Pegiat Pariwisata Tolak Sarpas di Pulau Rinca, Menteri PUPR: Sudah Disetujui Jokowi

Aksi demo penolakan pembangunan Sarpras di Kawasan Taman Nasional Komodo yang dilakukan oleh Forum Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar), Kamis (6/8/2020). (afri)

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Meski menuai penolakan dari para pegiat pariwisata yang tergabung dalam Forum Penyelamat Pariwisata Manggarai Barat (Formapp Mabar), pembangunan sarana dan prasarana (sarpras) di Pulau Rinca, Kabupaten Manggarai Barat, NTT dipastikan akan tetap diteruskan.

Hal ini ditegaskan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono saat mengunjungi Labuan Bajo, Rabu (5/8/2020) guna memantau progres pembangunan Kawasan Strategis Pariwista Nasional (KSPN) di Labuan Bajo.

Bacaan Lainnya

Menurut Basuki, pembangunan sarana dan prasaran di kawasan Taman Nasional Komodo, khususnya pembangunan dermaga dan taman Geopark di Pulau Rinca sudah sesuai dengan aturan yang ada dan telah mendapat persetujuan dari Presiden Jokowi serta melalui kerjasama lintas kementerian.

“Kalau melanggar itu pasti tidak akan keluar izin amdalnya, kita belum mulai karena menunggu izin amdal. Waktu sama Presiden dan Ibu Siti Nurbaya (Men-LHK) sudah ok. Tinggal nunggu secara tertulisnya. UKL-UPL besok mau ditandatangani beliau. Kita tetap ikuti aturan, ya, kita tetap harus ikut aturan,” ujar Basuki saat diwawancarai wartawan di Objek Wisata Goa Batu Cermin, Rabu (6/8/2020).

“Kalau anggak ikut aturan nggak mungkin kita bisa bangun tol Trans Sumatera dan tol Trans Jawa, itu juga sudah ada aturannya semua.  Jadi nggak mungkin dan tidak ada niat dari kami untuk merusak. Kita ingin majukan di sini (daerah ini). Artinya tetap dibangun,” lanjut Basuki.

Penolakan pembangunan Sarpras di kawasan Taman Nasional Komodo pun seringkali dilakukan oleh para pegiat pariwisata yang ada di Kabupaten Manggarai Barat. Teranyar, aksi demo penolakan kembali dilakukan oleh Forum Masyarakat Peduli dan Penyelamat Pariwisata (Formapp) Manggarai Barat, Kamis (6/8/2020). Masa aksi demo menyampaikan orasi penolakan di berbagai tempat seperti di depan Kantor Balai Taman Nasional Komodo, Kantor Bupati Manggarai Barat, Kantor Badan Otorita Pariwisata Flores (BOPLBF) serta Gedung DPRD Mabar.

Dalam orasi mereka, Formapp Mabar menyampaikan lima alasan penolakan yakni:

Pertama, pembangunan sarpras berupa taman Geopark sudah bertentangan dengan hakikat keberadaan Taman Nasional Komodo sebagai kawasan konservasi sebagaimana yang telah diamanatkan melalui SK Menteri Kehutanan No 306 tahun 1992 tentang pembentukan Taman Nasional Komodo.

Kedua, model pembangunan Sarpras Geopark dengan cara betonisasi ini sudah sangat jelas akan menghancurkan bentang alam kawasan Loh Buaya. Model pembangunan seperti ini dinilai bertentangan dengan model pembangunan dalam kawasan Taman Nasional yang tidak boleh mengubah bentang alam setempat, sebagaimana yang telah ditetapkan melalui Permen LHK P.13/MENLHK/SETJEN/KUM.1/5/2020 tentang Pembangunan Sarana dan Prasaranan Wisata Alam di Kawasan Hutan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 tahun 2010 tentang Penguasahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Ketiga, pembangunan sumur bor sebagai bagian dari Sarpras ini juga akan sangat membawa dampak buruk bagi matinya sumber-sumber air yang selama ini menjadi sumber penghidupan satwa dan tumbuhan yang menghuni kawasan Loh Buaya dan sekitarnya.

Keempat, pembangunan seperti itu sangat mencederai desain besar pembangunan pariwisata serta sangat merugikan para pelaku wisata dan masyarakat Manggarai Barat, sebab berpotensi besar akan  merusak pariwisata berbasis alam (nature based tourism) sebagai jualan utama pariwisata Labuan Bajo-Flores di mata dunia internasional.

Kelima, selain sangat tidak pro lingkungan hidup, pembangunan Sarpras di kawasan TNK ini dinilai hanya untuk melayani kepentingan investor yang hendak berinvestasi di dalam kawasan Taman Nasional Komodo. Invasi bisnis di kawasan TNK yang akan dilakukan oleh berbagai perusahaan swasta yang telah dimandatkan Pemerintah melalui PT Sagara Komodo Lestari di Pulau Rinca, PT Wildlife Ecotourism di Pulau Padar dan Komodo, PT Synergindo di Pulau Tatawa, PT Flobamor di Pulau Komodo dan Padar dan alih fungsi Pulau Muang dan Bero, akan menghancurkan ruang hidup satwa komodo beserta ekosistem lainnya, baik darat maupun laut. (334)

Pos terkait