FSBJ 2019 Tampilkan Wayang Golek Modern Aji Panglimunan

DENPASAR | patrolipost.com – Sanggar Seni Paripurna pentaskan karya bertajuk Wayang Golek Modern “Aji Panglimunan” melibatkan mahasiswa Jurusan Pedalangan Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar. Komunitas dari Bumi Seni ini mengajak masyarakat dari kalangan generasi muda di dunia modern agar selalu memanfaatkan ilmu ke arah dharma (positif) pada acara Festival Seni Bali Jani (FSBJ) 2019 di Gedung Kriya, Taman Budaya Provinsi Bali, Minggu (3/11).

Penampilan Wayang Golek Modern kali ini memang luar biasa, walau prosesnya jauh dari yang biasa. Penonton diajak merasakan bioskop outdor dengan pementasan Wayang Golek Modern mendekati seni teater berupa wayang 3D dengan animasi mendekati film bioskop.

“Memang agak beda dengan tradisi, tapi tetap wayang,” ucap I Made Sidia, Pemimpin Sanggar Seni Paripurna selaku penanggung jawab pementasan Wayang Golek Modern.

Wayang golek moderen ini mengisahkan Arjuna dan Dewi Subadra beserta Ksatria Pandawa lainnya. Kisah berawal ketika Burisrawa mencintai Dewi Subadra, istri dari Arjuna. Begitu cintanya Burisrawa terhadap Dewi Subadra, Burisrawa bertapa untuk mendapatkan Ilmu Aji Panglimunan. Ilmu Aji Panglimunan merupakan ilmu membuat diri tidak terlihat atau menghilang.

Dengan memiliki Ilmu itu Burisrawa menyelinap memasuki kaputren tempat Dewi Subadra dan berbuat adharma (tidak baik). Burisrawa yang terbalut dengan nafsu berniat memperkosa Dewi Subadra hingga Dewi Subadra lebih memilih menancapkan keris di tubuhnya sendiri daripada diperkosa Subadra.

Datanglah 5 Ksatria Pandawa dari petapa dan melihat Dewi Subadra tergeletak bergelimangan darah. Arjuna pun murka melihat istrinya tak bernyawa. Akhirnya Krisna mempunyai rencana untuk merarungkan (menghanyutkan) mayat Dewi Subadra dengan perahu yang megah dan diawasi oleh Gatot Kaca dari angkasa. 

Muncullah tokoh Antareja, memiliki ilmu bisa membangkitkan yang mati dan menghidupkan Dewi Subadra. Dari sanalah muncul kesalahpahaman Gatot Kaca terhadap Antareja yang menyebabkan peperangan karena mengira Antareja pembunuh Dewi Subadra, hingga diketahui bahwa Gatot Kaca dan Antareja bersaudara. Antareja merupakan putra sulung Bima yang lahir dari Dewi Nagagini putri Batara Anantaboga dewa bangsa ular. Dewi Subadra menjelaskan kronologi dirinya terbunuh.

Akhirnya, diketahuilah pembunuh sesungguhnya oleh 5 ksatria Pandawa adalah Burisrawa. Burisrawa yang selama ini telah dihatui sosok Dewi Durga, karena telah menyalahgunakan ilmu Aji Panglimunan dengan perbuatan adharma.

Wayang Golek modern ini dikemas dengan suasana mistis, dibubuhi cinta, menegangkan saat munculnya sosok Dewi Durga berupa Celuluk, mengharukan saat Dewi Subadra meninggal, dan ditambahnya nuansa hiburan melalui tokoh pewayangan Delem dan Sangut. Amanah yang diungkapkan dalam prolog ini, keluarga adalah cinta. Jangan amarah yang membuat keluarga menjadi hancur.

“Filsafat dari pada ini bagaimana anak muda sekarang jangan cepat berkesalahpahaman harus cukup mengetahui siapa pun itu  jangan dianggap musuh/orang jahat. Pesan dari wayang Burisrawa ini menggunakan ilmunya ke dalam hal tidak baik,  dalam kehidupan ini boleh kita bersekolah sampai setinggi-tingginya tapi ilmunya dipergunakan untuk menolong dan mendidik hal baik lainnya, itu kan positif jangan ke hal negatif,” tuturnya.

Made Sidia mengatakan, diantara 3 kali pementasan Wayang Golek Modern, pencapaian pementasan paling sempurna merupakan pementasan ajang FSBJ 2019 kemarin malam. Membutuhkan proses garapan selama 3 Minggu sehingga dapat dipentaskan di pura. Selain di FSBJ 2019, Wayang Golek Modern pernah dipentaskan di desa Tojan Gianyar dan Pura Penulisan Kintamani. Pementasan wayang mendapat respon baik dari masyarakat. Menurutnya, wayang golek modern ini masih terus akan disempurnakan dan dikembangkan karena merupakan garapan baru agar bisa diapresiasi anak muda.

“Kali ini dibikin nangis, tidak gampang juga karena anak-anak (Mahasiswa Pedalangan ISI Denpasar) mainnya angkat wayang capek dan butuh kekompakan, dan kali ini yang paling sempurna,” imbuh Hammid Citra Pannawirawan, consultant Sanggar Seni Paripurna. 

Made Sudia juga menuturkan tingkat kesulitan yang ditemui pada dalang dan pergerakan wayang itu sendiri, karena dalam 1 wayang bisa digerakkan 2-3 dalang. Wayang Dewi Subadra salah satu contoh wayang yang digerakkan oleh 3 dalang. Dalang-dalang tersebut harus bisa saling bekerjasama dengan baik, jadi setiap dalang harus mempunyai kerjasama dari segi lighting dan soundnya.

Wayang Golek ini menerapkan konsep pentas yang berbeda dari biasanya dengan perpaduan budaya Bali, penggunaan Bahasa Indonesia dan penggunaan latar musik barat.

“Penggunaan Bahasa Indonesia ini agar mudah dikenang, dipahami dan gampang tersampaikan pesan kesan penonton, pastinya memang dikemas sedemikian agar masyarakat umum dapat memahami wayang,” tandasnya. (c02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.