Tiga Gubes Dukung Pelaporan Etik Firli ke Dewas

firli bahuri 8888
Ketua KPK, Firli Bahuri (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Tiga guru besar (Gubes) mendukung pelaporan dugaan etik Firli Bahuri ke dewan pengawas (dewas) terkait kontroversi lagu himne dan mars KPK yang diciptakan Ardina Safitri, istri ketua KPK itu.

Mereka mendorong dewas menertibkan pelanggaran etik tersebut agar kredibilitas KPK dalam memberantas korupsi dapat pulih kembali.

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Prof Azyumardi Azra mengatakan, dewas sudah sepatutnya dapat lebih berperan membangun kembali KPK yang andal, kuat, kredibel, dan akuntabel dalam pemberantasan korupsi. ”Keadaan yang tidak kondusif (di KPK) ini disebabkan masih berlanjutnya kontroversi dan pelanggaran etik yang juga melibatkan Firli,” kata Azra dalam keterangan tertulisnya kemarin (17/3/2022).

Guru Besar Fakultas Hukum (FH) Universitas Gadjah Mada Prof Sigit Riyanto menambahkan, apa yang terjadi dengan pimpinan KPK saat ini sungguh sangat memprihatinkan. Bahkan, menunjukkan karakter yang tidak profesional dan niretika. ”Juga menunjukkan kepemimpinan institusi negara yang kacau,” tegasnya.

Menurut Sigit, kontroversi Firli yang berkali-kali terjadi jelas mengabaikan standar etik. Baik itu yang berkaitan dengan SMS blast, pemasangan baliho, hingga pelibatan istri dalam penciptaan lagu himne dan mars KPK. ”Itu (kontroversi Firli, Red) suatu karakter yang tidak layak sebagai seorang pengemban amanah untuk memimpin institusi pemberantasan korupsi,” ujarnya.

Sementara itu, Guru Besar FH Universitas Padjadjaran Prof Susi Dwi Harijanti menyebut, lahirnya Dewas KPK sejatinya bertujuan untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan wewenang KPK. Tugas dan cara melaksanakan fungsi dewas itu diatur dalam pasal 37B UU No 19/2019 tentang KPK.

Susi mengatakan, lahirnya Perdewas No 1/2020 yang diikuti dengan Perdewas No 2/2020 tentang Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK adalah bukti kesungguhan dewas dalam melaksanakan amanat UU.

”Sayangnya bukti itu hanya bernilai semantik belaka, tidak hendak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh,” paparnya. (305/jpc)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.