Kasus Jiwasraya Seret Pejabat OJK dan 13 Perusahaan

Kapuspenkum Kejagung, Hari Setiyono
Kantor Jiwasraya di Jalan IR H Juanda di Jakarta. (jpc)

JAKARTA | patrolipost.com – Kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya (AJS) menyentuh pada keterlibatan korporasi. Kejaksaan Agung mengumumkan penetapan 13 perusahaan manajer investasi sebagai tersangka.

Belasan perusahaan manajer investasi itu dijerat dengan pasal 2 subsider pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi. Sebelumnya, secara bergantian, penyidik pidana khusus Kejagung memeriksa perusahaan-perusahaan itu sejak Maret. Diduga, di perusahaan-perusahaan tersebut dana terkait kasus itu ditempatkan.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono menyebutkan belasan perusahaan tersebut. Yaitu, PT DM/PAC, PT OMI, PT PPI, PT MD, PT PAM, PT MAM, PT MNC, PT GC, PT JCAM, PT PAAM, PT CC, PT TVI, dan PT SAM.

”Kita hormati asas praduga tak bersalah,” tutur Hari yang tidak merinci nama-nama perusahaan itu di Gedung Bundar Kejagung kemarin.

Ke-13 perusahaan tersebut juga dikenai pasal tambahan terkait tindak pidana pencucian uang (TPPU). Hari mengatakan, perusahaan-perusahaan tersebut diduga menimbulkan kerugian hingga Rp 12,31 triliun. Jumlah itu termasuk hasil penghitungan kerugian negara oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang pertama sebesar Rp 16,81 triliun.

Dia mengatakan, perusahaan tetap beroperasi. Namun, penyidik bakal mendalami peran perseorangan di perusahaan tersebut. Semua barang bukti dan aset yang terkait dengan perkara telah disita.

”Tentu nanti penyidik akan mengurai dan mengembangkan apakah ada peran aktif dari pengelola korporasi tersebut atau (terdakwa) yang sudah disidang kemarin secara aktif menempatkan dananya,” jelas Hari.

Selain tersangka korporasi, Kejagung menetapkan satu pejabat aktif Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai tersangka. Yakni, Fakhri Hilmi (FH) yang menjabat kepala Departemen Pengawasan Pasar Modal IIA OJK periode Februari 2014 hingga 2017 saat terjadinya dugaan tindak pidana tersebut. Saat ini FH menjadi deputi komisioner pengawasan pasar modal II.

”Peran tersangka FH dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawab dalam jabatan itu, dalam kaitan pengelolaan keuangan yang dilakukan AJS,” terang Hari.

Penyidik belum melakukan upaya penahanan terhadap Fakhri. Namun, Hari memastikan bahwa nama tersangka sudah masuk daftar cekal.

”Kami menetapkan tersangka pasti diikuti dengan pencekalan,” tegasnya. Fakhri dikenai pasal 2 dan pasal 3 UU Tipikor.

Fakhri mengaku pasrah dan memilih menjalani kasus tersebut. ”Mohon maaf kalau dalam menjalankan tugas saya banyak melakukan hal yang kurang berkenan bagi rekan-rekan media,” ucap Fakhri melalui pesan singkat.

Sementara itu, Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Logistik OJK Anto Prabowo menyatakan bahwa pihaknya selalu kooperatif menyediakan data, informasi, dan asistensi yang diperlukan Kejagung. OJK juga mendukung proses penegakan hukum kasus Jiwasraya. ”Tentu dengan tetap menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah terkait pegawai OJK dalam proses penegakan hukum kasus Jiwasraya,” ujar Anto.

Menurut dia, 13 perusahaan manajer investasi yang ditetapkan tersangka sampai saat ini masih beroperasi seperti biasa. Sebab, belum ada pembatasan operasional dari Kejagung.

Dalam perkara itu, Fakhri menjadi tersangka ketujuh. Enam lainnya kini tengah menjalani sidang dan berstatus terdakwa. Mereka adalah tiga mantan pejabat PT Asuransi Jiwasraya, yaitu mantan Dirut PT AJS Hendrisman Rahim, mantan Direktur Keuangan PT AJS Hary Prasetyo, dan mantan Kepala Divisi Keuangan dan Investasi PT AJS Syahmirwan.

Sedangkan dari pihak swasta, ada Komisaris PT Hanson International Benny Tjokrosaputro, Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat, dan Direktur PT Maxima Integra Joko Hartono Tirto. Keenamnya disidang dalam berkas yang terpisah sejak 3 Juni.

Perkembangan terakhir sidang, enam terdakwa telah menyampaikan eksepsi atau keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum (JPU). Pada Rabu (24/6) hakim menolak eksepsi Benny dan Heru.

JPU mendakwa para pejabat PT AJS bekerja sama dengan pihak swasta untuk melakukan jual beli saham yang tidak likuid. Pada 2009, setelah melalui beberapa kali pertemuan, Hendrisman sepakat bersama Hary dan Syahmirwan untuk menyerahkan pengaturan pengelolaan investasi kepada Benny dan Heru. Joko berperan sebagai perantara antara Benny dan Heru dengan para pejabat Jiwasraya kala itu.

Pengelolaan investasi berujung kerugian karena diduga dilakukan tanpa analisis yang didasarkan pada data yang objektif dan dilakukan untuk formalitas belaka. Pengelolaan investasi dan reksa dana yang diduga dikendalikan Benny dan Heru melalui Joko tersebut telah menguntungkan keduanya hingga Rp 16,807 triliun. Sementara itu, diduga Hendrisman menerima keuntungan Rp 5,525 miliar, Hary Rp 2,224 miliar, dan Syahmirwan Rp 4,803 miliar. (305/jpc)

Pos terkait