Rumah Singgah Peduli, Tempat Bernaung Pasien dengan Penyakit Kronis dari Luar Daerah

Penghuni Rumah Singgah Peduli RSUP Sanglah. (yani)

DENPASAR | patrolipost.com – Rumah Singgah Peduli adalah tempat bernaung bagi para pasien yang dirujuk ke rumah sakit di Provinsi Bali, khususnya RSUP Sanglah. Fasilitas ini disediakan untuk pasien yang berasal dari luar daerah dan pasien dengan ekonomi kurang mampu, yang sedang menjalani masa pengobatan jangka panjang, seperti kemoterapi.

Kesan tenang terasa begitu masuk ke dalam rumah yang berlokasi di Jalan Pertani, Dauh Puri Klod, Kecamatan Denpasar Barat ini. Suara beberapa anak yang sedang bermain samar terdengar, seakan tidak merasakan sakit bekas pengobatan.

Di Rumah Singgah Peduli ini terdapat 3 kamar dengan masing-masing memiliki 2 tempat tidur. Pasien yang dirujuk untuk berobat silih berganti datang ke Rumah Singgah Peduli, khususnya untuk pasien yang diagnosa penyakit kronis yang harus menjalani rawat jalan di RSUP Sanglah. Terlebih jika proses pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Rumah ini dapat menampung 10 pasien. Setiap pasien yang di Rumah Singgah Peduli harus membawa pendamping maksimal 2 orang, kalau pasien anak-anak boleh bersama kedua orangtuanya,” ujar pengurus Rumah Singgah Peduli Cabang Bali, Moko Wasiso atau lebih akrab disapa Moko.

Moko mengatakan, jaminan sosial kesehatan yang diperuntukan bagi pasien tidak mampu seperti BPJS, Jamkesmas, KlS hanya dapat mengcover biaya pengobatan serta tindak medis. Sedangkan untuk pemondokan atau penginapan tidak termasuk dalam program jaminan sosial kesehatan yang dibuat oleh pemerintah. Sehingga tidak sedikit pasien yang memilih berhenti meneruskan pengobatan atau pulang paksa karena sudah tidak memiliki bekal untuk melanjutkan proses pengobatan.

“Kami memberikan layanan sosial kesehatan untuk meringankan beban saudara-saudara kita ini, tidak melihat suku, ras dan agama, dan siap memberikan bantuan bagi masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal sementara waktu, khususnya bagi para pasien yang berasal dari luar daerah,” terangnya.

Bahkan tidak hanya layanan tempat tinggal sementara waktu, Moko mengungkapkan bahwa relawan Rumah Singgah Peduli ini akan melakukan pendampingan agar proses pengobatan berjalan dengan baik dan dengan harapan pasien dapat kembali ke daerah dalam keadaan sehat dan pulih seperti sedia kala.

Selanjutnya, Moko memaparkan bahwa Rumah Singgah ini tersebar di 8 provinsi di Indonesia, yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, Bali, Lampung, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, dan Sumatera Utara. Setiap Rumah Singgah memiliki lokasi yang berdekatan dengan rumah sakit yang menjadi rujukan di daerah tersebut.

Rumah Singgah memiliki satu ambulans yang mengantar jemput pasien dari Rumah Singgah ke RSUP Sanglah. Ambulans ini juga mengantarkan pasien kembali ke rumahnya. Hal yang sama juga dilakukan jika pasien yang tinggal di Rumah Singgah meninggal dunia selama menjalani pengobatan.

“Karena kalau diantar menggunakan ambulans rumah sakit kan ada biayanya, kami sebisa mungkin meringankan beban mereka. Tapi saat ini ambulansnya sedang mengalami kerusakan,” jelasnya.

Moko menuturkan bahwa Rumah Singgah kerap kali kekurangan sembako sehingga tidak jarang keluarga maupun pasien yang bernaung di Rumah Singgah melakukan iuran untuk membeli lauk pauk.

“Biasanya ada saja donatur yang memberikan sembako seperti beras, tapi kadang mereka keluarga pasien saling iuran buat membeli lauk pauk bersama,” terangnya.

Untuk saat ini, terdapat 5 orang pasien dan pendampingnya yang berada di Rumah Singgah. Salah satunya M Sihabul Yamin, remaja kelas 3 SMP asal Lombok Timur akan melakukan operasi syaraf mata yang ke-5 di RSUP Sanglah. Kemudian Ibrahim, pria paruh baya asal Bima, Nusa Tenggara Barat ini sudah 5 bulan tinggal di Rumah Singgah didampingi putrinya Rodiyah. Karena selama setahun ini menderita penyakit tumor mulut, sehingga harus menjalani serangkaian kemoterapi dan pengobatan lainnya.

Hal yang sama dialami Ni Kadek Swandani Pujiati didampingi ibunya, Luh Purni. Kadek Swandani yang kerap dipanggil Wanda ini masih duduk di kelas 5 SD dan selama 5 tahun mengidap penyakit Talasemia (kelainan darah bawaan). Kondisi ini membuatnya harus menerima dua hingga tiga kantong transfusi darah setiap bulannya, dengan pemeriksaan kesehatan rutin di RSUP Sanglah untuk menerima obat.

“Saya merasa terbantu sekali dengan adanya Rumah Singgah ini, karena setiap bulan harus ke RSUP Sanglah untuk melakukan tranfusi darah. Waktu yang dibutuhkan juga tidak sedikit, apalagi kalau tidak ada persediaan darah. Jadi kami harus mencari pendonor dan menunggu beberapa hari,” pungkas Luh Purni. (cr02)

Pos terkait