Objek Wisata Bali Masih Sepi, Efektifkah Aturan Ganjil-genap?

ganjil genap
Tim Yustisi Kota Denpasar memantau ujicoba Ganjil-genap di kawasan Pantai Sanur. (ist)

PATROLIPOST.COM –  Seiring menurunnya kasus positif Covid-19 di Provinsi Bali, sejak 14 September pemerintah pusat menurunkan status pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dari sebelumnya Level 4 menjadi Level 3. Ada beberapa kelonggaran aktivitas masyarakat, namun tetap disertai pembatasan untuk mencegah penularan virus Corona.

Hanya terpaut 9 hari, kelonggaran PPKM Level 3 kembali ‘dibatasi’ oleh aturan baru yang dikeluarkan pemerintah pusat. Per tanggal 25 September Pemerintah Provinsi Bali atas instruksi pemerintah pusat resmi memberlakukan aturan Ganjil-genap untuk kendaraan di beberapa titik akses menuju objek wisata.

Bacaan Lainnya

Aturan baru ini berdasarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Wayan Koster No 16 Tahun 2021 tentang pemberlakuan pembatasan arus lalu lintas dengan sistem Ganjil-genap pada daerah tujuan wisata di Provinsi Bali. Surat Edaran itu dikeluarkan atas Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 42, Tahun 2021 tentang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4, level 3 dan level 2 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali.

Selain itu, berdasarkan SE Menteri Perhubungan RI Nomor 64, Tahun 2021, tentang perubahan atas surat edaran Menteri Perhubungan Nomor SE 56 Tahun 2021, tentang petunjuk pelaksanaan perjalanan orang dalam negeri dengan transportasi darat pada masa pandemi Covid-19 dan SE Ketua Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 17 Tahun 2021.

Gubernur Bali dalam keterangan tertulisnya menyebutkan, Pemerintah Provinsi Bali bersinergi dengan Satgas Covid-19, pihak Kepolisian, Pemerintah Kabupaten dan Kota, dan pihak-pihak lain yang terkait berkewajiban mencegah meningkatnya penyebaran Covid-19 dalam rangka pelaksanaan PPKM Level 3 Provinsi Bali dari kegiatan pariwisata. Pembatasan dilakukan di titik masuk daerah tujuan wisata yang diperkirakan memiliki potensi kerumunan tinggi dengan menerapkan pengaturan lalu lintas kendaraan bermotor.

“Pemberlakukan pembatasan arus lalu lintas dengan sistem Ganjil-genap dilakukan secara terbatas dan bertahap sesuai kondisi dan hasil evaluasi perkembangan penyebaran Covid-19,” kata Koster.

Pembatasan arus lalu lintas dengan sistem Ganjil-genap tahap pertama dilakukan untuk lokasi daerah tujuan wisata Sanur, Kota Denpasar yaitu jalan akses Pantai Matahari Terbit, dari Simpang Bypass I Gusti Ngurah Rai sampai dengan Lapangan Parkir Pantai Matahari Terbit.

Kemudian, jalan akses Pantai Sanur, dari Jalan Hang Tuah Timur sampai dengan Pantai Sanur. Lalu, jalan akses Pantai Segara, Jalan Akses Pantai Shindu, Jalan akses Pantai Karang, Jalan akses Pantai Semawang dan jalan akses Pantai Merta Sari.

Selanjutnya, untuk di wilayah tujuan wisata Kuta, Kabupaten Badung, Bali, yaitu sepanjang jalan Pantai Kuta, yang dimulai dari Simpang Jalan Pantai Kuta sampai dengan Jalan Bakung Sari.

“Mekanisme, pembatasan arus lalu lintas dengan sistem Ganjil-genap diberlakukan untuk kendaraan bermotor pribadi atau perseorangan. Baik, kendaraan bermotor roda empat maupun kendaraan bermotor roda dua dengan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berwarna dasar hitam tulisan putih atau sesuai perubahannya,” ujar dia.

Aturan ini tidak berlaku untuk kendaraan dengan TNKB berwarna dasar merah, TNKB berwarna dasar kuning, kendaraan dinas operasional TNI dan Polri, kendaraan untuk kepentingan tertentu, dan kendaraan pengangkut logistik.

Aturan itu didasarkan pada kesesuaian antara tanggal dengan angka terakhir TNKB pada hari dan jam pelaksanaan pembatasan. Yakni, hari Sabtu, Minggu, hari libur nasional dan hari libur fakultatif daerah. Waktu pemberlakuan arus lalu lintas Ganjil-genap yakni: pagi mulai pukul 06.30 sampai 09.30 Wita dan sore mulai pukul 15.00 sampai 18.00 Wita.

Masih Sepi, Kok Dibatasi?

