Pembangunan Lokasi KTT Asean Summit di Labuan Bajo, Kontraktor Pelaksana Jual Material Ilegal ke ITDC

ktt asean
Salah satu area pada Kawasan Wisata Tana Mori yang tengah dikembangkan untuk mendukung Pelaksanaan KTT Asean Summit 2023. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Pembangunan Kawasan Wisata Tana Mori atau Golo Mori di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) akhir akhir ini menuai sorotan dari sejumlah pihak. Pembangunan kawasan wisata yang nantinya diperuntukan untuk mengakomodir perhelatan KTT Asean Summit 2023 ini dibangun dengan menggunakan anggaran APBN yang mencapai Rp 400 miliar.

Namun hal yang menjadi sorotan adalah adanya pasokan sejumlah material ilegal yang digunakan kontraktor pelaksana dalam membangun kawasan wisata super premium ini.

Bacaan Lainnya

Pembangunan Kawasan Tana Mori ini diketahui dilakukan oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC). Namun dalam pengerjaannya, ITDC menjalin kerjasama dengan PT Bunga Raya Lestari (BRL) selalu kontraktor pelaksana untuk memasok sejumlah material beton. Namun sayang, material yang dijual oleh PT BRL kepada ITDC ternyata bersumber dari pertambangan galian C yang belum mengantongi izin atau ilegal.

Saat dikonfirmasi hal ini kepada ITDC, Hendrison salah seorang pegawai ITDC mengaku tidak tahu menahu terkait dengan material galian C yang disuplai oleh pihak PT Bunga Raya Lestari (BRL). Ia juga menyarankan untuk menanyakan langsung ke pihak PT BRL selaku kontraktor pelaksana.

“Saya tidak tahu Mas, coba tanya langsung ke pihak kontraktornya, karena mereka yang suplai material ke sini,” ungkap Hendrison saat dijumpai di lokasi pembangunan, Kamis (12/1/2023).

Penggunaan material galian C ilegal ini sebelumnya telah dikeluhkan oleh warga Golo Mori. Hasan, salah satu warga menyampaikan material galian C ilegal milik PT BRL ini bersumber dari Kali Nggoer, Desa Golo Mori, yang kemudian sebelum disuplai ke ITDC terlebih dahulu dibawa ke tempat produksi Batching Plant milik PT BRL yang terletak tidak jauh dari Proyek Pembangunan Kawasan Tana Mori.

“Material pasir yang diambil merupakan material dari tambang ilegal dan digunakan untuk produksi Batching Plant PT BRL” sebut Hasan beberapa waktu lalu.

Hasan menambahkan aktivitas galian C PT BRL di Nggoer hanya berdasarkan kesepakatan dan persetujuan dengan Tua Golo (Tua Adat) dan masyarakat setempat.

Pengakuan tentang aktivitas tambang tanpa izin yang dilakukan oleh PT BRL juga pernah diakui oleh Kepala Desa Golo Mori, Samaila. Dikonfirmasi oleh media ini pada Desember 2022 lalu, Samaila menyampaikan bahwa meski belum mengantongi izin tambang dari instansi terkait, pemerintah Desa Golo Mori pernah mengeluarkan rekomendasi dukungan aktivitas galian di Kali Nggoer kepada PT BRL sejak bulan Mei 2022 lalu.

“Kami dari pihak desa hanya memberikan rekomendasi dukungan aktivitas galian C. Kami dari desa sempat diskusi dan menyampaikan kepada mereka supaya segera melakukan pengurusan izin tambang, tapi sampai sekarang kami belum dapat informasi perkembangan izin itu. Kami berharap mereka segera mengurus izinnya itu, biar tidak ada masalah nanti,” ungkapnya saat itu.

Sementara itu, informasi yang diperoleh media ini dari Andreas Kantus selaku Kepala Seksi Minerba Geologi dan Air Tanah Cabdin ESDM Wilayah Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat mengatakan sampai saat ini PT Bunga Raya Lestari (BRL) belum mengurus izin pertambangan di Desa Golo Mori.

“Sampai saat ini belum ada izin. Saya sarankan saja, agar secepatnya pihak PT BRL untuk mengurus izinnya,” sebut Andreas, Sabtu (14/1/2023) lalu.

Selain belum mengantongi izin tambang galian C di area Kali Nggoer, PT BRL juga diketahui belum mengantongi izin operasional Batching Plant. Hal ini diketahui pada saat Satuan Polisi Pamong Praja (Pol PP) Kabupaten Manggarai Barat melakukan sidak pada area Batching Plant milik PT BRL, Rabu (18/1/2023) lalu.

Dalam sidak ini, pihak PT Bunga Raya Lestari (BRL) tidak mampu menunjukan dokumen berupa surat izin operasional aktivitas produksi material atau Batching Plant yang berlokasi di Desa Golo Mori tersebut.

Saat dimintai dokumen perizinan, Deputi Manajer Kerja Sama Operasi (KSO) BRL dan Nindy Karya, Ria Restu beralasan bahwa Batching Plant tersebut adalah salah satu bagian peralatan untuk menyuplai proyek kawasan wisata Tanah Mori saja, sehingga tidak memerlukan izin khusus dalam pengoperasiannya.

