Nama ‘Kasar’ di SBD Disematkan pada Seseorang Namun Tidak Boleh Disebut

margareth
Margaretha Ngongo. (rob)

WEETEBULA | patrolipost.com – Nomen est Omen, demikian peribahasa  klasik latin yang berarti nama adalah tanda. Nama menjadi identitas seseorang. Nama bisa terdiri dari satu kata maupun rangkaian dua kata atau lebih.

Ketika dipanggil, yang disebutkan adalah kata yang menjadi nama seseorang yang dimaksud. Sampai pada identitas kependudukan dan dokumen resmi pasti akan tertera nama. Namun apa jadinya jika nama disematkan namun tidak boleh disebutkan sebagai nama panggilan? Ini aneh dan unik.

Bacaan Lainnya

Seorang warga, Margaretha Ngongo (31) menjelaskan, nama ‘kasar’ merupakan nama leluhur yang hanya boleh disebutkan pada acara-acara adat.

“Banyak terjadi pelanggaran saat pergaulan, dimana nama kasar disebut sebagai candaan. Menyebut nama kasar seseorang tentu saja akan menimbulkan amarah bagi orang yang dimaksud,” jelas perempuan yang disapa Margareth di Weetebula, Sumba Barat Daya (SBD), NTT, Jumat (11/11/2022).

Lebih lanjut Margareth menjelaskan tentang  istilah ‘tamo’. Tamo berkaitan dengan dua orang yang mempunyai nama kasar yang sama.

“Dua orang yang mempunyai satu nama kasar menyebut satu sama lain tamo,” tambahnya.

Margareth mempunyai nama kasar yakni Winga. Masih ada satu lagi nama kasarnya yang enggan untuk disebutkan karena terkesan sangat kasar. Selain itu ada sederet contoh nama kasar lainnya yakni Lengga, Lali, Gole, Cala, dan masih banyak nama kasar lainnya yang digunakan masyarakat setempat.

Bagi masyarakat yang masih ada ikatan kekeluargaan, nama kasar sesekali disebut dengan maksud bercanda. Namun jika disebutkan dalam situasi serius, menyebut nama kasar sama maknanya dengan mengajak ribut.

Selain nama kasar, masyarakat SBD masih mempunyai nama resmi yang terdaftar di kartu identitas mereka. Biasanya nama resmi tidak berbeda dengan masyarakat lainnya di pelosok Nusantara, yang tentu saja masih mengadopsi istilah-istilah familiar di daerah tersebut. (pp04)

Pos terkait