Paruman Ilegal untuk Gantikan Bendesa Resahkan Krama Desa Adat Tista Buleleng

tolak paruman
Kelian Adat Desa Tista Nyoman Supardi MP bersama prajuru adat lainnya saat memberikan keterangan adanya soal penolakan atas digelarnya paruman gelap oleh beberapa oknum krama adat setempat. (cha)

SINGARAJA | patrolipost.com – Situasi Desa Adat Tista, Desa Baktiseraga, Buleleng bak api dalam sekam. Kondisi itu sewaktu-waktu bisa saja menjadi memantik meluasnya perseteruan antar krama di desa tersebut, menyusul adanya paruman (rapat) illegal untuk menggantikan bendesa yang sah.

Keresahan warga disampaikan sejumlah prajuru adat kepada Kelian Desa/Bendesa Desa Adat Tista Nyoman Supardi MP, Selasa (22/8/2023). Para prajuru mengeluhkan adanya rapat (paruman) yang disebutnya illegal untuk mengganti bendesa yang sah.

Para pra juru adat yang mendatangi bendesa yakni Penyarikan adat Nyoman Suardana, Kelian Banjar Adat Delod Margi Putu Arjana, Kelian Banjar Adat Dajan Margi Ketut Sudarna dan Petajuh atau Wakil Bendesa Putu Sedana. Kehadiran mereka para prajuru mempertanyakan adanya paruman gelap tanpa sepengetahuan prajuru dan kelian lainnya.

“Paruman illegal itu digagas Kebayan bernama Ketut Ardana. Paruman dihadiri Gusti Karmawan yang merupakan oknum jaksa selaku kertha desa. Salah satu pembahasan menurunkan kelian dan prajuru,” kata mereka.

Mereka juga menyayangkan lokasi yang dijadikan tempat melakukan paruman adalah tempat sakral  yang dilakukan oleh orang tertentu dan hanya membahas soal tri hita karana.

”Saya merasa keberatan dengan cara-cara oknum-oknum adat yang melakukan paruman terselubung tersebut. Saya selaku prajuru bahkan anggota tridatu menolak keras paruman itu,” kata Putu Sedana. Kendati demikian, paruman gelap tersebut tidak berpengaruh terhadap jalannya kegiatan di Desa Adat Tista selama ini.

Menanggapi kasus tersebut Bendesa Adat Tista Nyoman Supardi mengaku keberatan. Namun demikian menurutnya, sebaiknya semua pihak menghormati mekanisme yang berlaku dalam suksesi pergantian kelian adat.

“Hentikanlah cara menghasut dan memprovokasi, terlebih melakukan kegiatan yang bertentangan dengan ketentuan di desa adat maupun yang lain. Kegiatan itu (paruman gelap) merupakan tindakan yang memprovokasi,” kata Nyoman Supardi.

Sebelumnya perseteruan di Desa Adat Tista meruncing setelah Kelian Desa Adat/Bendesa Tista Nyoman Supardi dituding melakukan penyelewengan keuangan yang bersumber dari Dana Bantuan Keuangan Khusus (BKK) Pemprov Bali serta dana-dana lain yang diterima Desa Adat Tista. Padahal menurut Nyoman Supardi, soal penggunaan dana BKK telah disampaikan dalam paruman desa beberapa waktu lalu. Hasilnya, krama adat sepakat dan menerima laporan pertanggungjawaban penggunaan uang yang disampaikan oleh Bendesa Nyoman Supardi serta prajuru adat lainnya.

Para pihak yang tidak puas itu, menurut Supardi, mestinya menghormati mekanisme peraturan yang ada di desa adat. Dengan melangkahi semua prajuru adat, termasuk di dalamnya kertha desa, Supardi menyebut kelompok tersebut merupakan kelompok pembangkang di Desa Adat Tista. Buktinya, kalau diundang dalam pertemuan mereka tidak pernah datang. Bicara di luar cenderung memprovokasi, bahkan mereka menolak mematuhi prarem (aturan) yang dibuat.

“Mereka selalu menghembuskan isu-isu negatif yang berujung terganggunya harmonisasi di desa, sebetulnya bermuara pada upaya pendongkelan saya sebagai Bendesa Desa Adat Tista. Akibat dari laporan tersebut hingga saat ini Desa Adat Tista tidak mengambil bantuan BKK sebesar Rp 300 juta,” tandasnya. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.