Mana yang Lebih Banyak: Polisi Pakai Narkoba atau Jual Narkoba? Begini Kata Psikolog Forensik

Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Psikolog Forensik, Reza Indragiri angkat bicara soal keterlibatan oknum kepolisian dalam peredaran narkoba. Menurutnya, pengedar dan bandar bukan penyalahgunaan tetapi untuk memperkaya diri.

“Kita bicara tentang pengguna atau pengedar bahkan bandar? Kalau dua yang terakhir, tampaknya motifnya semata-mata adalah ekonomi. Kerakusan, keinginan memperkaya diri sendiri lewat cara jahat,” kata Reza, Senin (26/10/2020).

Tapi kalau penyalahguna, lanjut Reza, tetap tidak bisa dibenarkan dan pelakunya harus dihukum, ada sisi psikologis yang sudah banyak diungkap lewat studi. Yakni, bekerja sebagai polisi sama artinya dengan menggeluti bidang yang amat berat.

“Apalagi reskrim. Tuntutan organisasi, beban kasus, tekanan masyarakat, intervensi politik, kejahatan yang semakin kompleks, masalah pribadi. Tapi stamina terbatas. Kesehatan jiwa juga rentan terganggu. Padahal, tugas-tugas harus dituntaskan dalam waktu yang juga terbatas. Nah, apa barang yang bisa mendongkrak stamina dalam tempo cepat dan memperbaiki suasana hati? Narkoba,” bebernya.

Ironis memang, kata dia, polisi bisa saja melarikan diri ke narkoba justru agar bisa menyelesaikan tugas dan menyesuaikan diri dengan segala kompleksitas terhadap keperluannya.

“Pada sisi itu muncul keinsafan tentang pentingnya penataan tugas dan perhatian terhadap kesehatan personel. Ini, jelas, tidak bisa dipenuhi oleh personel sendiri. Harus ada peran organisasi secara keseluruhan. Lantas, mana yang lebih banyak: polisi pakai narkoba atau polisi jual narkoba?” terangnya.

Menurut Reza, tergantung wilayah dan waktu. Tapi ada satu studi yang menemukan kasus polisi jual narkoba ternyata lebih banyak. Ini disebut korupsi polisi yang berkaitan dengan narkoba (drug-related corruption).

“Apa pun itu, dibongkar dan dieksposnya skandal ini ke publik, ditambah lagi pengungkapan kasus LGBT di lingkungan kepolisian, merupakan prestasi Polri. Mereka, dalam dua skandal kakap tersebut, menepis blue curtain code, yaitu kecenderungan aparat penegakan hukum untuk menutup-nutupi kesalahan atau penyimpangan oleh sejawat,” lanjutnya.

Pengungkapan-pengungkapan hal yang sejatinya memalukan itu berpotensi menumbuhkan kepercayaan dan penghormatan publik terhadap institusi kepolisian.

“Tinggal lagi, kalau perlu, dihitung-hitung berapa nilai kerugian yang diakibatkan oleh skandal polisi menjadi drug dealer (atau bahkan drug trafficker). Penghitungan ini dibutuhkan agar kepada lembaga terpampang angka kerugian nyata yang sepatutnya dikompensasi oleh negara kepada masyarakat selaku pembayar pajak,” tutur Reza. (305/snc)

 

Pos terkait