Angelo Wake Kako: Pembangunan Sarana Hunian Pariwisata Harus Menyasar Semua Usaha Pariwisata

Anggota DPD RI asal NTT, Angelo Wake Kako ( baju biru/ keempat dari kanan) berpose bersama Tim PPK KemenPUPR di depan salah satu bangunan program Sarana Hunian Pariwisata di Kelurahan Labuan Bajo, Kamis (15/10/2020).

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal NTT, Angelo Wake Kako mengatakan, program Sarana Hunian Pariwisata (Sarhunta) di sejumlah Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Labuan Bajo haruslah juga menyasar semua pelaku usaha pariwisata yang ada di daerah penyangga wilayah KSPN Labuan Bajo.

Hal ini disampaikan Angelo saat meninjau pembangunan salah satu sarana hunian pariwisata di Labuan Bajo, Kamis (15/10). Menurut Angelo, saat ini, untuk wilayah KSPN Labuan Bajo, sebanyak 660 unit Sarhunta tengah dibangun oleh Kementrian PUPR. Total 660 unit ini tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Manggarai Barat dan sebagiannya di wilayah penyangga, di Kabupaten Manggarai. Untuk Kabupaten Manggarai Barat tengah dibangun 632 unit dan Kabupaten Manggarai sebanyak 28 unit.

“Kedatangan ini untuk memastikan program yang dilaksanakan oleh PUPR ini agar benar-benar bisa tereksekusi dengan baik sampai Desember 2020. Karena 660 unit ini awal. Di tahun pertama ini (2020) wilayah yang dijangkau program Sarhunta ini masih di wilayah Labuan Bajo dengan wilayah penyangga terdekatnya di Wae Rebo,” ucap Angelo.

Angelo juga menjelaskan bahwa program Sarhunta merupakan program yang diperuntukan bagi para pelaku pariwisata dalam upaya pemerintah untuk mengembangkan kapasitas dan juga memberdayakan pelaku pariwisata agar bisa memiliki akses dan juga fasilitas yang memadai serta mumpuni agar dapat bersaing dengan para pelaku usaha yang lain dan bisa memiliki sarana pariwisata yang layak. Pengawasan yang dilakukannya adalah untuk memastikan program bernilai puluhan hingga ratusan juta rupiah ini tepat sasaran.

“Ini salah satu pengawasan yang kami lakukan untuk memastikan  bahwa program ini betul tepat sasaran atau tidak. Yang kedua masyarakat merasa terbantu atau tidak, yang berikut proses manajemen pelaksanaan dilapangan.” Ujar Angelo, saat meninjau pembangunan salah satu Rumah program Sarhunta di wilayah kampung ujung, Kelurahan Labuan Bajo, Kamis (15/10)

Dalam kesempatan ini, Angelo juga menginginkan program Sarhunta yang tengah dilaksanakan di Labuan Bajo dan Wae Rebo ini dapat berjalan dengan maksimal, sehingga selanjutnya dapat menyasar pula para pelaku pariwisata yang berada di daerah penyangga lainnya, mulai dari Bena hingga Alor.

“Kita berharap kalau ini bisa maksimal sebelah ini kita bergerak di daerah penyangga yang lain seperti Bena sampai dengan Alor agar para pelaku pariwisata di wilayah KSPN ini dorong untuk bisa mendapatkan fasilitas ini. Semua teman – teman pelaku pariwisata di daerah lain sementara siap mengakses ini,” tutur Angelo.

Agar terciptanya tujuan ini, Angelo mengaku telah bertemu dengan Direktur Utama Badan Otorita Pariwisata Flores Labuan Bajo atau BOPLBF, Shana Fatina guna meminta dilakukannya pendataan kembali para pelaku pariwisata yang selama ini belum terdata dengan baik. Hal ini menurut Angelo, angka 660 unit masih sangat sedikit sementara masih banyak pelaku pariwista yang usahanya baru dimulai atau sudah eksisting yang perlu dilibatkan dan diberdayakan.

“Karena memang program ini kalau dilihat masyarakat terima bersih. Uang tidak masuk ke rekening pengguna, yang datang itu barang. Saya juga ingin memastikan pendataan di bawah harus jauh lebih akurat, informasinya di disebarkan dengan baik kebawah. Karena Saya masih yakin, 600 an itu masih sangat sedikit. Masih banyak teman – teman yang baru mau memulai usaha yang juga butuh itu,” jelasnya.

Jery Widi Handiman, selaku Tim PPK program Ssrhunta ini menjelaskan proses pembangunan 660 unit Sarhunta ini telah dimulai pada September lalu dan ditargetkan rampung pada akhir tahun 2020. Jery juga menjelaskan, setiap unit bangunan maksimal diberikan bantuan sebesar Rp 115 juta.

“Maksimal bantuan yang diberikan itu Rp 115 juta. Jadi kita sistemnya adcost, sesuai dengan perhitungan RAB oleh tenaga Sipil. Sudah dimulai Bulan September. Target diselesaikannya itu bulan Desember 2020,” ujar Jery.

Para penerima program Sarhunta ini lanjut Jery haruslah mengikuti standar yang telah ditetapkan oleh KemenPUPR.

“Ada standar pemilihan Rumah Usaha yang mendapatkan bantuan seperti, punya usaha di bidang pariwisata dan  dokumen kepemilikan lahannya haruslah jelas. Selain itu sumber penghasilan usahanya pun minimal harus satu setengah di atas Upah Minimum Kabupaten (UMK), misalnya kalau UMK disini Rp 3 juta berarti maksimal pendapatannya Rp 4,5 juta,” jelas Jery.

Jerry menambahkan, jika terdapat bangunan  yang pembiayaannya telah melebihi anggaran yang telah ditetapkan, maka biaya sisa pembangunan tersebut akan menjadi tanggung jawab Pemilik bangunan.

Sementara itu, Robert Kennedy Diaz, salah seorang pelaku pariwisata penerima program Sarhunta ini mengakui sebelum mendapatkan program ini, usaha kedai kopinya beberapa kali ditinjau oleh tim dari PUPR.

“Mereka (Tim Kementerian PUPR) pertama datang survey langsung, liat kondisi bangunan, ditanya usahanya apa, masalahnya apa, apa yang diminta. Bangunan ini sesuai permintaan kita. Saya kebetulan punya kedai kopi. Maka Saya minta mungkin bisa direnovasi dirubah jadi lebih bagus supaya saya bisa bersaing dengan pelaku Usaha lain, minimal tampilannya bisa bersaing,” tutur Robert.

“Surveinya dari bulan Maret, sampai 4 kali. Setelah survey mereka mulai menggambar dan Tim yang sekarang yang eksekusi. Kami tidak menerima uang tunai, sistemnya kami menerima barang sesuai permintaan dan kebutuhan. Karena sudah dihitung semua,” tukasnya. (334)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.