BREAKING NEWS: Penyidik Kejati NTT Geledah Kantor Bupati Mabar

Tim Penyidik Kejati NTT dan Kejari Mabar menggeledah dokumen terkait kepemilikan lahan Sengketa Keranga.

LABUAN BAJO | patrolipost.com – Penyidik Kejaksaan Tinggi NTT dan penyidik Kejaksaan Negeri Manggarai Barat melakukan penggeledahan dokumen di kantor Bupati Manggarai Barat, Senin (12/10/2020). Penggeledahan dokumen ini terkait kasus penggelapan lahan seluas 30 hektar milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai Barat (Mabar) yang terletak di Keranga, Toro Lema Batu Kalo, Kecamatan Komodo, Mabar.

Penggeledahan dilakukan 6 anggota gabungan penyidik Kejati NTT dan Kejari Mabar berlangsung di ruangan Asisten 1, ruangan Asisten 3 dan ruangan Tata Pemerintahan Kabupaten Mabar. Selain itu pemeriksaan dokumen juga berlangsung di kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Manggarai Barat.

Bacaan Lainnya

Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula saat berusaha diwawancarai  wartawan terkait penggeledahan yang dilakukan oleh tim penyidik Kejati NTT dan Kejari Mabar ini tidak banyak memberikan komentar. Bupati Dula hanya meminta wartawan untuk tidak menanyakan hal tersebut.

“Tidak usah tanya,” ujarnya singkat sembari menuju ruangannya.

Sebelumnya, penyidik Kejaksaan Negeri NTT telah memeriksa beberapa saksi terkait sengketa masalah kepemilikan lahan Keranga yang ditaksir merugikan negara mencapai Rp 3 trilliun. Nama-nama yang telah diperiksa yakni Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch Dula, Mantan Sekda Kabupaten Manggarai Frans Paju Leok, Fungsionaris Adat Nggorang Haji Ramang Ishaka, Kepala Tata Pemerintahan Kab Mabar, Ambrosius Sukur dan Haji Adam Djudje.

Sengketa kepemilikan tanah Keranga merupakan sengketa penjualan aset lahan milik Pemkab Mabar seluas 30 hektar yang dilakukan oleh oknum tertentu. Tanah ini awalnya merupakan  tanah pemberian Fungsionaris Adat Nggorang, Dalu Ishaka kepada Pemerintah Kabupaten tingkat II Manggarai pada tahun 1997. Pemberian tanah ini diperuntukan pembangunan Sekolah Perikanan.

“Pada intinya lahan itu adalah milik Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat seluas kurang lebih 30 hektar. Itu adalah hasil penyerahan tanah yang dilakukan oleh Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemerintah Kabupaten tingkat II Manggarai pada saat itu, tahun 1997,” ujar Haji Ramang Ishaka, ahli waris atau anak dari (Alm) Dalu Ishaka saat diwawancarai usai diperiksa penyidik Kejati Kupang, Selasa (29/9/2020) lalu.

Menurut Haji Ramang, terdapat dua kali pengukuran tanah tersebut. Pengukuran pertama pada tahun 1997 yang dilakukan oleh BPN Manggarai. Pengukuran kedua terjadi pada tahun 2015 sesuai permintaan Pemkab Mabar dalam rangka sertifikasi tanah Pemkab di Keranga. Haji Ramang pun mengakui bahwa dirinya ikut ambil bagian dalam proses pengukuran kali kedua tersebut, meski ia hadir pada saat persiapan lapangan satu hari sebelum hari pengukuran.

“Sesuai dengan data yang ada pada kami yang ditinggalkan oleh orangtua selaku Fungsionaris Adat Nggorang dan dokumen dokumen yang sudah dilakukan pengukuran tahun 97 oleh BPN Manggarai terhadap lokasi itu. Saya yakin itu lahan milik Pemda Mabar yang diserahkan oleh Fungsionaris Desa Adat untuk kepentingan umum,” Jelas Haji Ramang.

Pengakuan berbeda datang dari salah satu saksi yang turut periksa, yakni Haji Adam Djuje. Djuje diperiksa karena mengklaim lahan seluas  30 hektar tersebut adalah miliknya. Saat diperiksa di rumahnya pada tanggal 30 September – 1 Oktober 2020, Djuje mengakui bahwa lahan yang diberikan Fungsionaris Adat Nggorang kepada Pemkab Manggarai hanya seluas 5 hektar.

“Itu tanah saya punya. Bukan Pemda punya. Pemda hanya memiliki lima hektar saja,” ujar Djuje di hadapan penyidik.

Djudje juga membantah bahwa ia telah menjual tanah milik Pemkab Mabar. Ia mengakui tanah seluas 30 hektar tersebut adalah miliknya berdasarkan penyerahan pembagian dari Dalu Nggorang dan hal tersebut didukung dengan kelengkapan bukti dokumen penyerahan.

“Setahu saya tanah itu hanya seluas 5 ha di Kerangan mulai dari pante dan tidak sampai ke bukit atas. Hanya itu tanah penyerahan Dalu Nggorang dan saya bersama Frans Paju Leok waktu itu dia sebagai Asisten I. Kami pernah di perintahkan ukur itu tanah. Saya dulu sebagai staf desa Labuan Bajo,” tutur Adam djudje kepada penyidik.

Namun pengakuan Djuje ini berbeda dengan apa yang disampaikan oleh Frans Paju Leok. Seusai diperiksa Tim penyidik, Kamis (29/9/2020), seperti yang disampikan oleh Haji Adam Djuje, Frans Paju Leok yang juga turut hadir pada pengukuran tahun 97 tersebut memberikan keterangan berbeda terkait kepemilikan lahan tersebut.  Menurut Frans, lahan seluas 30 hektar tersebut memang merupakan milik Pemkab Mabar.

“Saya mengukuhkan kembali apa yang saya buat tentang tanah itu. Karena perintah pimpinan waktu itu melakukan pengukuran. Hanya yang kita sayangkan selama ini tidak pernah diperjelas statusnya sejak Mabar terpisah. Tahun Pengukuran Mei 97. Dengan total 30 hektar. Penyerahannya waktu itu seluas itu, itu makanya kita lakukan pengukuran. Dulu BPN kita libatkan untuk melakukan pengukuran. Camat Labuan Bajo itu Vinsen Dahur. Saya pada saat proses pengukuran menjabat asisten 1 Tata Praja yang membidangi ini,” jelas Frans.

“Saya secara pribadi tidak rela, karena tanah itu diberikan untuk kepentingan umum. Kalau ada proses individualisasi di dalamnya berarti ada penyimpangan hukum dan setiap pelanggaran itu harus diproses sesuai hukum yang berlaku. Apalagi ini menyangkut kepentingan masyarakat Mabar,” tutur Frans. (334)

Pos terkait