Konflik Agraria Sumberklampok Berakhir, Jokowi Serahkan Sertifikat kepada Masyarakat

sumberklompok
Presiden Jokowi secara virtual menyerahkan sertifikat hak milik kepada masyarakat Desa Sumberklampok melalui Gubernur Bali Wayan Koster, Rabu (22/9) di wantilan kantor desa setempat. (cha)

SINGARAJA | patrolipost.com – Setelah berjuang selama puluhan tahun akhirnya warga masyarakat Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak bisa bernafas lega. Hak kepemilikan berupa sertifikat hak milik (SHM) atas ratusan hektar lahan di desa itu diserahkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara virtual, Rabu (22/9/2021).

Penyerahan SHM itu merupakan proses tahap dua setelah sebelumnya diserahkan sebanyak 800 sertifikat lahan pemukiman dan fasilitas umum. Presiden Jokowi menyerahkan sebanyak 813 SHM lagi secara keseluruhan sebanyak 1.613 bidang.

Bacaan Lainnya

Penyerahan sertifikat secara virtual tersebut dilakukan di Wantilan Kantor Desa Sumberklampok dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster, Ketua DPRD Bali I Nyoman Adi Wiryatama, Kapolda Bali Irjen Pol Irjen Pol Putu Jayan Danu Putra, Wakajati Bali Dr I Ketut Sumedana, Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali Ketut Mangku APtnh, Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, Wabup Nyoman Sutjira serta sejumlah pejabat di Forkompimda Buleleng.

Presiden Jokowi dalam pernyataannya menyebutkan, sejak awal tidak menginginkan adanya konflik agraria di banyak daerah. Bahkan tidak ingin rakyat kecil tidak mempunyai kepastian hukum atas lahan yang ditempatinya. Karena itu pemerintah menginginkan adanya kepastian hukum yang berkeadilan.

“Saya tidak ingin konflik agraria yang terjadi dibanyak daerah terus berlangsung dan saya tidak ingin, rakyat kecil tidak memiliki kepastian hukum terhadap lahan yang menjadi sandaran hidup mereka. Saya juga tidak ingin pengusaha tidak memiliki kepastian hukum terhadap lahan usahanya,” kata Presiden Jokowo, pada acara virtual Penyerahan 124.120 Sertifikat Redistribusi Tanah yang diikuti warga masyarakat Desa Sumberklampok.

Konflik agraria dan sengketa tanah tersebut, kata Jokowi, menjadi tantangan tersendiri buat rakyat petani maupun nelayan dan masyarakat dalam menggarap nelayan. Bertepatan dengan Hari Agraria dan Tatat Ruang 2021 diserahkan 124 ribu sertifikat hasil redistribusi di 26 provinsi dan  127 kabupaten dan kota. Sebanyak 5.512 diantaranya merupakan hasil penyelesaian konflik di 7 provinsi  dan 8 kabupaten kota yang menjadi prioritas tahun 2021.

Juga juga menyebut negara untuk mengurai konflik agraria, mewujudkan reforma agraria dan memastikan ketersediaan dan kepastian ruang hidup yang adil bagi masyarakat. Ini juga merupakan komitmen untuk membarantas mafia tanah. ”Saya tegaskan pada jajaran Polri untuk tidak ragu-ragu mengusut mafia tanah jangan sampai ada aparat penegak hukum menjadi backing mafia tanah,” ujarnya, sembari meminta kepada warga penerima SHM diingatkan agar dijaga dengan baik, tidak beralih fungsi atau dialihkan kepada orang lain.

Sementara itu, Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan, konflik agraria yang terjadi di Desa Sumberklampok telah berlangsung cukup lama. Dan akhirnya tuntas setelah dilakukan penyelesaian dengan pola pendekatan reforma agraria.

”Hari ini kita telah selesaikan konflik pertanahan telah tuntas itupun setelah secara intens saya melakukan komunikasi dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang RI dan memberikan apresiasi karena sesuai dengan konsep penyelesaian reforma agraria serta kepala Kanwil BPN Bali yang baru,” kata Koster.

