KSOP Labuan Bajo Sebut Pengawasan Kapal Wisata Sudah Maksimal, Namun Faktor Kesadaran Nahkoda Kapal Rendah

labuan bajo
Suasana Dermaga Marina Labuan Bajo. (ist)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Menanggapi sorotan Bupati Manggarai Barat, NTT terhadap lemahnya pengawasan Otoritas Pelabuhan Labuan Bajo terhadap pergerakan kapal wisata yang berujung pada banyak musibah kapal tenggelam, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas III Labuan Bajo pun membantah.

Kepala Seksi Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli KSOP Labuan Bajo, Maxianus Mooy menyampaikan dalam melakukan pengawasan pihak telah bekerja secara maksimal, khususnya untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.

Bacaan Lainnya

Namun terhadap sejumlah musibah kapal wisata tenggelam tanpa memiliki izin berlayar, Maxi menyebutkan turut dipengaruhi faktor rendahnya kesadaran nahkoda kapal terhadap keselamatan para penumpang.

“Kita selalu berupaya untuk semuanya lebih mau bertanggungjawab, tapi terkadang orang orang di sini selalu menyepelekan hal itu. Nah, kita tidak bisa menuntut mereka, toh yang kita jalankan mengingatkan mereka bahwa kalau berlayar tanpa persetujuan berlayar dan terjadi sesuatu maka harus bertanggungjawab atas hal itu,” ujar Maxi, Jumat (28/7/2023).

KSOP sebut Maxi mewajibkan semua operator kapal untuk melalui proses pemeriksaan sebelum berlayar. Proses yang disebut dengan Clearance Out ini bertujuan untuk mengecek sejumlah dokumen seperti sertifikat keselamatan, PAS Besar, PAS Kecil, dan surat ukur kapal.

Menurutnya, KSOP sendiri memiliki keterbatasan SDM untuk memantau atau memeriksa seluruh aktivitas kapal, khususnya pada saat hendak melakukan pelayaran mengingat titik keberangkatan terbagi pada sejumlah lokasi. Ia hanya berharap agar para nahkoda kapal memiliki kejujuran untuk melaporkan diri sebelum berlayar.

“Mereka clearance ya ke sini dulu. Kan kejujuran saja. Nahkoda bertanggungjawab terhadap segala hal di dalam memberangkatkan kapal, kan dia buat surat pernyataan. Kalau dia mau menipu kita, habis ini tiba tiba ada yang menyelinap naik kita tidak tau, itu tetap tergantung kejujuran. Saya tidak bisa memaksakan tergantung kejujuran para nahkoda. Dia buat sailing deklarasi dia bertanggung jawab terhadap apa yang harus dia lakukan,” ungkapnya

Disinggung terkait MoU bersama Pemkab Mabar yang disebut Bupati Mabar tidak dijalankan dengan baik, Maxi menyebutkan bahwa KSOP tidak memiliki database terhadap jumlah kapal wisata, baik yang telah mengantongi izin berlayar maupun kapal wisata yang memiliki tunggakan retribusi sampah.

Apa yang dilakukan oleh KSOP hanyalah memantau pergerakan keluar masuk kapal melalui sistem Inaportnet. Sistem ini hanya akan menampilkan data data kapal wisata yang telah memenuhi persyaratan berlayar seperti sertifikat keselamatan, PAS Besar, Surat ukur, PAS Kecil, sertifikat keselamatan kapal penumpang.

Hal ini menyebabkan pihaknya tidak mampu memaksimalkan pelaksanaan salah satu poin kerjasama dengan Pemkab Mabar terkait izin berlayar akan diberikan kepada kapal wisata yang telah mengantongi izin dan tidak menunggak pembayaran retribusi sampah.

Maxi menambahkan, untuk dapat mengakomodir salah satu poin dalam MoU tersebut seharusnya Pemkab Mabar melalui Dinas Pariwisata dan Dinas Perhubungan berkoordinasi dengan Perusahaan Pelayaran (Agen Kapal) terkait data izin operasi kapal-kapal wisata, mengingat saat ini para operator kapal telah menunjuk perusahan pelayaran (agen) untuk mengurus proses clearance kapal wisata sebelum berlayar.

“Kita tidak punya akses untuk bisa melihat mana yang sudah punya, kecuali kalau agen kapal. Maka itu yang screening terhadap mereka yang sudah atau belum itu ada pada perusahan pelayaran.”

“Harusnya teman – teman dari pariwisata ambil data dari atau koordinasi dengan agen agen itu untuk kapal – kapal mana yang belum ada izin, karena kalau di sistem kami tidak melihat mana yang sudah bayar atau belum kecuali sertifikat keselamatan, PAS Besar, Surat ukur, itu yang bisa saya lihat, proses PAS besar atau PAS Kecil, sertifikat keselamatan kapal penumpang dan juga surat ukur kapal,” tuturnya.

Sebelumnya, Bupati Manggarai Barat Edistasius Endi menyoroti lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh Otoritas Kesyahbandaran Labuan Bajo terhadap pergerakan kapal wisata yang ada di Labuan Bajo maupun wilayah perairan Kabupaten Manggarai Barat.

Selain banyaknya musibah kapal wisata tenggelam yang berlayar tanpa izin, Bupati Edi juga menyoroti sejumlah hal seperti, dari total 700 an kapal wisata, hanya 200 an kapal wisata yang memiliki izin operasi. Mirisnya, meski sebagian besar belum mengantongi ijin operasi namun KSOP disebut tetap memberikan izin berlayar.

Hal lain yang disorot Bupati Edi adalah tidak dijalankannya secara bersama kesepakatan untuk meningkatkan PAD Manggarai Barat melalui penertiban kapal wisata yang belum melunasi retribusi sampah.

“Ini soal MoU di tahun 2021, poinnya para pihak, baik kementerian dalam hal ini KSOP maupun Pemda harus berkoordinasi dalam hal pelaku usaha yang menjalankan usahanya di sini, khususnya di perairan baru boleh jalan itu kalau mereka sudah mengurus yang namanya izin operasi berlayar. Kalau tidak bisa, di pihak KSOP yang punya otoritas di laut tidak bisa clearance untuk izinkan,” tutur Bupati Edi.

“Kedua kewajiban terhadap membayar retribusi sampah, kalau 1 dari 2 ini saja tidak dipenuhi maka otomatis tidak diizinkan berlayar. Rupanya semakin ke sini MoU ini tidak dipatuhi dengan argumentasi bahwa mereka punya aplikasi baru, masa orang dibiarkan operasi tanpa izin. Pantauan banyak kapal yang tenggelam karena tidak dicek kelayakan kapal berlayar,” sebut Bupati Edi. (334)

Pos terkait