Peringati HUT RI ke-75,  Pegiat Sastra Bali Modern Gelar Lomba Baca Cerpen Online

Salah satu penggagas lomba, I Putu Supartika saat membaca cerpen atau puisi berbahasa Bali. (yani)

DENPASAR | patrolipost.com – Merayakan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia tak melulu dengan makan kerupuk ataupun panjat pinang. Pegiat sastra Bali modern menggelar acara unik untuk merayakan HUT ke-75 RI di tengah pandemi Covid-19, yakni lomba membaca cerpen dan puisi berbahasa Bali secara online.

Dalam sejarah sastra Bali modern, kegiatan ini merupakan yang pertama digelar. Meskipun saat ini termarjinalkan di tanahnya sendiri yaitu Bali, namun antusias peserta lomba sastra Bali modern ini tidak pernah padam. Sebanyak 55 peserta telah bergabung dalam acara yang digelar secara serentak pada Minggu (16/8/2020).

Bacaan Lainnya

Salah satu penggagas, I Putu Supartika (26) mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan kelanjutan dari kegiatan yang telah digelar sebelumnya, yakni membaca cerpen Bali online yang sudah memasuki edisi ke-99. “Sebelumnya sudah ada kegiatan serupa, namun sehari satu pembaca. Yang sekarang serentak dalam sehari dan ini untuk merayakan pembacaan yang ke-100 sekaligus memperingati Hari Ulang Tahun ke-75 Republik Indonesia,” kata Supartika, Minggu (16/8/2020).

Supartika mengungkapkan, lomba ini pertama kali digelar secara online dalam sejarah sastra Bali modern. “Kalau membaca secara langsung, mungkin ada, tapi tidak sebanyak ini juga. Untuk online ini pertama kali dalam sejarah sastra Bali modern, bahkan di Bali ini yang pertama kalinya,” ungkap lelaki asal Karangasem ini.

Lebih lanjut, Supartika menyebutkan bahwa lomba yang digelar kali ini bertajuk “Maca Cerpen lan Puisi Bali Online Keroyokan” (membaca cerpen dan puisi Bali online keroyokan) dan diikuti peserta dari berbagai kalangan. Terutama yang lebih medominasi yakni peserta dari generasi muda di antaranya penulis, guru, dosen, mahasiswa, jero mangku, maupun wartawan. Antusias dari peserta ini membuktikan bahwa generasi muda masih peduli dengan adanya sastra Bali modern.

Selama sehari atau dalam waktu 24 jam, para peserta dibebaskan dalam memilih dan membacakan karya sesuai keinginannya. Mulai dari membaca cerpen atau puisi, cerpen dan puisi secara sekaligus, maupun membaca karya sendiri atau karya penulis lain. Para penggagas tidak memberikan ketentuan atau kriteria khusus dalam lomba, sehingga pembaca bebas dalam mengekspresikan karya yang dibacanya.

Kemudian, para peserta saat membacakan puisi/cerpen harus melakukan siaran langsung (live) di akun media sosial yakni melalui Facebook atau Instagram masing-masing.  “Ini sekaligus langkah kami untuk memasyarakatkan bahasa Bali, khususnya sastra Bali modern yang kurang dikenal di Bali. Kami juga mengajak peserta untuk tetap tangguh dan produktif berkreasi di tengah pandemi Covid-19, sekaligus memupuk semangat kemerdekaan,” papar Supartika.

Supartika menjelaskan, lomba dilaksanakan secara online guna memutus penyebaran Covid-19. Selain itu, juga memanfaatkan kecanggihan teknologi sekaligus membuktikan sastra Bali modern tidak selalu hadir dalam ruang konvensional, namun dapat hadir di semua ruang termasuk media sosial.

Sementara itu, salah satu pembaca cerpen yang berada di Jepang, I Kadek Gede Doni Merta Marantika mengaku sangat antusias mengikuti acara ini. Apalagi  dirinya yang saat ini berada jauh dan rindu Pulau Seribu Pura, Bali. Dalam livenya, Doni membacakan cerpen berjudul Sirep Ngajak Meme (Tidur dengan Ibu) karya I Gede Putra Ariawan. Cerpen ini  berkisah tentang kesetiaan anak kepada ibunya dan ibu-ibu yang lainnya yang selalu mengajak mereka tidur.

“Sebagai orang Bali yang saat ini berada di luar Bali, tapi dengan ikut membaca cerpen berbahasa Bali ini saya merasakan diri saya berada di Bali. Saya rindu Bali dan saya mengobatinya dengan membaca karya berbahasa Bali,” ujarnya sendu.

Salah satu dosen Bahasa dan Sastra Bali di Universitas Udayana (Unud), I Gede Gita Purnama Arsa Putra juga sangat mengapresiasi acara ini. Menurutnya, acara pertama yang ada dalam sejarah sastra Bali modern ini, perlu terus dilakukan agar bisa memasyarakatkan sastra Bali modern. Tak hanya itu, hal ini juga menunjukkan bahwa dalam berkarya tidak terbatas ruang, waktu, maupun keadaan.

“Ini penghargaan besar untuk pangelingsir (tetua) sastra Bali modern seperti Pak Made Sanggra, Pak Nyoman Manda, Pak Djelantik Santha, termasuk Pak Ajip Rosidi yang telah memberikan penghargaan Sastera Rancage bagi penulis sastra daerah,” celoteh Gita Purnama.

“Membaca cerpen secara online melibatkan lebih dari 50 peserta ini sangat fenomenal. Ganas,” tandasnya. (cr02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.