Sanggar Seni Puri Saraswati, Tulus Mengabdi Selama 27 Tahun

Pemotongan Tumpeng 27 tahun Sanggar Seni Puri Saraswati (kiri). Tari Oleg Tambulilingan yang dibawakan Cokorda Istri Rukmini (kanan).

GIANYAR | patrolipost.com – Mendirikan sebuah organisasi memang terlihat mudah, namun yang sulit adalah menjaga eksistensinya. Dengan latar ketulusan untuk mengabdi dan motivasi dalam menjaga kelanggengan kesenian, Sanggar Seni Puri Saraswati (SSPS), Singapadu, Sukawati ini patut menjadi tongkatan sanggar seni lainnya. Meski sempat tertatih, di usianya ke-27 tahun SSPS, tetap mewarnai dalam segala hajatan seni tingkat daerah, nasional hingga mancanegara.

Dalam sebuah acara sederhana namun penuh makna, Senin (9/12) malam, perayaaan 27 tahun Sanggar Seni Puri Saraswati di Banjar Sengguan, Singapadu, berlangsung ritmis. Dihadiri sejumlah tokoh, seniman serta pencinta seni dari negeri Jepang. Kegiatan diawali dengan tarian penyambutan. Dilanjutkan dengan laporan singkat pendiri sekaligus Ketua Sanggar Puri Saraswati, yakni Cokorda Istri Rukmini (49) yang dilanjutkan dengan pemotongan tumpeng. Tanpa jeda, tampilan anak-anak sanggar pun ditampilkan hingga di penghujungnya Cok Istri mempersembahkan Tari Oleg Tambulilingan.

Bagi seorang Cok Istri, perayaan HUT sagggar ini lebih pada perenungan sekaligus penguatan semangat sanggar untuk menjaga eksistensinya di dunia berkesenian. Karena dalam perjalanannya selama 27 tahun ini, sanggar ini tetap eksis lantaran “ketulusan” mengabdi untuk kesenian tradisional. Lantaran ketulusan itu pula, terkadang berbuah ketulusan dari berbagai pihak untuk mendukung dan menyokong perjalanan sanggar ini.

“Kami sangat bersyukur, sejak berdiri dan dalam perjalanan ada pihak-pihak yang membantu. Khususnya sponsor dari teman-teman asal Jepang,” ujar Cok Istri.

Memang, keberadaan sanggar Seni Puri Saraswati ini terbilang sanggar yang aktif dan memiliki prestasi yang membanggakan. Sejak berdiri, sanggar inu pernah melakoni misi kesenian ke negari Sakura tahun 1993. Mengikuti parade tari tingkat nasional di Jakarta, parade dolanan anak-anak di Solo , persembahkan Sendratari kolosal di PKB Bali, langganan juara di setiap kejuaran tari Bali dan tarakhir menjadi duta Bali dalam Pawai Budaya di Istora Jakarta November lalu.

“Kami juga pernah membentuk drama tari arja remaja atas bantuan HIS Tour di tahun 2008 lalu,” celetuk Cok Istri.

Namun demikian, Cok Istri tidak memyembunyikan ketertatihannya dalam mempertahankan sanggar ini. Karena keberadaan sanggar ini juga membutuhkan asupan dana operasional. Disisi lain, untuk menggali bakat dan minat seniman muda, sanggar ini tek pernah menargetkan imbalan. Syukurnya, di saat kondisi seperti ini, ada perhatian dari pecinta tari Bali dari Jepang, yakni Mary Akasa.

Kontribusinya dengan mengadakan pentas di hadapan wisatawan Jepang dan nagara lainnya di sanggar. Kegiatan ini sedikitnya dilaksanakan empat kali dalam setahun.

“Kami selalu bersyukur dan akan lebih bersyukur lagi jika ada pihak lain yang memberikan kontribusinya. Kepada Pemerintah Provinsi Bali kami juga ucapkan terimakasih, semoga keberadaan sanggar ini selalu mendapat perhatian,” pungkasnya penuh harap. (338)

Pos terkait