Permendikbud Kekerasan Seksual Tuai Kritikan

nadim 2222
Kebijakan Nadiem Makarim terkait Permendikbud Kekerasan Seksual menuai kritikan dan dukungan dari sejumlah pihak. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Dukungan terhadap Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim mengalir terkait Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS). Gelombang dukungan ini muncul ketika sejumlah pihak mengkritik Permendikbud 30 tersebut.
Sejumlah ormas Islam menyebut Permendikbud 30 rentan melegalisasi zina. Beberapa parpol mendesak Nadiem merevisi Permendikbud 30.

Sebaliknya, mahasiswa dari berbagai kampus di Kota Makassar, Sulawesi Selatan menyatakan dukungan mereka terhadap Permen yang diterbitkan untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di kampus.

Pengurus BEM Fakultas Bahasa dan Sastra (FBS) Universitas Negeri Makassar (UNM) Andi Rahmi Utami, misalnya. Rahmi mengatakan pihaknya telah menelaah Permendikbud tersebut. BEM FBS menyatakan mendukung aturan ini.

“BEM mendukung adanya permendikbud ini. Kemarin di kajian lebih banyak membahas mekanisme pemilihan panitia dan satgas. Dan kami di BEM sementara buat SOP penanganan (kasus) kekerasan seksual,” kata Rahmi, Kamis (11/11).

Menurut Rahmi, hingga saat ini Pengurus BEM FBS telah menerima banyak laporan dugaan kekerasan seksual yang menimpa mahasiswi. Kata Rahmi, BEM FBS memang membuka layanan pengaduan korban kekerasan seksual sejak awal September

“Kekerasan seksual yang dialami ada secara verbal dan ada secara fisik. karena beda-beda pelakunya juga. Dari laporannya yang kami terima dari oknum pengajar tapi masih sementara diusut,” jelasnya.

Dukungan terhadap Permendikbud PPKS ini juga datang dari mahasiswa Universitas Hasanuddin (Unhas). Presiden BEM Fakultas Hukum Unhas, Taufik Kurniawan memandang Permendikbud ini merupakan satu bentuk terobosan mencegah dan menindak terjadinya kekerasan seksual di kampus.

Menurut Taufik, dalam Permednikbud ini, mahasiswa dilibatkan menjadi unsur utama dalam kebijakan pembentukan Pansel dan satuan tugas (Satgas).

“Misalkan dalam pembentukan Pansel dan satuan tugasnya, ada mahasiswa di sana, ini merupakan kemajuan dari kebijakan yang akan dilaksanakan,” ujar Taufik.

Sementara, Institut Teknologi Bandung (ITB) juga menyambut kehadiran Permendikbud PPKS ini. Rektor ITB, Reini Wirahadikusumah mengaku ITB sudah lama menanti kehadiran aturan pencegahan kekerasan seksual di kampus dari pemerintah pusat.

ITB kemudian menerbitkan aturan mengenai pencegahan dan penanganan seksual di kampus setelah Mendikbud Ristek, Nadiem menerbitkan Permendikbud Ristek PPKS.

“Tentu ITB sangat mengapresiasi inisiatif Kementerian tersebut. Kita sudah tunggu-tunggu sejak lalu. Jadi, dengan terbitnya permendikbud tersebut, sekadang ITB bisa segera tandatangani peraturan rektor tentang kekerasan seksual,” kata Reini melalui keterangan tertulis, Kamis (11/11).

Menurut Reini, sejak tahun lalu ITB sudah menyiapkan draf peraturan mengenai pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di kampus. ITB, kata Reini, sejalan dengan pemerintah dalam mencegah dan menangani kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

“Kami di ITB, sejak 2020 lalu sudah menyiapkan draf peraturan rektor tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di ITB sambil menunggu Permendikbud Ristek tersebut dapat disahkan dan terbit,” katanya.

Tidak hanya dari kalangan akademisi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menyatakan akan menerbitkan Surat Edaran Sekretaris Jenderal Kemenag yang ditujukan kepada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di seluruh Indonesia agar mendukung kebijakan Nadiem itu.

“Kami mendukung kebijakan yang telah dikeluarkan Mas Menteri,” kata Yaqut dalam keterangan resminya yang dikutip Selasa (9/11).

Yaqut mengaku satu pendapat dengan Nadiem. Mereka sama-sama memandang kekerasan seksual menghalangi tercapainya tujuan pendidikan. Ia meminta masyarakat agar tidak menutup mata dengan kekerasan seksual mengingat banyaknya kasus tersebut terjadi di perguruan tinggi.

“Kita tidak ingin ini berlangsung terus menerus. Dengan kebijakan ini, kita berharap para korban dapat bersuara dan kekerasan seksual di dunia pendidikan dapat dihentikan,” kata Yaqut.

Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) juga menyatakan Permendikbud RIstek PPKS itu sejalan dengan perlindungan hak manusia.

“Substansi dari Permendikbud Ristek itu sejalan dengan penghormatan dan perlindungan HAM dan memiliki perspektif keadilan gender yang kuat,” kata Wakil Ketua Komnas HAM Amiruddin Al Rahab dalam keterangan tertulisnya, Kamis (11/11).

Sebelumnya, kritik datang dari Ormas Muhammadiyah hingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menilai aturan Nadiem tersebut memiliki masalah dari sisi formil dan materiil. Salah satunya, karena adanya pasal yang dianggap bermakna legalisasi seks bebas di kampus.

Mereka mendesak Permendikbud tersebut dicabut karena secara tidak langsung telah melegalisasikan perzinaan. Beberapa anggota DPR juga meminta agar aturan itu diubah atau dicabut. Kemendikbud Ristek sendiri telah membantah keras penafsiran tersebut. (305/cnn)

Pos terkait