Penetapan Tarif Masuk Rp 3,75 Juta sebagai Upaya Konservasi di Taman Nasional Komodo

pulau padar
Wisatawan mengunjungi Pulau Padar di Kawasan Taman Nasional Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Sejak ditunjuk Pemprov NTT untuk ikut mewujudkan tujuan Konservasi di Taman Nasional  Komodo, BUMD PT Flobamor melalui kerjasamanya dengan Balai Taman Nasional Komodo (BTNK) hingga saat ini terus berupaya mewujudkan sejumlah program berkelanjutan yang memberikan dampak positif bagi kelestarian kawasan.

Penetapan tarif kontribusi masuk di Pulau Komodo, Pulau Padar dan Perairan sekitarnya disebutkan menjadi salah satu upaya utama dalam memastikan keberlangsungan konservasi di Taman Nasional Komodo tetap berjalan dengan baik.

Bacaan Lainnya

Direktur Operasional PT Flobamor, Abner Ataupah menyampaikan meskipun mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak, penetapan tarif kontribusi sebesar 3,75 juta merupakan langkah konkret dalam mengatasi “mandeknya” pelaksanaan sejumlah program konservasi yang telah dicanangkan sebelum sebelumnya.

Abner menyebutkan dalam PKS antara Flobamor dan BTNK, Flobamor mempunyai kewajiban untuk menjalankan program penguatan fungsi dengan mayoritas program yang dilakukan untuk kepentingan konservasi.

Dirinya menjelaskan, dari total tarif Rp 3,75 juta tersebut, 52 hingga 60 persen tarif tersebut dialokasikan untuk mendukung sejumlah program penguatan fungsi demi kepentingan konservasi di Kawasan Taman Nasional Komodo.

“(Tarif) Rp 3,75 juta itu di dalamnya paling besar untuk konservasi, tapi keputusan untuk menentukan biaya konservasi adalah keputusan bisnis,” ujar Abner Ataupah.

Dalam memutuskan besaran biaya tarif kontribusi yang akan dibebankan kepada para wisatawan sebutnya, harus dilakukan melalui perhitungan skema bisnis yang tepat. Hal ini juga karena mempertimbangkan hasil kajian sejumlah tim ahli dengan jumlah kunjungan 219.000 sampai 292.000 orang (jumlah kunjungan ideal), biaya konservasi yang harus dibayarkan di kisaran Rp 2,8 juta hingga Rp 5,8 juta. Angka yang diambil pun merupakan bukanlah angka maksimal sesuai perhitungan para tim ahli.

Biaya tersebut nantinya akan dialokasikan untuk jasa konservasi yang berfokus pada empat hal, yaitu penguatan kelembagaan dengan semakin banyak kajian ilmiah, pengamanan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, serta pemberdayaan wisata alam TNK. Agar program program ini benar benar terlaksana sebagaimana mestinya, tentu dibutuhkan sebuah badan usaha yang sah untuk mengaturnya.

“Jadi memang untuk dapat melakukan konservasi, dibutuhkan lembaga bisnis dalam hal ini BUMD sebagai perantara agar pungutannya legal dan dapat digunakan untuk konservasi,” ucap Abner.

Selain itu, kata dia, untuk dapat melakukan pungutan ini , Flobamor sebelumnya juga harus mengantongi  Izin Usaha Pariwisata Jasa Wisata Alam (IUPJWA) yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sehingga dalam pelaksanaanya  Flobamor dapat melakukan pungutan tarif yang di dalamnya akan mengakomodir biaya untuk konservasi.

“Kalau hanya bisnis murni, tidak mungkin KLHK mengeluarkan IUPJWA untuk Flobamor, karena memang Flobamor mempunyai kewajiban konservasi dalam PKS antara Flobamor dan BTNK,” ungkapnya.

Sesuai dengan kajian Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK melalui BTNK, jumlah turis ideal per tahun di Pulau Komodo berjumlah 219.000 orang dan Pulau Padar 39.420 jiwa atau sekitar 100 orang per waktu kunjungan.

Untuk itu perlu dilakukan pengaturan pembatasan jumlah pengunjung untuk meminimalisir dampak negatif dari kegiatan wisata alam terhadap kelestarian komodo.

Dalam kunjungan ke Pulau Rinca bulan Agustus lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengutamakan kepentingan konservasi di Pulau Komodo demi menjaga kelestarian satwa Komodo. Presiden Jokowi pun mendukung adanya biaya kontribusi konservasi masuk Pulau Komodo sebagai upaya tindak lanjut dari upaya pemerintah menjaga kelestarian ekosistem komodo.

“Kalau mau lihat yang di Pulau Komodo silakan nggak apa-apa juga, tapi ada tarifnya. Yang simpel-simpel begitu jangan dibawa kemana mana, karena pegiat lingkungan, pegiat konservasi harus kita hargai juga masukan mereka,” tuturnya. (334)

Pos terkait