Memang, belum semua akses masuk objek wisata di Provinsi Bali diberlakukan aturan ini, namun kebijakan ini tak pelak menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat Bali. Pihak yang kontra menilai kebijakan itu tidak terkait langsung dengan upaya menekan laju penyebaran virus Corona, namun lebih kepada penertiban arus lalulintas, upaya mencegah kemacetan.

“Kalau pun untuk mencegah kemacetan, tidak ada kemacetan di Kuta. Kalau untuk membatasi kerumunan orang, tidak ada kerumunan di objek wisata Kuta. Hingga kini, Kuta masih sepi dari kunjungan wisatawan,” ujar Bendesa Adat Kuta I Wayan Wasista.

Menurutnya, kunjungan wisatawan di Pantai Kuta sangat sepi. Hanya di kisaran 10 hingga 30 persen per hari dari sebelum pandemi.

“Sepi sekali, hanya 10 persen maksimal 30 persen. Sejak ada pelonggaran (PPKM Level 3) disambut gembira oleh masyarakat. Tapi justru kok baru dibuka, sekarang ada aturan baru lagi. Masyarakat jadi bimbang,” ujar Wasista.

Wasista meminta agar pemerintah mengaji ulang kebijakan itu sebab menimbulkan kebingungan dan keresahan warga. Warga setempat (Kuta) khawatir aturan ini akan membatasi ruang gerak dalam mencari rezeki. Di sisi lain aturan itu juga membatasi serta membuat wisatawan lokal enggan berkunjung ke Kuta.

Menurut Wasista, pembatasan dan penyaringan wisatawan ke Kuta sebetulnya sudah cukup dengan memasang aplikasi PeduliLindungi di pintu masuk Kuta. Aplikasi ini sudah bisa menfilter wisatawan yang berkunjung ke Pantai Kuta, mana yang sudah divaksin, mana yang belum. Lagipula untuk satu pintu di Pantai Kuta yang luasnya sepanjang 4 kilometer hanya dibatasi seribu pengunjung termasuk pedagang.

Wasista menjelaskan, di Pantai Kuta ada 28 pintu masuk dan saat ini yang digunakan hanya 7 pintu karena disesuaikan dengan scan QR code untuk aplikasi PeduliLindungi yang dimiliki dan sisa pintu lainnya akan ditutup untuk membatasi pengunjung dan memudahkan pengawasan.

Pendapat yang sama juga disampaikan Ketua Komisi II DPRD Badung I Gusti Anom Gumanti. Menurutnya, kebijakan tersebut belum tepat untuk diterapkan saat ini. Situasi arus lalu lintas dan pergerakan wisatawan di wilayah Kuta masih bisa dikendalikan.

“Kebijakan ini belum waktunya diterapkan lantaran belum situasi Kuta belum ramai kunjungan wisatawan,” ujar politisi asal Kuta ini, Senin (27/9/2021).

Anom menyarankan agar kebijakan tersebut dikaji lebih detail dan waktu penerapannya memperhatikan situasi jika mulai terjadi keramaian kunjungan wisatawan.

“Kalau saran saya sederhana saja. Ketika wisatawan membeludak seperti yang dulu, memang betul Kuta macetnya luar biasa. Itu perlu dilakukan pengaturan. Apakah salah satunya pengaturan lalu lintas Ganjil-genap atau mungkin dengan cara lain. Tapi untuk sekarang belum lah waktunya,” kata politisi PDIP Dapil Kuta tersebut.

Menurutnya, kebijakan Ganjil-genap masih belum sepenuhnya dipahami masyarakat. Masyarakat hanya melihat kalimat Ganjil-genap saja, sehingga dibutuhkan penjelasan lebih detail terkait kebijakan tersebut.

“Jadi secara detail tentang aturan ini masyarakat belum paham. Tetapi hanya baru melihat kata Ganjil-genap saja. Apalagi di masa pandemi, masyarakat terbatas geraknya. Sehingga supaya ini bisa dipertimbangkan lagi,” terangnya.

Anom juga menyebut, kebijakan ini juga bisa mempengaruhi psikis masyarakat Kuta, karena selama hampir dua tahun Kuta sepi seperti tanpa kehidupan. Saat ini pun kedatangan wisatawan belum membeludak seperti dulu.

“Jadi lalu lintas di Kuta masih Saya kategorikan lengang. Kita tidak ingin situasi yang mencekam seperti dulu (lengang akibat pandemi) terjadi lagi di Kuta. Kita harus memberi semangat kepada masyarakat Kuta bahwa sinyal perbaikan ekonomi itu sudah ada,” ungkap Anom.

Berbeda dengan suara warga Kuta, Kabupaten Badung, warga Sanur Kota Denpasar justru pasrah menerima aturan baru ini. Bendesa Adat Sanur Ida Bagus Paramartha secara legowo menerima keputusan pembatasan Ganjil-genap asal dilakukan sosialisasi berkelanjutan kepada masyarakat.

