Pemegang KIS Terancam Tak Bisa Berobat, Ratusan Ribu Peserta Dinonaktifkan

Ketua DPRD Buleleng,Gede Supriatna (baju putih) datangi RSUD Buleleng setelah mengetahui ratusan ribu peserta KIS-PBI dinon aktifkan

SINGARAJA | patrolipost.com – Seolah lempar handuk, Pemkab Buleleng melalui Dinas Sosial Buleleng menonaktifkan ratusan ribu peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan khusus untuk  iuran kelas III yang menjadi tanggungan pemerintah untuk kepesertaan Kartu Indonesia Sehat Penerima Bantuan Iuran (KIS-PBI). Hal itu merupakan imbas atas kenaikan iuran BPJS yang mencapai 44 persen per 1 Januari 2020.

Dalam catatan Dinas Sosial Buleleng, sebanyak 134.691 jiwa pemegang KIS tak lagi bisa digunakan. Penonaktifan KIS sebanyak 134.691 jiwa dari total 317.244 jiwa pemegang KIS ini, lantaran anggaran Pemkab Buleleng tahun 2020 tak mampu  mengcover sebanyak 317.244 jiwa setelah  iuran PBI naik sebesar Rp 42 ribu dari sebelumnya Rp 23 ribu. Dengan demikian, warga miskin yang terakomodasi hanya sebanyak  182.553 jiwa.

Bacaan Lainnya

Kepala Dinsos Buleleng Gede Sandhiyasa membenarkan terjadinya penonaktifan BPJS Kesehatan ratusan ribu warga Buleleng. Menurutnya, pembiayaan KIS-PBI pada tahun 2019 lalu dilakukan melalui sharing dengan Pemprov Bali dan Pemkab Buleleng total Rp 87 miliar. Namun adanya kenaikan iuran di tahun ini menyebabkan anggaran naik menjadi  Rp 92 miliar. Hanya saja, kata Sandhiyasa, anggaran sebesar itu belum mampu mencover keseluruhan peserta KIS-PBI.

Tidak semua pemegang KIS-PBI yang dinonaktifkan warga yang masih tercatat aktif. Namun ada diantaranya tercatat telah meninggal dunia, pindah domisili, tidak memiliki e-KTP dan tidak terdaftar dalam Basis Data Terpadu (BDT). Sehingga akumulasi angka tersisa sebanyak 182.533 jiwa.

“Yang sudah tereleminasi kartu KIS-nya sudah tidak bisa digunakan lagi untuk berobat. Kami sudah menerima keluhan itu. Namun kita sedang  mencari solusi, diantaranya bersurat beserta data by name by adress data yang dinonaktifkan KIS PBI-nya ke masing-masing camat agar diteruskan ke perbekel dan lurah dan sampai ke masyarakat,” ungkap Sandhiyasa.

Hanya saja untuk kepentingan validasi data, Sandhiyasa mengaku tetap mendata kembali warga masyarakat yang tereliminasi.

Mengetahui adanya kasus tersebut, Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna turun langsung ke  RSUD Buleleng, Jumat (3/1). Politisi PDIP ini mengaku mendengar keluhan pasien RSUD Buleleng yang menggunakan fasilitas KIS PBI, tidak bisa digunakan dan segera mengambil langkah untuk mengatasi persoalan tersebut.

“Ini akibat tarif iuran BPJS Kesehatan naik. Jadi anggaran pemerintah tidak mampu mencover keseluruhan peserta karena berkurang sebanyak Rp 35 miliar. Kita akan bahas nanti untuk mendapatkan solusinya,” kata pria yang akrab disapa Supit ini.

Sejumlah solusi yang ditawarkan diantaranya dengan membuat MoU bersama BPJS Kesehatan, agar pasien-pasien yang telah dinonaktifkan ini bisa tetap dilayani di rumah sakit. Sedangkan, sisa kenaikan iurannya akan dibayar di anggaran perubahan APBD Buleleng.

Tak hanya itu, Supit menantang Bupati untuk memberikan jaminan bagi 134 ribu peserta PBI yang dinonaktifkan dapat dicover dengan jaminan kesehatan daerah seperti JKBM.

“Berapa warga yang sakit, klaimnya nanti dibayar pada akhir tahun. Itu beberapa kemungkinan solusi yang akan dilakukan. Tapi yang jelas semua kemungkinan akan kami bahas, bersama instansi terkait,” ucapnya.

Sedangkan Dirut RSUD Bueleleng dr Gede Witana membenarkan akibat dinonaktifkan ratusan ribu peserta KIS-PBI berdampak pada status pasien. Ia pun mengaku tak berdaya karena hanya memberikan pelayanan kesehatan.

“Jika masih aktif kami bebaskan biayanya. Namun tercatat non aktif dengan terpaksa masuk pasien umum,” tandasnya.

Setelah pembiayaan jaminan kesehatan itu dihentikan pemerintah, dampaknya mulai terasa. Salah satunya pasien RSUD Buleleng asal Banjar Dinas Sema, Desa Bungkulan, Kecamatan Sawan bernama Komang Suriya Dewi (24). Pasien dengan keluhan kanker payudara ini terpaksa angkat kaki dari rumah sakit setelah KIS-PBI-nya diketahui non aktif.

“Terpaksa kami bawa pulang dulu pasien (Suriya Dewi) karena memang tidak mampu. Dan berharap segera dicarikan solusi agar pasien miskin bisa berobat lagi. Kami juga berharap agar pemerintah memberi informasi soal penonaktifkan (KIS-PBI)  tersebut kepada masyarakat,” ucap Kadek Bendesa yang masih kerabat Suriya Dewi. (625)

Pos terkait