Hasil kerja cepat Kepala Kantor BPN Bali, sambung Koster, telah menyelesaikan sertifikat untuk pemukiman sebanyak 800 bidang untuk tahap pertama dan selanjutnya 813 bidang unyuk lahan garapan. Untuk tahap dua dilanjutkan pensertifikatan lahan garapan yang rencana tuntas bulan bulan Agustus 2021 namun molor sebulan dari waktu yang ditetukan.

”Kami apresiasi kerja BPN yang telah menyelesaikan seluruh sertifikat tepat waktu,” ucapnya.

Sedangkan Ketua Tim 9 Desa Sumberklampok Putu Artana mengaku selesainya persoalan lahan di Sumberklampok serasa mimpi. Pasalnya, perjuangan untuk memilik hak atas lahan yang ditempati selama puluhan tahun telah menemukan titik penyelesaian. Artana mengatakan, memberikan apresiasi bahwa pendekatan penyelesaian konflik agararia dengan menggunakan Peraturan Presiden (Perpres) No.86/2018 tentang Reforma Agraria telah dijalankan dengan baik oleh semua pihak. Terimakasih atas komitmen Gubernur Bali Wayan Koster, Ka Kanwil BPN Bali serta komponen lain yang ikut terlibat dalam penyelesaian persoalan lahan di Sumberklampok,” ujarnya.

Kendati masih ada yang tercecer, Artana memastikan proses redristribusi lahan telah berjalan sesuai dengan mekanisme yang dibuat dan warga masyarakat telah mendapatkan haknya berdasarkan ketentuan yang disepekati.

”Kita tetapkan kriteria memperoleh lahan berdasarkan musyawarah dan semua telah mendapatkannya secara adil berdasar kriteria,” tambahnya.

Kepala Desa Sumberklampok Swaitra Yasa mengatakan, agar warga menggunakan haknya tersebut dengan baik. Terlebih dengan adanya isu bandara banyak calo tanah yang tengah mengincar lahan-lahan milik warga.

“Berbagai calo dan pemodal sudah mulai melirik lahan di sini dengan wacana bandara itu, kami inginkan masyarakat dengan program ini apalagi nanti ditetapkan penlok masyarakat betul merasakan dampak itu,” tandas Sawitra Yasa.

Untuk diketahui, sebelumnya konflik panjang pertanahan di Desa Sumberklampok berawal dari adanya rencana bedol desa warga setempat pada tahun 1990 oleh Gubernur Bali saat itu Ida Bagus Oka karena dianggap menempati lahan milik Negara. Saat itu warga hendak dipaksa untuk direlokasi ke tempat lain, salah satunya mengikuti program transmigrasi keluar Bali. Rencana bedol desa itu kemudian memantik perlawanan warga untuk memperjuangkan hak kepemilikan atas lahan yang mereka tempat sejak berpuluh tahun sebelumnya.

Lahan di Desa Sumberklampok seluas 600 hektar berasal dari  lahan eks HGU dengan luas 200 hektar, Unit dua PT Margarana seluas 267 hektar dan unit 3 seluas 151 hektar, menjadi sumber konflik pertanahan hingga puluhan tahun. Perjuangan warga menemukan titik terang sejak Presiden Joko Widodo menerbitkan  Peraturan Presiden (Perpres) No 86/2018 tentang Reforma Agraria. Tidak hanya itu, penyelesaian konflik agraria semakin dipercepat dengan adanya rencana pembangunan Bandara Bali Utara di sebagian areal lahan tersebut.

Gubernur Bali Wayan Koster menggulirkan opsi dan komposisi penyelesaian dengan pola 70:30 untuk solusi penyelesaian yang akhirnya disepakati warga setempat. Komposisi 30 persen (154,25 hektar) untuk Pemprov Bali dan 70 persen (359,87 hektar) dari total luas garapan seluas 514,01 hektar. (625)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.