Ditemukan 1.533 Kasus, 13 Desa di Bangli Fokus Pencegahan Sunting

Petugas Dinas Kesehatan melakukan pengukuran tinggi badan anak.

BANGLI | patrolipost.com – Di beberapa desa di Bangli masih temukan kasus stunting atau kondisi pertumbuhan yang gagal pada anak. Dari hasil operasi timbang dan pengukuran, di 13 desa ditemukan angka kasus stunting di atas 20 persen. Melihat realita tersebut 13 desa menjadi fokus pencegahan stunting di tahun 2021.

Kasi Kesehatan Keluarga dan Gizi Masyarakat Dinas Kesehatan Bangli, I Ketut Widianata mengatakan,  berdasarkan hasil operasi timbang bulan Februari tahun 2020 dengan menyasar 13.603 balita ditemukan kasus stunting sebanyak 1.533 kasus.

Bacaan Lainnya

”Jika mengacu data hasil operasi timbang  maka secara keseluruhan kasus stunting di Bangli masih di bawah angka 20 persen atau di angka 11,27 persen,” ujarnya, Senin (30/11/2020).

Lanjut Ketut Widianata, walaupun demikian ada beberapa desa masuk zone kuning atau memiliki angka  kasus stunting di atas 30 persen, seperti desa Mengani  dan Ulian, Kecamatan Kintamani. Untuk Desa Mengani dari 42 balita yang ditimbang sebanyak 16 balita mengalami gagal tumbuh (38.10 %) dan di Desa  Ulian dari 57 balita ditemukan 21 balita gagal tumbuh (36.84%).

”Dua desa ini masuk zona kuning atau kategori sedang karena angka kasus di atas 30 persen,” jelasnya.

Sementara 11 desa masuk zona ringan yakni angka kasus di angka 20 persen sampai 30 persen. Desa yang masuk zona ringan untuk Kecamatan Kintamani yakni Desa Bayung Gede, Bonyoh, Abuan, Belancan, Catur, Bantang, Batur Tengah, Batur Utara, Bayung Cerik. Sedangkan di Kecamatan Susut meliputi Desa Tiga dan Penglumbaran.

Menyikapi realita tersebut, maka bupati telah menetapkan 13 desa sebagai fokus pencegahan stunting di tahun 2021. ”Tentu untuk penanganan melibatkan OPD terkait,” sebutnya.

Disinggung penyebab stunting, kata pria asal Mengwi, Badung ini secara umum disebabkan oleh konsumsi dan penyakit infeksi. Konsumsi dimaksud apakah balita sudah mengonsumsi makanan sesuai dengan umur dan sudah sesuai dengan kecukupan gizi.

”Kalau pola makan menyimpang dan asupan gizi kurang akan berpengaruh terhadap pertumbuhan balita,” jelasnya.

Anak yang terkontaminasi bakteri karena kurangnya kebersihan di lingkungan rumah bisa mengarah ke infeksi usus. Bahkan anak yang sering mengalami penyakit berulang seperti diare dan infeksi cacing usus akibat kondisi lingkungan kotor juga dapat dikaitkan dengan stunting.

Menurut Ketut Widianata, kondisi ini berpengaruh besar pada penurunan kemampuan sistem pencernaan dan kekebalan sebagai penangkal organisme penyebab penyakit. Akibatnya, nutrisi sang anak tidak diserap dengan sempurna.

Sementara langkah yang dilakukan untuk pencegah stunting, yakni petugas dari Diskes turun memberikan makanan tambahan dan melakukan kunjungan rumah serta memberikan pelatihan kepada kader posyandu terkait pemberian makanan bergizi bagi anak.

”Langkah pencegahan kami lakukan dengan menyasar usia subur yakni memberikan tablet tambah darah bagi siswi SMP/SMA,” sebutnya. (750)

Pos terkait