Pelindo III Hentikan Proyek Perluasan Pelabuhan Benoa

DENPASAR | patrolipost.com – Permintaan penghentian kegiatan damping I dan damping II di proyek Pelindo III Benoa oleh Gubernur Bali, I Wayan Koster mendapat respon positif dari pihak Pelindo III. Melalui Vice President Corporate Communication Pelindo III, Wilis Aji menyampaikan, terhitung Senin, 26 Agustus 2019 Pelindo III resmi menghentikan kegiatannya di wilayah Damping I dan Damping II Benoa yang dipersoalkan.

Sebabagaimana diberitakan sebelumnya, Gubernur Bali I Wayan Koster melalui surat bernomor surat nomor : 660.1/1801/Bid.P4LH/Dis.LH, tertanggal 22 Agustus 2019 yang dikirimkan kepada Direktur Utama Pelindo III meminta kegiatan perluasan Pelabuhan Benoa dihentikan. Surat itu juga  ditembuskan kepada Menteri BUMN, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri Perhubungan serta Menteri Agraria dan Penataan Ruang RI.

Wilis Aji mengatakan, pihaknya tidak mempermasalahkan surat permohonan Gubernur Bali untuk menghentikan proyek pembangunan dengan alasan telah terjadi kerusakan hutan mangrove akibat proyek tersebut. Ia beranggapan Pelindo III Benoa hanyalah ‘Agent Development’ alias operator yang menjalankan perintah dari pusat.

“Kami sambut baik surat tersebut sampai nanti kita kembali menjalin komunikasi dengan Pemprov Bali,” kata Wilis Aji saat ditemui di Kantor Pelindo III Benoa, di Denpasar Senin (26/8).

Pihaknya akan menelaah surat tersebut, pasalnya surat yang dimaksud baru diterima jadi perlu dikaji terlebih dahulu dan jika diperlukan beberapa rekomendasi akan disampaikan. Ia berharap dengan kembali terjalinnya komunikasi di kedua belah pihak, bisa bersama-sama membangun Pelabuhan Benoa, semata-mata untuk kepentingan pariwisata dan masyarakat Bali.

Pada kesempatan ini ia juga meluruskan kawasan yang terdampak bukan 17 hektar seperti yang kabarkan, tetapi hanya sekitar 7 hektar bagian depan akibat luberan lumpur yang menutupi tanah di sana dan itu ada di damping II.

“Kejadian itu sudah kita ketahui sebenarnya dari tahun lalu, kemudian kita minta rekomendasi dari Litbang Hutan di Bogor, lantas direkomendasikan untuk membuat kanal sebagai aliran air,” ucapnya.

Dengan terbangunnya kanal itu maka diharapkan aliran air akan lancar ada akses untuk nelayan juga membangun tempat Melasti yang akan dibangun disana sesuai permintaan desa adat setempat.

“Sejak bulan Februari kita sudah mulai kembali menanam mangrove sekitar lima puluh ribu di kawasan tersebut,” jelasnya.

Dijelaskan pula, kajian lingkungan yang dimaksud Gubernur Koster dalam suratnya, sebenarnya rutin dilakukan oleh Pelindo III, jadi berdasarkan kajian tersebut pihaknya mengambil langkah-langkah antisipatif.

“Kajian lingkungan itu kan, kita lakukan setiap enam bulan sekali atau setiap semester, jadi bukan sekonyong-konyong muncul. Apalagi yang melakukan pemerintah pusat,” tandasnya.

Wilis membantah jika surat permohonan yang dikirim Gubernur Bali sebagai bentuk tekanan, justru ia merasa itu sebagai bentuk komunikasi, meskipun ia juga agak kaget hubungan yang awalnya harmonis, namun tiba-tiba datang surat seperti itu.

“Kami tidak ingin terjebak dengan hal-hal diluar tugas kami,” tukasnya.

Dikatakannya juga dengan penghentian proyek ini, otomatis pihaknya akan menginformasikan kembali kepada pihak operator kapal pesiar di luar negeri untuk meninjau kembali kunjungannya ke Bali. Musababnya, karena pihak Pelindo di awal proyek sudah ‘woro-woro’ jika Pelabuhan Benoa akan bisa disinggahi kapal pesiar dengan ukuran besar, tapi dengan kejadian ini baik Pelindo ataupun pihak operator akan menjadwal ulang.

“Jelas ini akan berdampak pada kunjungan wisatawan ke Bali melalui laut akan turun juga berdampak pada pariwisata Bali ke depannya,” tuturnya.

Seperti diketahui Gubernur Bali I Wayan Koster dalam keterangan persnya, Minggu (25/8) di Rumah Jabatan Jayasabha, Denpasar secara tegas menyatakan kawasan Teluk Benoa harus bebas dari segala macam aktivitas.

Hal itu disampaikan Gubernur Koster menunjukkan keprihatinannya atas tergerusnya 17 Hektar lebih hutan mangrove yang merupakan paru-parunya Bali. Gubernur dalam suratnya menyampaikan, akibat terjadinya eksploitasi di kawasan Teluk Benoa banyak habitat dan ekosistem yang hilang, apalagi pembangunan di kawasan itu  tidak searah dengan Visi pembangunan Pemerintah Provinsi Bali ‘Nangun Sat Kerthi Loka Bali’. (arw)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.