“Batching Plan ini ada hanya untuk pengerjaan proyek Kawasan Wisata Tanah Mori saja, dan tidak mensuplai untuk komersil. Dan batching plant ini ada sebagai salah satu syarat kontrak kawasan wisata tanah Mori,” ungkapnya.

“Karena syarat-syarat dalam kontrak kerjanya itu harus bisa memobilisasi alat. Nah salah satunya itu batching plant ini, dan selama kita tidak menyuplai material ke rekanan yang lain atau proyek lain itu kita tidak melakukan izin Pak. Nah, sama kalau kita mobilisasi eksavator, mobil dum truk, jadi gitu Pak,” sambungnya.

Namun hal tersebut langsung dibantah oleh Andreas Kantus Kepala Seksi Minerba Geologi dan Air Tanah Cabdin ESDM Wilayah Kabupaten Manggarai, Manggarai Timur dan Manggarai Barat, yang hadir dalam sidak tersebut. Andreas menyarankan kepada pihak PT Bunga Raya Lestari untuk segera mengurus izin operasi  Batching Plant tersebut.

Ketika ditanya terkait sumber pengambilan material yang akan diproduksi di Batching Plant tersebut, Yang selanjutnya akan dijual ke ITDC,  PT BRL tidak menampik jika material tersebut bersumber dari bantaran Kali (Sungai) Nggoer.

Bahkan Ria Restu selaku Deputi Manajer KSO PT BRL dan Nindy Karya mengakui meskipun belum mengantongi izin yang sah, namun pihaknya telah mengambil material di Sungai Nggoer sebanyak 1.000 kubik.

“Pernah kita mencoba mencari material pasir di sana dan kita juga sadar bahwa izin dari masyarakat saja tidak cukup dan masih ada izin yang lain yang perlu kita penuhi. Karena masalah itu kita sudah tidak melakukan eksplorasi di sana dan awalnya memang kita mencoba lakukan eksplorasi di sana tetapi kita sadar bahwa itukan melanggar hukum Pak dan kami coba ambil di sana itu sekitar seribu kubik,” ujarnya.

Ria juga berujar bahwa dikarenakan PT BRL belum mengantongi izin tambang galian C di Sungai Nggoer, pihaknya saat ini tengah menjalin kerjasama dengan perusahaan yang telah mengantongi izin pertambangan galian C sebagai pemasok material.

“Untuk material galian C batu pecah kita tidak ada alat berupa greaser, sehingga kita membeli dari pihak lain, dan sekarang kita rekanannya Pak Johan dan semua materilnya dari beliau Pak,” tambah Ria.

Namun meski demikian, Ria tidak mampu menunjukkan dokumen kerjasama antara KSO, PT BRL – Nindya Karya dan perusahaan yang disebut milik seseorang bernama Johan tersebut saat dimintai oleh Andreas Kantus.

Ria diketahui hanya menunjukkan surat izin tambang  galian C milik Johan tersebut, terkait surat kontrak kerjasama dengan perusahaan milik Johan, Ria Restu justru memberikan jawaban yang membingungkan dengan mengatakan bahwa Surat Kontrak Kerja tersebut tersimpan di kantor pusat.

Apa yang dilakukan oleh KSO PT BRL – Nindya Karya ini pun langsung direspon dengan teguran keras dari Andreas Kantus dengan menyampaikan bahwa dengan memegang surat izin pihak lain tanpa melalui kerja sama merupakan sebuah bentuk pelanggaran.

“Ibu tidak mempunyai hak untuk memegang surat izin ini tanpa adanya bukti surat kontrak kerja sama, dan saat ini juga Saya bisa cabut surat izin karena dinilai sudah disalahgunakan,” tegas Andreas.

Selanjutnya, Ketika ditanya terkait izin AMDAL, dan juga dokumen izin dan surat Kerja Sama Operasi (KSO) BRL-Nindy Karya, Ria Restu beralibi semua berkas tersebut sudah diurus oleh ITDC.

“Karena  ITDC yang mengurus, proyek ini kan penunjukan nggak tender, jadi semua berkas itu diurus ITDC, sehingga jika kita membutuhkan berkas izin harus minta persetujuan ITDC,” sebut Restu.

Meski demikian, dikarenakan belum mengantongi dokumen yang lengkap, Satuan Pol PP Manggarai Barat kemudian menghentikan semua aktivitas di lokasi tersebut dan area disegel.

“Saya perintahkan kepada semua pegawai untuk menghentikan semua aktivitas di sini, sampai semua dokumen bisa dilengkapi,” ujar Kepala Sat Pol PP Mabar, Stef Salut.

Diketahui saat ini, proyek pengerjaan pengembangan dan pembangunan MICE, Infrastruktur Kawasan Tanah Mori telah hampir rampung dan hanya masih menyisahkan sejumlah pekerjaan mayor.

Adapun Presiden Jokowi telah memilih Labuan Bajo sebagai tempat dilaksanakannya penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean Summit 2023 yang direncanakan akan dihelat pada bulan Mei mendatang. Pelaksanaan KTT Asean Summit 2023 ini nantinya akan berlokasi khusus di Kawasan Wisata Tana Mori. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.