Kisah Kapolres Lolos dari Longsor, AKBP Eko: Pertolongan Allah, Kokohnya Masjid

Masjid inilah yang menjadi tempat berlindung Kapolres Sumedang, AKBP Eko Prasetyo Robbyanto. Terlihat Masjid An-Nur tetap kokoh berdiri dan terhindar dari timbunan longsor. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Di balik musibah bencana longsor yang terjadi di Desa Cihanjuang, Kecamatan Cimanggung, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Sabtu (9/1/2021), ada kisah yang tidak akan pernah bisa dilupakan. Setidaknya, oleh mereka yang berhasil selamat dari peristiwa yang hingga Senin (11/1/2021) menewaskan 13 orang, 3 luka berat, 22 luka ringan, dan 27 orang lainnya masih dalam pencarian.

Di antara tim SAR gabungan yang lolos dari maut pasca-longsor susulan Sabtu petang sekitar pukul 19.30 WIB, yaitu Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Sumedang, AKBP Eko Prasetyo Robbyanto dan empat jurnalis televisi yang kala itu tengah berada di lokasi kejadian. Mereka berhasil selamat setelah masuk ke dalam Masjid An-Nur.

Masjid ini pun tetap kokoh berdiri di tengah reruntuhan puing bangunan dan material longsor lainnya. Video detik-detik terjadinya longsor susulan yang menggambarkan personel gabungan termasuk Kapolres bersama tim Humas Polres Sumedang, keluarga korban longsor, dan para jurnalis pun viral di media sosial.

Video tersebut direkam oleh salah seorang anggota Humas Polres Sumedang. “(Di video) kalau lihat lengan dan jas hujan warna kuning cerah itu saya dan itu suara saya. Posisi papan tulis itu ada di dekat jendela yang saya pecahkan, yang banyak timbunan material,” ujar Eko berbagi kisah yang dialaminya di Posko Utama di SMAN Cimanggung, Minggu (10/1/2021).

Eko mengatakan, awal kejadian ia bersama tim dari Polres Sumedang tiba di lokasi kejadian pada Sabtu petang pukul 18.45 WIB.

“Saya tiba (di lokasi longsor) sekitar 18.45, lalu saya cek lokasi longsor pertama. Hasil pemantauan saat itu, 18 unit rumah tersapu longsor dan dua unit rumah saat itu tengah ada penghuninya dengan masing-masing rumah ada 4 jiwa,” tutur Eko. Kemudian, kata Eko, timnya bersama para jurnalis kembali ke posko di Masjid An-Nur, yang berlokasi di ujung lereng paling bawah, berjarak 150 meter dari lokasi longsor pertama, untuk mematangkan rencana evakuasi dan mendata identitas penghuni.

“Tiba-tiba, ada suara gemuruh yang keras diikuti lantai yang bergetar. Semua berlarian ke segala arah, saya termasuk yang paling terlambat lari karena ke dalam masjid pintu sudah berebutan untuk masuk, menyusuri setapak masjid dan sudah penuh orang, mereka jatuh dan saling bertindihan,” ujar Eko.

Melihat itu, kata Eko, ia akhirnya berinisiatif memecahkan kaca jendela masjid. Dengan tujuan membuat jalan baru. “Setelah kaca jendela dipecahkan, saya loncat ke dalam masjid diikuti beberapa wartawan,” tutur Eko. Ketegangan yang dirasakan, kata Eko, tak hanya sampai di situ. Sebab, dalam waktu bersamaan, tiba-tiba material tanah dalam jumlah besar menimbun lokasi. “Tempat yang tadi kami gunakan sebagai tempat untuk mematangkan rencana evakuasi itu tertimbun material tanah, listrik yang tadinya menyala kemudian padam. Situasi jadi gelap ditambah debu yang membuat pandangan menjadi tidak jelas,” sebut Eko.

