Polisi Gerebek Klinik Aborsi Beromset Rp260 Juta Per Bulan, Pelaku Dokter Abal-abal

Ini 10 tersangka kasus Klinik Aborsi beromset Rp 260 juta per-bulan yang diamankan Polda Metro Jaya.(ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Polda Metro Jaya kembali menggerebek klinik praktik aborsi ilegal yang beroperasi di Jakarta Pusat, beromset senilai Rp 260 juta per-bulannya.

Dari hasil penggerebekan tersebut, polisi berhasil menangkap seorang wanita berinisial LA (40) sebagai tersangka pemilik klinik aborsi beserta 7 orang karyawannya.

Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, diketahui klinik itu setiap harinya melayani 5 sampai 10 pasien aborsi. Pelaku menetapkan tarif berkisar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta untuk sekali aborsi, tergantung usia kandungan.

“Klinik berbentuk rumah ini beroperasi setiap hari Senin hingga Sabtu mulai pukul 07.00 – 13.00 WIB.
Klinik tidak beroperasi hanya pada Hari Minggu dan Hari Libur Nasional. Untuk setiap harinya mereka melayani praktik aborsi sebanyak 5 hingga 10 pasien aborsi. Artinya untuk per bulannya klinik aborsi ilegal ini mampu meraup omset hingga Rp 260 juta,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus, Rabu (23/9/2020) di Mapolda Metro Jaya.

Yusri Yunus juga menerangkan awalnya LA membuka klinik aborsi tersebut pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 di daerah Raden Saleh. Kemudian beroperasi kembali sejak bulan Maret 2017 hingga saat ini. Selain itu tersangka LA, juga membayar 7 karyawannya dengan upah harian senilai Rp 250 ribu per hari.

Sedangkan untuk dokter mendapatkan bagi hasil sebesar 40 persen dari total pemasukan harian.
“Klinik juga memiliki calo dengan pembagian keuntungan 50:50 setiap pembayaran dari pasien yang dibawa oleh calo,” tukasnya.

Untuk biaya yang dibebankan per pasien, jelas Yusri berkisar antara Rp 2,5 juta hingga Rp 5 juta tergantung usia kandungan. Dimana jumlah pasien rata-rata per hari antara 5 hingga 10 orang dengan omset berkisar Rp 10 juta sampai Rp 15 juta.

Dari perhitungan itu, jelas Yusri keuntungan yang didapatkan dalam satu hari diperkirakan sebesar Rp 10 juta untuk 5 orang pasien aborsi.

Sehingga jika dihitung sejak bulan Maret 2017 hingga bulan Agustus 2020 per 42 bulan mencapai Rp 260 juta x 42 bulan adalah Rp 10.920.000.000.

Selain itu lebih lanjut diterangkan Yusri Yunus, saat ini penyidik Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya tengah melakukan pengembangan perkara terhadap keterlibatan sejumlah tersangka lainnya, seperti tenaga medis yakni para dokter.

“Pengembangan terhadap sejumlah tersangka lainnya saat ini tengah dilakukan, termasuk keterlibatan para tenaga medis seperti dokter dalam praktik aborsi ilegal ini,” tegasnya.

Dilakukan Dokter Abal-abal
Lebih jauh, Kombes Yusri Yunus mengatakan, praktik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, bukan dilakukan oleh dokter yang berwenang. Salah satu dari sembilan tersangka berinisial DK yang berperan sebagai dokter aborsi ilegal itu tidak memiliki sertifikasi.

“Siapa dokter ini? Karena memang ada dokter inisial DK. DK lulusan Universitas Sumatera Utara. DK tidak memiliki sertifikasi sebagai dokter,” ujar Yusri saat rilis yang disiarkan secara daring, Rabu (23/9/2020).

DK selama ini hanya pernah menjadi koas atau co-asisten di salah satu rumah sakit yang tidak diselesaikan.

“Koas yang bersangkutan tidak sampai selesai, kemudian direkrut oleh si pemilik klinik untuk lakukan praktik aborsi,” kata Yusri. Sebelumnya, Polda Metro Jaya kembali menggerebek klinik yang menjalani praktik aborsi ilegal yang beroperasi sejak tahun 2017 lalu. Ada 10 orang tersangka yang diamanakan dengan inisial LA (52), DK (30), NA (30), MM (38), YA (51), RA (52), LL (50), ED (28), SM (62) dan RS (25).

Sejumlah tersangka itu memiliki peranan yang berbeda-beda mulai dari dokter, sekuriti, petugas kebersihan, sejumlah orang yang membantu dan pasien. Selama beroperasi, klinik tersebut mempromosikan jasa aborsi menggunakan website dan media sosial. Berdasarkan hasil pemeriksaan, para pelaku yang menjalani praktik aborsi ilegal itu dapat menerima pasien sebanyak 6 orang setiap harinya. Dari penangkapan para pelaku, polisi mengamankan barang bukti berupa sejumlah alat praktik kesehatan, beberapa obat, selimut dan dua buku pendaftaran. Para pelaku dikenakan Pasal 346 KUHP, Pasal 348 ayat (1) KUHP, Pasal 194 Jo Pasal 75 Undang-undang RI Nomor 36 tentang kesehatan dengan ancaman paling lama 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. (305/jpc/kmc)

 

Pos terkait