Pengacara WN Belanda Minta Kasus Kliennya Batal Demi Hukum

DENPASAR | patrolipost.com – Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus penyelundupan kerajinan tangan yang terbuat dari tubuh dan kulit satwa dilindungi mulai mendapat perlawan dari terdakwa Eric Roer (56). Melalui penasehat hukumnya, Putu Suta Sadnyana, Ni Nyoman Herawati, dan Putu Agus Teling, terdakwa berkebangsaan Belanda ini pada Senin (09/09/2019) melayangkan nota keberatan atau eksepsi atas dakwaan JPU.
Tim penasehat hukum terdakwa menilai, dakwaan JPU, Ni Luh Oka Ariani, tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap karena itu harus batal demi hukum. Nota keberatan itu dibacakan di depan majelis hakim, JPU dan pengunjung sidang. Yang menjadi keberatan kuasa hukum terdakwa, kliennya hanya sebagai perantara. Disebutkan dalam dakwaan JPU, terdakwa mendapat pesanan dari Hans Timmers dari Belanda, lalu terdakwa memesan di artshop.
“Fakta ini menunjukan bahwa sebagai pembeli adalah Hans Timmer dan penjualnya adalah artshop. Status terdakwa dalam rangkaian perbuatan ini hanya sebagai penghubung antara pembeli dengan penjual,” kata Suta. Selain itu, pihak terdakwa juga meragukan kecermatan JPU karena dakwaan kesatu yang jadi objek jual beli adalah satwa yang sudah mati. Namun tidak disebutkan jenis satwanya, hanya menyebut bagian tubuh atau kulit satwa tersebut.
Ketidakcermatan JPU ini berlanjut, kata Suta, ketika memasukan unsur mengeluarkannya dari Indonesia ke tempat lain di luar Indonesia. Padahal, disebutkan, terdakwa mengirim barang tersebut melalui PT Praba Surya Internasional. Perusahaan itu bergerak di bidang jasa pengepakan dan pengiriman  yang memiliki izin dan proses pengiriman sudah mengikuti prosedur. Kliennya memesan barang kerajinan di artshop tidak sembunyi-sembunyi.
Terdakwa tidak memesan benda kerajinan tersebut di pasar gelap. “Terdakwa mempunyai pengertian bahwa barang-barang kerajinan yang dijual oleh artshop secara terbuka di depan umum bukan barang terlarang,” lanjut Suta. Eric yang tinggal di Bali sejak 2003 melakukan pengiriman barang dari Bali ke Belanda berupa kerajinan tangan dekorasi rumah dan patung kayu. “Dia mengirim kepada Hans yang bergerak di bidang jual beli kerajinan,” tutur JPU.
Terdakwa sendiri mengenal Hans sejak 2014. Sejak itu terdakwa mendapat pesanan dari Hans. Kemudian terdakwa mencari pesanan di beberapa artshop di Bali. Terdakwa lantas mengirimkan foto-foto barang tersebut pada Hans. Dia menyertakan harga jual dari artshop ditambahkan 5 persen untuk keuntungan terdakwa. Dalam perjalanannya, bisnis yang dijalani terdakwa ini terendus kepolisian dan kejaksaan Belanda yang kemudian melakukan penyelidikan.
Dari hasil penggeledahan tersebut ditemukan berbagai kerajinan yang terbuat dari tubuh/kulit satwa dilindungi dari Indonesia. Di antaranya, satu biji tengkorak kepala babirusa, 110 biji gelang akar bahar, 11 biji moncong hiu gergaji. Juga dua biji tengkorak buaya, 74 kulit biawak, 206 kilogram terumbu karang, 10 biji tengkorak monyet, 12 biji kulit ular piton, 33 kulit ular kobra, dan tujuh biji kulit ular kobra utuh. Temuan itu tidak dilengkapi dokumen CITES.
Padahal dokumen itu diperlukan untuk mendapatkan izin ekspor impor dari Indonesia ke Belanda. Dari pemeriksaan Kejaksaan Belanda-Indonesia, ada bebern_beapa satwa yang dilindungi. Yaitu tengkorak buaya, tengkorak penyu, moncong hiu, tengkorak kepala babirusa, dan gelang akar bahar. Perbuatan Eric diancam pidana tentang Konservasi Sumber Daya Alam hayati dan Ekosistemnya (KSDAE). Kini, dia harus menjalani sidang di PN Denpasar. (val)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.