RJS Bangli Bentuk Tim Khusus Tangani Pasien dengan Riyawat Kekerasan

tim percepatan
Tim Khusus percepatan penanganan pasien dengan Riwayat kekersan bentukan RSJ Bali. (ist)

BANGLI | patrolipost.com – Pihak Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Bali di Kabupaten Bangli merawat pasien dengan riwayat melakukan kekerasan hingga penghilangan nyawa. Pasien mendapat penanganan medis cukup lama kisaran 5 sampai  8 tahun. Setelah kondisi pasien pulih mereka bisa dipulangkan. Untuk pemulangan pasien dengan riwayat kekerasan, RSJ bentuk tim khusus.

Plt Direktur RSJ Provinsi Bali dr Dewa Gede Basudewa SpKj menjelaskan pihaknya melakukan klasifikasi terhadap pasien yang ditangani di RSJ. Salah satunya pasien dengan riwayat melakukan tindak kekerasan yang menyebabkan korban jiwa. Tercatat ada 9 pasien dengan klasifikasi tersebut. Pasien yang berasal dari beberapa kabupaten di Bali ini, sudah mendapat penanganan medis cukup lama ada 5 tahun hingga 8 tahun.

Bacaan Lainnya

Pasien yang sudah sembuh tentu bisa dikembalikan kepada pihak keluarga. Namun hal tersebut tidak mudah, ada berbagai tahapan atau proses yang harus dilalui. Maka dari itu dibentuklah tim percepatan pemulangan pasien yang bermasalah tersebut.

Menurut dr Basudewa, pihak RSJ sudah bisa memulangkan dua pasien. Satu pasien dari Karangasem dan satu lagi dari Buleleng.

“Pasien bisa dipulangkan ketika sudah mendapat rekomendasi dari dokter penanggung jawab pelayanan. Kami tidak sembarang untuk memulangkan pasien,” ujarnya, Rabu (31/1/2024).

Selain memastikan kondisi pasien yang sudah pulih, pihak rumah sakit juga memastikan agar ketika pasien dipulangkan bisa diterima oleh keluarga dan lingkungannya. Sebelum pemulangan, kata dr Basudewa didampingi tim kerja perawatan Wayan Darsana tim percepatan pemulangan pasien turun langsung ke alamat pasien. Tim akan memberikan edukasi untuk menghilangkan trauma di keluarga atau lingkungan masyarakat akibat kasus yang terjadi sebelumnya.

“Selain itu, kami memberikan edukasi terkait tata cara pemberian obat, termasuk pihak keluarga  mengetahui tanda pasien kambuh,” jelasnya.

Meski sudah dipulang, pasien tidak serta merta lepas dari pengawasan. Pemulangan dilakukan secara bertahap, diawali selama 2 minggu. Kemudian pasien kembali melakukan kontrol ke RSJ. Dilakukan kembali perawatan selama 1 bulan, baru pasien pulang kembali.

“Ada yang baru tahap kedua, pihak keluarga meminta untuk tetap di rumah. Namun untuk kontrol/pemberian obat tetap berlanjut,” sebutnya.

Pihak RSJ berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten, dan pemerintah desa. Pengawasan secara berkelanjutan dilakukan dengan menggandeng Puskesmas. Dengan sistem yang diterapkan diharapkan pasien bisa kembali produktif.

Disinggung terkait pasien yang lain, pihaknya mengaku masih melakukan penjajakan. Pasalnya ada pasien yang tidak lagi memiliki keluarga. Ada yang keluarga dekat pasien pergi tranmigrasi pasca kejadian. Seperti pasien yang dari Buleleng, sebelumnya tidak memiliki tempat tinggal. Sehingga RSJ bersama pemerintah setempat berupaya untuk membuatkan tempat tinggal, termasuk juga kebutuhan makan.

“Sejatinya amat dibutuhkan rumah singgah, untuk bisa mengakomodir pasien yang sudah sembuh namun tidak memiliki keluarga atau tempat tinggal. Untuk di Bali baru ada 1 rumah singgah yakni di Tabanan,” sebutnya.

Dalam kondisi seperti ini penting peran semua pihak. Berbagai komponen ngerombo (gotong royong) untuk menangani permasalahan sosial ini. Pasien ODGJ juga memiliki hak yang sama, seperti hak perdata.

“Kami berharap pasien bisa diterima di lingkunganya. Pasien yang sudah pulih ini bisa diberdayakan sesuai dengan potensi yang dimiliki,” harap dr Basudewa. (750)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.