Jangan ke Jakarta Dulu, PSBB Diperketat! Ini 10 Perubahan Kebijakan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Senin (11/1) hingga dua minggu ke depan. Hal ini dilakukan agar tingkat penyebaran virus corona dapat ditekan. (ist)

JAKARTA | patrolipost.com – Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kembali memperketat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) mulai Senin (11/1) hingga dua minggu ke depan. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 19 Tahun 2021 dan Peraturan Gubernur Nomor 3 Tahun 2021. Kebijakan ini juga sekaligus mendukung program Penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang diputuskan pemerintah pusat di Pulau Jawa dan Bali.

Anies mengatakan, keputusan untuk kembali memperketat PSBB dilatarbelakangi oleh situasi Covid-19 di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir yang cenderung mengkhawatirkan. Angka kasus aktif terbilang tinggi dibanding sebelumnya.

Berkaca pada pengalaman pengetatan PSBB sebelumnya pada September 2020, di mana pada saat itu Pemprov DKI Jakarta berhasil menurunkan kasus aktif secara signifikan, maka kebijakan tersebut kini diterapkan kembali. Dengan harapan, kasus aktif Covid-19 bisa segera diturunkan.

“Kita ingat pada pertengahan bulan Agustus, ada libur panjang Tahun Baru Islam. Dua minggu sesudah libur panjang itu, pertambahan kasus harian dan pertambahan kasus aktif melonjak sangat cepat. Maka, pada saat itu, kita memutuskan menarik rem darurat di pertengahan bulan September,” kata Anies di Balai Kota Jakarta, Sabtu (9/1).

“Beberapa waktu sesudah rem darurat ditarik, tampak kasus aktif menurun pesat, bahkan kembali ke titik awal sebelum kenaikan. Turun sampai 50 persen, hingga kita bisa kembalikan ke PSBB Transisi. Artinya, pengetatan pembatasan sosial itu benar-benar efektif menurunkan kasus aktif,” lanjutnya.

Menurut Anies, libur panjang kerap menjadi pemicu terjadinya lonjakan kasus. Terlebih, pada Desember 2020, terdapat libur panjang Natal dan Tahun Baru. Sehingga, apabila warga ramai-ramai berlibur panjang, kasus aktif akan cenderung naik dan berpotensi mendekati ambang batas kapasitas fasilitas kesehatan, yaitu tempat tidur isolasi dan ICU di rumah sakit.

“Sebenarnya, mengapa pembatasan diperlukan? Karena, kecepatan pemerintah menambah kapasitas fasilitas kesehatan tidak boleh lebih lambat daripada kecepatan penambahan kasus. Dan setiap penambahan kapasitas tempat tidur membutuhkan penambahan tenaga kesehatan, penambahan peralatan dan obat-obatan,” imbuhnya.

Bahkan, pada pengetatan PSBB pertengahan September lalu, saat itu kapasitas ICU di Jakarta berisiko dilampaui oleh jumlah pasien yang membutuhkan perawatan ICU. Pemprov DKI pun harus bekerja ekstra keras menambah kapasitas faskes. Supaya kurva jumlah pasien yang memerlukan perawatan ICU melandai dan gap di antaranya melebar. (305/jpc)

Adapun beberapa kebijakan yang mengalami perubahan dalam pengetatan PSBB kali di antaranya:

1. Tempat kerja melakukan 75 persen Work From Home;
2. Belajar mengajar masih dilakukan secara jarak jauh;
3. Sektor esensial bisa berjalan 100 persen dengan prokes ketat;
4. Sektor konstruksi bisa berjalan 100 persen dengan prokes ketat;
5. Pusat perbelanjaan dilanjutkan tutup tetap pukul 19.00 WIB;
6. Restoran juga hanya boleh menerima dine-in sampai pukul 19.00 WIB dengan kapasitas 25 persen. Namun, boleh take away 24 jam atau sesuai jam operasional;
7. Tempat ibadah tetap diberi batasan kapasitas 50 persen;
8. Fasilitas umum dan semua kegiatan sosial budaya sementara ini dihentikan;
9. Fasilitas kesehatan bisa tetap berjalan 100 persen dengan protokol kesehatan;
10. Transportasi umum seperti selama ini berjalan, yaitu dengan pembatasan kapasitas.

Pos terkait