“Namanya di desa, iya menerima saja. Orang sudah digodok di atas,” ujar Paramartha.

Menurutnya adanya Ganjil-genap tidak masalah yang penting dikelola oleh pemerintah dan itu hanya uji coba.

“Menurut logika Saya, ini baru uji coba. Tidak masalah bagi saya. Masyarakat Sanur biasa saja, Mau bagaimana lagi, situasinya begini,” ujar Paramartha.

 Menanti Open Border Bali

Penurunan status PPKM Bali ke Level 3 memang tidak serta merta memberi angin segar terhadap pemulihan geliat pariwisata di Bali. Sebab kasus terkonfirmasi positif masih ada walaupun angka hariannya sudah di bawah 100, serta masih ada pasien yang meninggal dunia.

Sampai Senin (27/9/2021), kasus positif Covid-19 di 9 kabupaten/kota Provinsi Bali sebanyak 67 orang, pasien sembuh 136 orang dan pasien meninggal dunia sebanyak 7 orang.

Secara kumulatif, virus Corona telah memapar 112.316 warga di Bali, sebanyak 106.718 orang dinyatakan sembuh, dan 3.925 meninggal dunia.

Di sisi lain pemerintah pusat masih menimbang-nimbang dibukanya pintu penerbangan (open border) ke Bali, sehingga Bali belum bisa berharap banyak dari kunjungan wistawan mancanegara (wisman). Sejak pandemi yang sudah berlangsung 2 tahun, Bali hanya mengharapkan kunjungan wisatawan domestik (wisdom) yang ‘terseleksi’ oleh berbagai aturan mulai dari rapid test antigen, PCR sampai filter aplikasi PeduliLindungi untuk bisa masuk objek wisata yang ada di Bali.

Menparekraf RI Sandiaga Salahudin Uno mengatakan, pemerintah membahas soal open border Bali awal Oktober 2021 dalam rapat tingkat menteri. Setelah disepakati di tingkat menteri, selanjutnya Presiden akan membuat keputusan ujicoba open border Bali.

“Pemerintah sedang menfinalisasi beberapa negara yang kasus Covid-19 nya harus dipantau. Mohon bersabar, kita harus memastikan keselamatan kesehatan masyarakat Bali terkait ujicoba open border ini,” kata Sandiaga di Bali, Sabtu (25/9/2021).

Sementara itu Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardhana Sukawati yang akrab disapa Cok Ace, pelaku pariwisata Bali telah menyiapkan diri dengan baik menyambut kedatangan wisatawan. Lebih dari 2.000 hotel, restoran dan destinasi pariwisata sudah mengantongi sertifikat CHSE dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif 1.200 akomodasi dan destinasi pariwisata bakal menyusul untuk CHSE.

Dari sisi Kesehatan masyarakat, program vaksinasi digeber cepat agar target vaksinasi dosis pertama dan kedua tuntas paling lambat awal Oktober. Data terakhir capaian vaksinasi di Bali sudah mengcover hampir 97% untuk vaksinasi pertama dan lebih dari 73% untuk vaksinasi kedua.

Dalam posisi penjajakan setelah dihantam pandemi, kata Cok Ace, porsi wisatawan juga tidak dibuka sepenuhnya untuk semua negara. Dari survei yang dilakukan, beberapa negara punya potensi length of stay yang bagus. Ada empat negara yang dibidik jika border Bali dibuka yakni, Amerika, Inggris, Jerman dan Rusia. Kemampuan wisatawan dari negara tersebut rata-rata 2 minggu tinggal di Bali.

Sesungguhnya kebijakan Ganjil-genap tidak berpengaruh banyak terhadap wisatawan mancanegara, sebab dari pengalaman sebelum pandemi, umumnya mereka menggunakan alat tranportasi lokal yang sudah disediakan travel agent selama berada di Bali. Persoalan justru akan dialami wisatawan domestik yang berkunjung ke Bali menggunakan kendaraan sendiri. Setidaknya jadwal kunjungan mereka akan terhambat walaupun aturan ini berlaku hanya Sabtu dan Minggu serta hari Libur Nasional dan fakultatif daerah.

Selain itu warga lokal yang setiap hari beraktivitas mencari rezeki juga akan terbatasi oleh aturan ini, kendatipun berlaku di hari tertentu dan jam tertentu. Di tengah himpitan ekonomi serta hilangnya peluang usaha akibat pandemi, pembatasan demi pembatasan jangan sampai memupus harapan mereka bahwa situasi akan normal kembali.

Wajar bila kebijakan Ganjil-genap ini menjadi polemik di tengah masyarakat Bali. Pertanyaan yang mengemuka: pada saat objek wisata masih sepi, mengapa harus ada pembatasan lagi? (izarman)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.