Ketua DPRD Malu Mengetahui Petani Tak Dapat Air Selama 20 Tahun

Pertemuan DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Front Marhaenis (FM) Denpasar dengan Ketua DPRD Badung. (ist)

DENPASAR | patrolipost.com – Badung adalah kabupaten kaya di Bali. Namun, petani ada yang mengalami krisis air sampai 20 tahun. Ketua DPRD Kabupaten Badung, I Putu Parwata kaget dan mengatakan ini sangat memalukan.

“Persoalan Subak Balangan pembagian air tidak adil berlangsung 20 tahun saya kaget masak menyelesaikan persoalan air tidak tuntas itu 4 kali pemilihan pemimpin provinsi dan kabupaten kami harus fasilitasi. Kami tegas undang-undang mengatur seperti itu hajat kepentingan orang banyak,” terangnya saat menerima audiensi dari DPC Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Front Marhaenis (FM) Denpasar dan Pekaseh Subak Balangan Pesadehan Yeh Cangi, Senin (22/2/2021).

Lebih lanjut, Parwata sangat menyayangkan ini terjadi yang selama ini tidak ada keadilan. Padahal air dikuasai oleh negara dan diatur pemakaiannya oleh pemerintah.

Politikus PDIP ini menyatakan bahwa aliran irigasi itu kewenangan provinsi dan juga Balai Wilayah Sungai (BWS). Maka dari itu, pihaknya akan bersurat kepada Gubernur Bali dan BWS supaya bisa menyelesaikan ini.

“Saya akan catat berapa tahun lama dari hari ini, saya mau catat siapa punya kewenangan yang kewenangan gubernur dan badan air dan koordinasi dengan bupati Tabanan. Kami memantau berapa lama selesainya. Jadi kami lihat pantau (keseriusan pemerintah, red) kami bersurat segera penyelesaian seadil adilnya,” paparnya.

Sementara Ketua DPC GMNI FM Denpasar, Bung Jody Feriawan menjabarkan bahwa temuannya masalah kesulitan air irigasi subak Balangan ditutup dengan beton sehingga tidak bisa mengairi subak. Hal itu disebabkan oleh kurangnya pembagian air DAM Pama Palian yang berada di wilayah Tabanan ditutup beton.

“Subak ini dikelola oleh kurang lebih 300 orang oleh karenanya tidak menanam. Permasalahan dialami kurangnya pembagian air di DAM Tabanan pembagian kurang. Petani meminta bantuan kepada pemerintah daerah itu disampaikan melalui surat dari masa Cokratmadi dan Anak Agung Gede Agung dan tidak ada penyelesaian,” ujarnya.

DPC GMNI FM Denpasar berharap permasalahan ini tidak berlarut-larut dan bisa dilakukan normalisasi. Tidak ada beton yang menghambat laju air.

“Harus bisa terealisasi petani sejahtera. Tetap dikawal sampai akhir,” jelasnya.

Selain itu, Pekaseh, I Ketut Mertayasa mengakui merasa malu bila ditanyakan oleh warga setempat. Setiap kali diadakan pertemuan, masyarakat pasti selalu mempertanyakan hal tersebut. Sehingga pihaknya tidak lagi bisa memberikan jawaban.

“Kalau 5 sampai 3 tahun, kami rasa bisa kami sabar. Kami minta dinormalisasi,” ungkapnya.

Bahkan untuk bertani, para pertani hanya menunggu air hujan. Kemudian untuk beternak sapi memanfaatkan air PDAM dari rumah. Karena permasalahan air para petani beralih mencari pekerjaan pariwisata. Sedangkan kini pariwisata anjlok karena pandemi, sehingga masyarakat kembali beralih bertani lagi. (cr02)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.