Turis Prancis Bantah Usir Warga Lokal di Pantai Pemeron Buleleng

SINGARAJA | patrolipost.com – Warga Prancis bernama Roussel Gil Pascal Andre (51) membantah telah melakukan pengusiran terhadap Ketut Suadnyana alias Jem Tatto (33) saat tengah bermain di pantai dekat vila tempat tinggalnya. Roussel justru mengaku memperingatkan Jem Tatto agar tidak membuat api karena di tempat itu terdapat instalasi pipa BBM PLTGU Pemaron milik PT Indonesian Power.

Bantahan Roussel itu disampaikan kepada Dewa Ketut Suardipa, Ketua PHRI Buleleng saat mempertanyakan sikapnya atas pengusiran warga tersebut.

“Dewa, saya minta maaf, karena takut ada api di pantai di sekitar PLN, explosive, saya mau apologize itu, will never happen (pengusiran itu). Saya pikir tidak boleh ada fire to burn trash, suksema,” demikian bantahan Roussel yang dikirim melalui whatsApp milik Dewa Suardipa.

Dengan jawaban Roussel itu, Suardipa menyayangkan kasus mis komunikasi itu jadi viral di media sosial. Padahal warga negara Prancis yang dituduh mengusir itu maksudnya untuk mencegah agar tidak terjadi kebakaran. Sebab Jem Tatto akan membakar ikan di lokasi yang berdekatan dengan pipa instalasi milik PLTGU Pemaron.

“Di sana ada saluran pipa bahan bakar minyak milik PLTGU Pemaron. Kemungkinan itu juga yang ditakutkan akan terbakar dan bisa membakar rumah wisatawan itu,” ucapnya, Selasa (3/9).

Suardipa menyayangkan peristiwa itu akan semakin memperburuk situasi pariwisata yang sedang terpuruk. “Kami sangat menyayangkan kenapa hal ini terjadi di Buleleng. Terlebih di saat kunjungan wisatawan menurun. Di tempat lain seperti Air Sanih dan Gerokgak aman-aman saja dan pariwisata normal,” keluh Suardipa.

Sedangkan terkait peristiwa yang terjadi pada saat lomba kicau burung yang berlokasi tidak jauh dari villanya, Suardipa menyatakan, latar belakang Roussel adalah pecinta alam. Dan dia prihatin tatkala melihat burung dalam sangkar dan ditonton banyak orang.
“Dia mengaku prihatin atas lomba kicau burung yang ditempatkan dalam sangkar sementara yang lain menonton. Itu yang kami ketahui setelah dijelaskan Roussel atas peristiwa itu,” ungkap Suardipa.

Seringnya ada mis komunikasi antara wisatawan dengan warga pesisir di Pantai Buleleng dikhawatirkan akan memperburuk citra pariwisata Bali.

“Nah, ini akan membuat kunjungan wisatawan kita menurun, apalagi Bali penyumbang devisa terbesar dari tingkat kunjungan, kami tidak menyalahkan masyarakat, yang jelas terjadi ini miss komonikasi. Dan kami berupaya untuk bisa mempertemukan Roussel bersama aparat desa Pemaron,” kata Suardipa.

Sementara itu Kantor Imigrasi Kelas IIB Singaraja melalui Kasi Intelejen dan Penindakan Keimigrasian, Thomas Aris Munandar mengaku sampai kemarin (Senin,red) pihaknya belum menemui Roussel untuk dikonfirmasi soal insiden yang terjadi di pantai Pemaron, Banjar Dinas Dauh Marga, Desa Pemaron, Buleleng. Thomas memastikan pihaknya tidak akan gegabah melakukan pemanggilan terhadap orang asing yang diduga membuat keributan sebelum tahu pasti kronologisnya.

“Yang jelas setiap laporan kami tindaklanjuti berdasarkan protap yang ada. Tidak semua kasus diselesaikan dengan pemanggilan untuk diambil tindakan keimigrasian karena itu ada aturannya,” jelas Thomas.

Thomas mengatakan, banyak hal yang dipertimbangkan jika menemukan kasus hukum yang melibatkan orang asing. Diantaranya adanya kemungkinan kerugian yang dialami oleh warga negara Indonesia jika seandainya tindakan deportasi dilakukan.

“Kondisi itu jelas dipertimbangkan karena jangan sampai ada pihak yang ditelantarkan terutama warga lokal jika ada warga asing di deportasi atas sebuah kesalahan,” tandasnya. (war)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.