Kemudian, kata Eko, ia kembali memecahkan kaca jendela masjid yang lainnya untuk memberi jalan bagi orang yang ingin keluar, takut masjid roboh.

“Pasca-longsor susulan singkat yang hanya 10 detik sampai 20 detik ini, kami semua keluar dari masjid dan melihat kondisi sekitar yang berubah menjadi puing dengan dipenuhi tumpukan material tanah,” ujar Eko. Sementara itu saat kejadian, kata Eko, personel gabungan lainnya, terdiri dari Danramil Cimanggung, personel BPBD Sumedang, Kasitrantibum Satpol PP Kecamatan Cimanggung berlari menuju arah lain. “Mereka yang tadinya berdiri di sebelah saya meninggal tergulung tanah, karena memilih lari menyusuri setapak masjid yang tiba-tiba dijatuhi material longsor dalam jumlah besar dan terjepit di antara motor-motor dan dua mobil yang saat itu terparkir dan mempersempit jalan setapak masjid tersebut. Semua tidak sempat teriak atau mengaduh, situasi hanya berubah jadi gelap dan hening tanpa teriakan apapun,” kata Eko.

Pasca-kejadian, kata Eko, ia sempat mendengar suara azan. “Saya sempat dengar ada yang azan sesaat keluar dari masjid, tidak tahu marbot atau wartawan,” tutur Eko. Eko menyebutkan, arah longsoran kedua ini berbeda dari longsoran pertama. Jika digambarkan, kata Eko, arah longsoran pertama dengan longsor susulan ini membentuk dua titik yang berbentuk huruf L. Saat itu, kata Eko, sesaat sebelum terjadi longsor susulan, sekitar 30-an orang tengah sibuk. Mulai dari Basarnas, Polsek, Koramil, Tagana, relawan, masyarakat yang sedang mencari keluarganya.

“Masjid itu tadinya mirip posko ketika saya pertama kali tiba. Kehendak Allah yang menentukan siapa yang selamat dan tidak saat itu. Ini menjadi rahasia Allah mengenai usia seseorang. Saat itu saya hanya berpikir ingin ajal di dalam masjid, sehingga jenazah saya akan ketemu jika dievakuasi,” kata Eko.

Sementara itu, jurnalis Metro TV Husni Nursyaf mengatakan, pasca-kejadian tidak menyangka akan mengalami hal seperti itu. “Tidak ada yang menyangka akan terjadi longsor susulan. Sebelumnya kami mengambil gambar di lokasi longsoran pertama bersama kapolres dan yang lainnya. Lalu ke sekitar masjid, karena di sana banyak keluarga yang sedang mencari tahu keberadaan anggota keluarganya,” ujar Husni.

Husni menuturkan, longsor susulan yang terjadi pun begitu cepat terjadi, hanya hitungan detik semua material tanah tersebut nyaris menimbun dirinya. “Kalau saya dan tiga teman lainnya tidak lari mengikuti arah kapolres, mungkin saya sudah mati. Karena begitu loncat dan masuk ke dalam masjid pun pandangan mata saya sudah gelap. Dalam hati saya, mungkin saya mati sekarang di sini,” tutur Husni.

Sakit panik, kata Husni, ia tidak merasakan luka pada bagian betis akibat berbenturan ketika loncat ke dalam masjid. “Setelah beberapa saat mulai kerasa sakit, saat dilihat kaki saya sudah bengkak seperti sekarang,” kata Sekretaris IJTI Sumedang-Majalengka ini mengenang kejadian. Husni menyebutkan, kejadian tersebut dialami oleh ketiga teman jurnalis lainnya. Yaitu, Lutfi Setia Rafsanjani dari TVOne, Dony Irwandi dari TVRI, dan Yanuar Aditya dari Trans7. “Alhamdulillah kami semua selamat, karena masuk ke dalam masjid. Hanya luka-luka ringan, dan kameranya Lutfi rusak,” kata Husni. (305/kmc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.