahkan saat digelar acara penyuluhan oleh Kantor Pertanahan (BPN) Buleleng terkait redistribusi (redis) tanah di Desa Sumberklampok, Rabu 22 Mei 2024 nyaris terjadi baku hantam setelah salah satu pihak tidak puas atas jalannya acara penyuluhan yang dihadiri oleh Forkopimda Buleleng tersebut.

Bacaan Lainnya

Timbulnya perpecahan itu mencuat berawal munculnya kubu yang menerima opsi penerbitan  sertifikat lahan pekarangan. Padahal warga eks Timtim menginginkan penerbitan sertifikat pekarangan bersamaan dengan penerbitan sertifikat lahan garapan. Kabarnya, kubu pro sertifikat pekarangan didukung Kepala Desa/Perbekel Desa Sumberklampok Wayan Sawitrayasa. Sementara lawannya diback up Nengah Kisid selaku Ketua Tim eks Pengungsi Timtim dan Ni Made Indrawati dari Konsorsium Pembarauan Agraria (KPA) Bali.

Dikonfirmasi atas penolakan opsi sertifikat pekarangan Nengah Kisid mengatakan pihaknya tidak menolak namun meminta pihak BPN Buleleng menunda proses penerbitan sertifikat lahan pekarangan mengingat sedang dilakukan penyelesaian secara komprehensif.

“Prinsipnya kami tidak menolak (penerbitan sertifikat pekarangan) hanya meminta ditunda,” kata Kisid usai acara penyuluhan oleh BPN.

Kisid mengatakan dalam acara penyuluhan oleh BPN, pihaknya tidak diberi kesempatan berbicara sehingga warga tidak puas atas cara-cara yang ditempuh dalam menyelesaikan konflik agraria tersebut.

“Warga kemudian berteriak hingga menimbulkan kegaduhan,” imbuh Kisid.

Ia pun menyebut dalam proses penyelesaian konflik agraria tersebut telah terbit apa yang disebut desa indikatif yang mengarah kepada penyelesaian secara komprehensif.

“Kenapa harus dipaksakan. Jika saja telah terbit sertifikat pekarangan maka lahan garapan akan otomatis menjadi hutan sosial yang sangat sulit akan terbit sertifikat lahan garapan,” ujarnya.

Karena itu kata Kisid, pihaknya akan meminta bertemu dengan Kepala Kantor BPN Buleleng Agus Apriawan untuk berdialog lebih lenjut.

“Jika belum bertemu jangan lakukan kegiatan apapun di LPRA Bukit Sari,” ancam Kisid.

Sementara itu Agus Apriawan mengaku pasca acara penyuluhan dengan warga eks Timtim yang sempat kisruh akan melaporkan kasus itu lebih lanjut kepada Kementerian ATR-BPN dan Penjabat (Pj) Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana.

“Iya, ini yang akan kami laporkan ke  Pj Bupati Buleleng Lihadnyana dan ke Kementerian untuk dicarikan solusi,” jawabnya.

Sedangkan Perbekel Desa Sumberklampok Sawitrayasa hingga berita ini ditulis belum bisa dihubungi. (625)

Pos terkait