Pasca Penutupan Jalan, Ipung Ungkap Jero Bendesa Adat Serangan Terima Uang Miliaran Rupiah

2022 03 10 23 08 08 853
2022 03 10 23 08 08 853

Jero Bendesa Adat Serangan, I Made Sedana. 

 

Bacaan Lainnya

DENPASAR | patrolipost.com – Jengah dengan sikap Jero Bendesa Serangan, I Made Sedana, yang menganggap dirinya seolah-olah tidak mengetahui hal ikhwal tanah yang diklaim PT Bali Turtle Island Development (BTID), akhirnya memaksa Ipung buka suara dengan mengungkapkan jika dirinya juga pernah memberi uang miliaran rupiah kepada Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana.

“Kok sekarang dia mengaku tidak mengetahui itu tanah siapa, sementara uangku diambil. Aneh kan, uang diakui tapi tanahku tidak diakui,” ucapnya geram.

Ipung juga mengaku tidak ada persoalan dengan warga Desa Serangan. Sehingga ia meminta agar warga tidak terprovokasi dan mau diadu domba oleh oknum-oknum tak bertanggungjawab.

Seperti diketahui, dihadapan awak media, Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana mengaku tidak mengetahui banyak perihal asal usul lahan yang dibangun jalan, pasca ditutup oleh pemiliknya Siti “Ipung” Sapura, Rabu (9/3/2022). Hal itu disampaikan kepada awak media di lokasi, usai ditutupnya akses Jalan Pujangga yang lokasinya berada di Kampung Bugis, Kelurahan Serangan, Denpasar Selatan.

Seperti diketahui Jero Bendesa kepada awak media menyatakan, yang ia dengar, jalan tersebut dibangun oleh PT BTID. Oleh karenanya, dirinya meminta pemerintah ikut turun tangan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

Terkait hal ini tak salah jika Ipung merasa heran sehingga ia mempertanyakan apa yang telah disampaikan oleh Jero Bendesa Desa Pakraman Serangan, I Made Sedana.

“Apakah Jero Bendesa tidak tahu tanah yang dibangun jalan milik siapa. Itu tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957 dari almarhum Sikin, selaku ahli waris dari H Abdurahman, mantan Kepala Desa Serangan,” ucapnya saat ditemui, Kamis (10/3/2022) di Denpasar.

Jika Jero Bendesa Pakraman Serangan, I Made Sedana masih mengaku tidak mengetahui asal usul tanah yang dibangun jalan, Ipung merasa heran.

Pasalnya, dirinya dan Jero Bendesa satu kampung di Kelurahan Serangan, sudah berteman sejak masih kecil, bahkan satu sekolah saat SD.

“Kan tidak mungkin Jero Bendesa yang satu kampung tidak tahu dengan saya, yang juga satu sekolah di SD. Kan ndak mungkin Anda tidak tahu Daeng Abdul Kadir yang dulu bisa ngasih makan orang satu desa,” bebernya.

Selain itu, Ipung merasa berkeberatan dengan pernyataan Camat Denpasar Selatan Gede Sumarsana mengatakan bahwa jalan tersebut merupakan jalan milik Pemerintah Kota Denpasar berdasarkan SK.

“Tidak bermaksud mengurangi rasa hormat saya kepada bapak, tapi kalau semua pejabat publik, atau pejabat negeri ini mengeluarkan SK untuk mengklaim tanah warga, lama-lama rakyat tidak punya tanah dong pak,” ujarnya.

Menurutnya, SK atau surat keputusan hanya berlaku untuk pejabat intern saja, dan tidak ada SK yang dikeluarkan untuk mengklaim hak kepemilikan seseorang.

“Ingat, hak seseorang hanya bisa diputuskan berdasarkan penetapan pengadilan. Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung,” bebernya.

Sehingga, dirinya meminta agar Camat Denpasar Selatan untuk membuka buku register yang ada di Kantor Lurah Serangan.

Karena di sana jelas tercatat bahwa tanah tersebut bukan tanah milik Pemkot Denpasar, melainkan tanah milik Daeng Abdul Kadir yang dibeli pada tahun 1957.

“Buka buku register, biar Anda juga tahu bahwa Daeng Abdul Kadir bukan orang sembarangan, dia yang membangun Banjar Kampung Bugis Serangan, dan menjadi Klian Dinas Kampung Bugis,” tandasnya.

Ditambahkan pula, tanah miliknya yang dicaplok dan dibangun jalan berada di paling ujung dan berbatasan langsung dengan laut.

Lantas bagaimana bisa PT BTID yang baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996, bisa mengkalim bahwa tanah tersebut miliknya.

“PT BTID baru masuk ke Desa Serangan pada tahun 1996 dan hanya menguruk laut, sementara Daeng Abdul Kadir telah memiliki tanah tersebut sejak 1957. Lalu bagaimana ceritanya PT BTID bisa mengklaim tanah eks eksekusi tersebut milik mereka,” ucapnya.

Ipung mengaku lelah karena tak henti-hentinya diganggu. Padahal sudah sangat jelas, secara hukum menyatakan bahwa tanah tersebut merupakan tanah miliknya yang sah. (wie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.